Bahan
ini cocok untuk Sekolah Menengah.
Nama : Riekha
Saya Dosen di UIN Susqa Riau
Tanggal: 8 Mei 212
Judul Artikel: Memahami dan Menolong Siswa Yang Kurang PD
Topik: Studi Kasus Untuk Bimbingan Konseling.
Artikel:
DESKRIPSI KASUS
Nama : Riekha
Saya Dosen di UIN Susqa Riau
Tanggal: 8 Mei 212
Judul Artikel: Memahami dan Menolong Siswa Yang Kurang PD
Topik: Studi Kasus Untuk Bimbingan Konseling.
Artikel:
DESKRIPSI KASUS
Lia
(bukan nama sebenarnya) adalah siswa kelas I SMU Favorit Salatiga yang barusan
naik kelas II. Ia berasal dari keluarga petani yang terbilang cukup secara
sosial ekonomi di desa pedalaman + 17 km di luar kota Salatiga, sebagai anak
pertama semula orang tuanya berkeberatan setamat SLTP anaknya melanjutkan ke
SMU di Salatiga; orang tua sebetulnya berharap agar anaknya tidak perlu
susah-sudah melanjutkan sekolah ke kota, tapi atas bujukan wali kelas anaknya
saat pengambilan STTB dengan berat merelakan anaknya melanjutkan sekolah.
Pertimbangan wali kelasnya karena Lia terbilang cerdas diantara teman-teman
yang lain sehingga wajar jika bisa diterima di SMU favorit. Sejak diterima di
SMU favorit di satu fihak Lia bangga sebagai anak desa toh bisa diterima,
tetapi di lain fihak mulai minder dengan teman-temannya yang sebagian besar
dari keluarga kaya dengan pola pergaulan yang begitu beda dengan latar belakang
Lia. Ia menganggap teman-teman dari keluarga kaya tersebut sebagai orang yang
egois, kurang bersahabat, pilih-pilih teman yang sama-sama dari keluarga kaya
saja, dan sombong. Makin lama perasaan ditolak, terisolik, dan kesepian makin
mencekam dan mulai timbul sikap dan anggapan sekolahnya itu bukan untuk dirinya
tidak krasan, tetapi mau keluar malu dengan orang tua dan temannya sekampung;
terus bertahan, susah tak ada/punya teman yang peduli. Dasar saya anak desa,
anak miskin (dibanding teman-temannya di kota) hujatnya pada diri sendiri.
Akhirnya benar-benar menjadi anak minder, pemalu dan serta ragu dan takut
bergaul sebagaimana mestinya. Makin lama nilainya makin jatuh sehingga beban pikiran
dan perasaan makin berat, sampai-sampai ragu apakah bisa naik kelas atau tidak.
MEMAHAMI
LIA DALAM PERSPEKTIF RASIONAL EMOTIF
Menurut pandangan rasional emotif, manusia memiliki kemampuan inheren untuk berbuat rasional ataupun tidak rasional, manusia terlahir dengan kecenderungan yang luar biasa kuatnya berkeinginan dan mendesak agar supaya segala sesuatu terjadi demi yang terbaik bagi kehidupannya dan sama sekali menyalahkan diri sendiri, orang lain, dan dunia apabila tidak segera memperoleh apa yang diinginkannya. Akibatnya berpikir kekanak-kanakan (sebagai hal yang manunusiawi) seluruh kehidupannya, akhirnya hanya kesulitan yang luar biasa besar mampu mencapai dan memelihara tingkah laku yang realistis dan dewasa; selain itu manusia juga mempunyai kecenderungan untuk melebih-lebihkan pentingnya penerimaan orang lain yang justru menyebabkan emosinya tidak sewajarnya seringkali menyalahkan dirinya sendiri dengan cara-cara pembawaannya itu dan cara-cara merusak diri yang diperolehnya. Berpikir dan merasa itu sangat dekat dan dengan satu sama lainnya : pikiran dapat menjadi perasaan dan sebaliknya; Apa yang dipikirkan dan atau apa yang dirasakan atas sesuatu kejadian diwujudkan dalam tindakan/perilaku rasional atau irasional. Bagaimana tindakan/perilaku itu sangat mudah dipengaruhi oleh orang lain dan dorongan-doronan yang kuat untuk mempertahankan diri dan memuaskan diri sekalipun irasional.
Menurut pandangan rasional emotif, manusia memiliki kemampuan inheren untuk berbuat rasional ataupun tidak rasional, manusia terlahir dengan kecenderungan yang luar biasa kuatnya berkeinginan dan mendesak agar supaya segala sesuatu terjadi demi yang terbaik bagi kehidupannya dan sama sekali menyalahkan diri sendiri, orang lain, dan dunia apabila tidak segera memperoleh apa yang diinginkannya. Akibatnya berpikir kekanak-kanakan (sebagai hal yang manunusiawi) seluruh kehidupannya, akhirnya hanya kesulitan yang luar biasa besar mampu mencapai dan memelihara tingkah laku yang realistis dan dewasa; selain itu manusia juga mempunyai kecenderungan untuk melebih-lebihkan pentingnya penerimaan orang lain yang justru menyebabkan emosinya tidak sewajarnya seringkali menyalahkan dirinya sendiri dengan cara-cara pembawaannya itu dan cara-cara merusak diri yang diperolehnya. Berpikir dan merasa itu sangat dekat dan dengan satu sama lainnya : pikiran dapat menjadi perasaan dan sebaliknya; Apa yang dipikirkan dan atau apa yang dirasakan atas sesuatu kejadian diwujudkan dalam tindakan/perilaku rasional atau irasional. Bagaimana tindakan/perilaku itu sangat mudah dipengaruhi oleh orang lain dan dorongan-doronan yang kuat untuk mempertahankan diri dan memuaskan diri sekalipun irasional.
Ciri-ciri
irasional seseorang tak dapat dibuktikan kebenarannya, memainkan peranan Tuhan
apa saja yang dimui harus terjadi, mengontrol dunia, dan jika tidak dapat
melakukannya dianggap goblok dan tak berguna; menumbuhkan perasaan tidak nyaman
(seperti kecemasan) yang sebenarnya tak perlu, tak terlalu jelek/memalukan
namun dibiarkan terus berlangsung, dan menghalangi seseorang kembai ke kejadian
awal dan mengubahnya. Bahkan akhirnya menimbulkan perasaan tak berdaya pada
diri yang bersangkutan. Bentuk-bentuk pikiran/perasaan irasional tersebut
misalnya : semua orang dilingkungan saya harus menyenangi saya, kalau ada yang
tidak senang terhadap saya itu berarti malapetaka bagi saya. Itu berarti salah
saya, karena saya tak berharga, tak seperti orang/teman-teman lainnya. Saya
pantas menderita karena semuanya itu.
Sehubungan
dengan kasus, Lia sebetulnya terlahir dengan potensi unggul, ia menjadi
bermasalah karena perilakunya dikendalikan oleh pikiran/perasaan irasional; ia
telah menempatkan harga diri pada konsep/kepercayaan yang salah yaitu jika
kaya, semua teman memperhatikan / mendukung, peduli, dan lain-lain dan itu
semua tidak ada/didapatkan sejak di SMU, sampai pada akhirnya menyalahkan
dirinya sendiri dengan hujatan dan penderitaaan serta mengisolir dirinya
sendiri. Ia telah berhasil membangun konsep dirinya secara tidak realistis
berdasarkan anggapan yang salah terhadap (dan dari) teman-teman lingkungannya.
Ia menjadi minder, pemalu, penakut dan akhirnya ragu-ragu
keberhasilan/prestasinya kelak yang sebetulnya tidak perlu terjadi.
TUJUAN
DAN TEKNIK KONSELING
Jika pemikiran Lia yang tidak logis / realistis (tentang konsep dirinya dan pandangannya terhadap teman-temannya) itu diperangi maka dia akan mengubahnya. Dengan demikian tujuan konseling adalah memerangi pemikiran irasional Lia yang melatar-belakangi ketakutan / kecematannya yaitu konsep dirinya yang salah beserta sikapnya terhadap teman lain. Dalam konseling konselor lebih bernuansa otoritatif : memanggil Lia, mengajak berdiskusi dan konfrontasi langsung untuk mendorongnya beranjak dari pola pikir irasional ke rasional / logis dan realistis melalui persuasif, sugestif, pemberian nasehat secara tepat, terapi dengan menerapkan prinsip-prinsip belajar untuk PR serta bibliografi terapi.
Jika pemikiran Lia yang tidak logis / realistis (tentang konsep dirinya dan pandangannya terhadap teman-temannya) itu diperangi maka dia akan mengubahnya. Dengan demikian tujuan konseling adalah memerangi pemikiran irasional Lia yang melatar-belakangi ketakutan / kecematannya yaitu konsep dirinya yang salah beserta sikapnya terhadap teman lain. Dalam konseling konselor lebih bernuansa otoritatif : memanggil Lia, mengajak berdiskusi dan konfrontasi langsung untuk mendorongnya beranjak dari pola pikir irasional ke rasional / logis dan realistis melalui persuasif, sugestif, pemberian nasehat secara tepat, terapi dengan menerapkan prinsip-prinsip belajar untuk PR serta bibliografi terapi.
Konseling
kognitif : untuk menunjukkan bahwa Lia harus membongkar pola pikir irasional
tentang konsep harga diri yang salah, sikap terhadap sesama teman yang salah
jika ingin lebih bahagia dan sukses. Konselor lebih bergaya mengajar : memberi
nasehat, konfrontasi langsung dengan peta pikir rasional-irasoonal, sugesti dan
asertive training dengan simulasi diri menerapkan konsep diri yang benar dan
sikap/ketergantungan pada orang lain yang benar/rasional dilanjutkan sebagai PR
melatih, mengobservasi dan evaluasi diri. Contoh : mulai dari seseorang
berharga bukan dari kekayaan atau jumlah dan status teman yang mendukung,
tetapi pada kasih Allah dan perwujudanNya. Allah mengasihi saya, karena saya
berharga dihadiratNya. Terhadap diri saya sendiri suatu saat saya senang, puas
dan bangga, tetapi kadang-kadang acuh-tak acuh, bahkan adakalanya saya benci,
memaki-maki diri saya sendiri, sehingga wajar dan realistis jika sejumlah 40
orang teman satu kelas misalnya ada + 40% yang baik, 50% netral, hanya 10% saja
yang membeci saya. Adalah tidak mungkin menuntut semua / setiap orang setiap
saat baik pada saya, dan seterusnya. Ide-ide ini diajarkan, dan dilatihkan
dengan pendekatan ilmiah.
Konseling
emotif-evolatif untuk mengubah sistem nilai Lia dengan menggunakan teknik
penyadaran antara yang benar dan salah seperti pemberian contoh, bermain peran,
dan pelepasan beban agar Lia melepaskan pikiran dan perasaannya yang tidak
rasional dan menggantinya dengan yang rasional sebagai kelanjutan teknik
kognitif di atas. Konseling behavioritas digunakan untuk mengubah perilaku yang
negatif dengan merobah akar-akar keyakinan Lia yang irasional/tak logis kontrak
reinforcemen, sosial modeling dan relaksasi/meditasi.
PENUTUP
Teori ini dalam menolong menggunakan pendekatan direct menggunakan nasehat yang ditandai oleh menyerang masalah dengan intektual dan meyakinkan (koselor). Tekniknya jelas, teliti, makin melihat/menyadari pikiran dan kata-kata yang terus menerus ditujukan kepada diri sendiri, yang membawa kehancuran kepada diri sendiri. Cara konselor ialah dengan pendekatan yang tegas, memintakan perhatian kepada pikiran-pikiran yang menjadi sebab gangguan itu dan bagaimana pikiran dan kalimat itu beroperasi hingga membawa akibat yang merugikan. Konselor selanjutnya menolong dia untuk memikir kembali, menantang, mendebat, menyebutkan kembali kalimat-kalimat yang merugikan itu, dan dengan cara demikian ia membawa klien ke kesadaran dan tilikan baru. Tetapi tilikan dan kesadaran tidak cukup. Ia harus dilatih untuk berpikir dan berkata kepada diri sendiri hal-hal yang lebih positive dan realistik. Terapis mengajar klien untuk berpikir betul dan bertindak efektif. Teknik yang dipakai bersifat eklektif dengan pertimbangan :
Teori ini dalam menolong menggunakan pendekatan direct menggunakan nasehat yang ditandai oleh menyerang masalah dengan intektual dan meyakinkan (koselor). Tekniknya jelas, teliti, makin melihat/menyadari pikiran dan kata-kata yang terus menerus ditujukan kepada diri sendiri, yang membawa kehancuran kepada diri sendiri. Cara konselor ialah dengan pendekatan yang tegas, memintakan perhatian kepada pikiran-pikiran yang menjadi sebab gangguan itu dan bagaimana pikiran dan kalimat itu beroperasi hingga membawa akibat yang merugikan. Konselor selanjutnya menolong dia untuk memikir kembali, menantang, mendebat, menyebutkan kembali kalimat-kalimat yang merugikan itu, dan dengan cara demikian ia membawa klien ke kesadaran dan tilikan baru. Tetapi tilikan dan kesadaran tidak cukup. Ia harus dilatih untuk berpikir dan berkata kepada diri sendiri hal-hal yang lebih positive dan realistik. Terapis mengajar klien untuk berpikir betul dan bertindak efektif. Teknik yang dipakai bersifat eklektif dengan pertimbangan :
- Ekonomis dari segi waktu baik bagi konselor maupun konseli.
- Efektifitas teknis-teknis yang dipakai cocok untuk bermacam ragam konseli.
- Kesegaran hasil yang dicapai.
- Kedalaman dan tanah lama serta dapat dipakai konseli untuk mengkonseling dirinya sendiri kalah.
Kesimpulannya,
penstrukturan kembali filosofis untuk merubah kepribadian yang salah berfungsi
menyangkut langkah-langkah sebagai berikut : (1) mengakui sepenuhnya bahwa kita
sebagian besar bertanggungjawab penciptaan masalah-masalah kita sendiri; (2)
menerima pengertian bahwa kita mempunyai kemampuan untuk merubah
gangguan-gangguan secara berarti; (3) menyadari bahwa problem-problem dan emosi
kita berasal dari kepercayaan-kepercayaan tidak rasional ; (4) mempersepsi
dengan jelas kepercayaan-kepercayaan ini; (5) menerima kenyataan bahwa, jika
kita mengharap untuk berubah, kita lebih baik harus menangani cara-cara tingkah
laku dan emosi untuk tindak balasan kepada kepercayaan-kepercayaan kita dan
perasaan-perasan yang salah fungsi dan tindakan-tindakan yang mengikuti; dan
(6) mempraktekkan metode-metode RET untuk menghilangkan atau merubah
konsekuensi-konsekuensi yang terganggu pada sisa waktu hidup kita ini.
SUMBER
Aryatmi, S., 1991, Perspektif BK dan Penerapannya di Berbagai Institusi, Satya Wacana Semarang.
Corey G., 1991/1995, Teori dan Praktek dari Konseling dan Psikoterapi (terjemahan Mulyarto), IKIP Semarang Pres.
Prayitno, 1998, Konseling Pancawashita, progdi BK PPB, FIP, IKIP Padang
Rosjidan, 1998, Pengantar Teori-teori Konseling, Depdikbud Dirjen PT Proyek P2LPTK, Jakarta
Surya, M., 1988, Dasar-Dasar Konseling Pendidikan, Kota Kembang, Yogyakarta.
Aryatmi, S., 1991, Perspektif BK dan Penerapannya di Berbagai Institusi, Satya Wacana Semarang.
Corey G., 1991/1995, Teori dan Praktek dari Konseling dan Psikoterapi (terjemahan Mulyarto), IKIP Semarang Pres.
Prayitno, 1998, Konseling Pancawashita, progdi BK PPB, FIP, IKIP Padang
Rosjidan, 1998, Pengantar Teori-teori Konseling, Depdikbud Dirjen PT Proyek P2LPTK, Jakarta
Surya, M., 1988, Dasar-Dasar Konseling Pendidikan, Kota Kembang, Yogyakarta.
0 Komentar: