Riekha Pricilia

Perempuan, 21 Tahun

Riau, Indonesia

Tiga sifat manusia yang merusak adalah : kikir yang dituruti, hawa nafsu yang diikuti, serta sifat mengagumi diri sendiri yang berlebihan. <div style='background-color: none transparent;'></div>
::
PLAY
Faceblog-Riekha
Shutdown

Navbar3

Search This Blog

Minggu, 03 April 2011

Pengaruh Ayah poligami terhadap anak

PENGARUH AYAH YANG POLIGAMI TERHADAP KEKERASAN PSIKOLOGIS DAN PENALARAN MORAL REMAJA
  1. 1. Hipotesis
Ada hubungan antara kekerasan psikologi dengan penalaran moral remaja dengan ayah poligami. Semakin tinggi kekerasan psiklogis, maka semakin rendah penalaran moral remaja dengan ayah poligami. Sebaliknya semakin rendah kekerasan psikologis, maka semakin tinggi penalaran moral remaja dengan ayah poligami.
  1. Variabel Bebas : pengaruh ayah yang poligami.
  2. Variabel Terikat : kekerasan psikologis dan penalaran moral remaja.
  3. Subjek
sampel yang digunakan adalah aksidental dengan jumlah subjek   30 orang Remaja.
  1. 5. Hasil
    1. Hasil Uji Relabilitas dan Validitas
      1. Uji Relabilitas
      2. Uji Validitas
  • Uji Validitas skala kekerasan psikologis.

Read More --►

HUBUNGAN HADIS DENGAN AL-QUR’AN

BAB I HUBUNGAN HADIS DENGAN AL-QUR’AN
Dari sekian banyak pengertian ilmu hadis menurut para Ulama, dapat disimpulkan menjadi 3 :
a. Ilmu hadits : ilmu tentang periwayatan segala sesuatu yang berhubungan dengan Rasulullah. Baik mengenai perkataan beliau, perbuatan, atau pengakuan yang beliau ikrarkan (yakni berupa sesuatu yang dilakukan di depan nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan perbuatan itu tidak dilarang olehnya), atau sifat-sifat maupun tingkah laku Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam termasuk tingkah lakunya, sebelum beliau diangkat menjadi Rasul atau sesudahnya, atau menukil / meriwayatkan apa saja yang dihubungkan kepada sahabat atau tabi’in. Pengertian ini dikenal dengan istilah Ilmu Riwayatu Al-Hadis.
b. Ilmu hadits ialah ilmu tentang sistem atau metode untuk keadaan sanad-sanad hadits dan keadaan rawi-rawi. Ilmu seperti ini dikenal dengan Ilmu Ushul Hadits.
c. Ilmu hadits : ilmu tentang pembahasan terhadap makna-makna dan maksud-maksud yang dikandung oleh lafadz-lafadz hadits berdasarkan kaidah-kaidah bahasa Arab, dan aturan-aturan syariah, serta kesesuainnya dengan tingkah laku Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Ilmu hadits pertama bertujuan untuk menjaga kemurnian sunnah Al-Nabawiyah, dan untuk mempubilaksikannya di kalangan umat Islam, sekaligus menjaga keabadian sunnah. Sedangkan pengertian yang kedua bertujuan untuk mengetahui tingkatan-tingkatan hadits guna membedakan antara yang shahih dengan yang tidak. Kemudian, pengertian yang ketiga bertujuan untuk mengetahui hukum-hukum syara’ dan penjelasan terhadap Al Quran, serta untuk mengikuti jejak Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Sehingga kita dapat bertingkah laku sebagaimana perilaku beliau agar mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat.

Read More --►

Bingung!!!Memilih Jurusan Yang Tepat Masuk Perguruan Tinggi??

Ujian Nasional sudah diselenggarakan dan berikutnya adalah merencanakan dan menentukan langkah selanjutnya.
Apakah mau masuk perguruan tinggi, jurusan apa yang dipilih, dsb. Bagi anak yang sudah mengetahui apa bakat dan
minatnya dan terbiasa mengambil keputusan sendiri, tidak banyak mengalami kendala dalam memilih jurusan.
Masalahnya di masa ini banyak siswa SMA yang sulit ambil keputusan karena tidak tahu apa bakat dan minatnya, dan
banyak yang belum menemukan potensi dirinya, tidak terbiasa mengambil keputusan sendiri bahkan untuk hal-hal yang
terkait dengan kepentingannya, sehingga bingung ketika harus memilih jurusan dan perguruan tinggi. Belum lagi gaya
ikut-ikutan teman agar ketika kuliah sudah memiliki teman yang telah dikenal, atau juga karena mengikuti pacar.
Kebingungan siswa ada pula yang disebabkan sikap orang tua yang memaksakan anak memilih jurusan yang ditentukan
orang tua, bukan kemauan dan minat anaknya.
Dampak Dari Salah Memilih Jurusan
Banyak orang berpandangan, pilihlah jurusan yang gampang (gampang masuk dan gampang lulus), supaya gampang
dapat pekerjaan dan gajinya besar, regardless sesuai minat atau tidak. Sebenarnya pandangan ini perlu ditinjau ulang
karena memilih suatu jurusan bukanlah persoalan yang mudah. Dalam memilih jurusan, siswa perlu memperhitungakan
beberapa faktor seperti kemampuan, minat, bakat, kepribadian, dll. Salah memilih jurusan punya dampak yang signifikan
terhadap kehidupan anak di masa mendatang. Apa saja dampaknya ?

Read More --►

Psikis Remaja Sekarang

Psikologi Remaja, Karakteristik dan Permasalahannya

Masa yang paling indah adalah masa remaja.
Masa yang paling menyedihkan adalah masa remaja.
Masa yang paling ingin dikenang adalah masa remaja.
Masa yang paling ingin dilupakan adalah masa remaja.
Remaja
Menurut Hurlock (1981) remaja adalah mereka yang berada pada usia 12-18 tahun. Monks, dkk (2000) memberi batasan usia remaja adalah 12-21 tahun. Menurut Stanley Hall (dalam Santrock, 2003) usia remaja berada pada rentang 12-23 tahun. Berdasarkan batasan-batasan yang diberikan para ahli, bisa dilihat bahwa mulainya masa remaja relatif sama, tetapi berakhirnya masa remaja sangat bervariasi. Bahkan ada yang dikenal juga dengan istilah remaja yang diperpanjang, dan remaja yang diperpendek.
Remaja adalah masa yang penuh dengan permasalahan. Statemen ini sudah dikemukakan jauh pada masa lalu yaitu di awal abad ke-20 oleh Bapak Psikologi Remaja yaitu Stanley Hall. Pendapat Stanley Hall pada saat itu yaitu bahwa masa remaja merupakan masa badai dan tekanan (storm and stress) sampai sekarang masih banyak dikutip orang.

Read More --►

Mengapa ya? ibu Hamil Muda Tidak Nafsu Makan!!!??

Katanya sih:

Pada awal kehamilan, calon ibu pasti akan merasakan mual yang luar biasa. Selain membuat calon ibu malas melakukan aktifitas, kondisi ini ternyata juga mempengaruhi selera makan sang ibu.
Meski sulit untuk menelan makan, usahakan agar ibu hamil tetap makan, walaupun sedikit. Sebab janin di dalam perut membutuhkan asupan nutrisi. Terlebih lagi, pada masa 8 minggu pertama kehamilan, otak janin mulai bertumbuh, dan proses ini membutuhkan dukungan nutrisi yang baik
Penyebab
  1. HcG (Human Chorionic Gonodotropin) adalah sejenis hormon yang dihasilkan oleh plasenta pada awal kehamilan. Keberadaan hormon tersebut di dalam darah memicu reaksi penolakan tubuh, karena dianggap sebagai benda asing. Penolakan tubuh inilah yang memicu sensai mual pada awal kehamilan.  Dan rasa mual, seringkali menyebabkan ibu tidak bisa menelan makanan. Ketika fungsi plasenta telah sempurna, rasa mual ini akan hilang, sehingga ibu kembali dapat makan seperti biasa. Umumnya rasa mual akan berhenti pada usia kehamilan 12-14 minggu (awal trimester kedua).
Read More --►

Pertanyaan?Bolehkan Membersihkan Eks Buang Air Besar dengan Tissu!!!

Istijmar (Berbersih Dari Buang Air Dengan Selain Air)
Dari Abdurrahman bin Yazid dari Salman -radhiallahu anhu- bahwa:
قِيلَ لَهُ قَدْ عَلَّمَكُمْ نَبِيُّكُمْ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلَّ شَيْءٍ حَتَّى الْخِرَاءَةَ قَالَ فَقَالَ أَجَلْ لَقَدْ نَهَانَا أَنْ نَسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةَ لِغَائِطٍ أَوْ بَوْلٍ أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِيَ بِالْيَمِينِ أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِيَ بِأَقَلَّ مِنْ ثَلَاثَةِ أَحْجَارٍ أَوْ
أَنْ نَسْتَنْجِيَ بِرَجِيعٍ أَوْ بِعَظْمٍ
“Ditanyakan kepadanya, “(Apakah) Nabi kalian telah mengajarkan segala sesuatu hingga adab beristinja?” Abdurrahman berkata, “Salman menjawab, “Ya. Sungguh beliau telah melarang kami untuk menghadap kiblat saat buang air besar dan saat buang air kecil, serta beliau melarang kami untuk beristinja’ dengan tangan kanan, beristinja’ dengan batu kurang dari tiga buah, atau beristinja’ dengan kotoran hewan atau tulang.” (HR. Muslim no. 262)
Dari Abu Hurairah Radhiallaahu ‘anh  bahwa Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
مَنْ تَوَضَّأَ فَلْيَسْتَنْثِرْ وَمَنْ اسْتَجْمَرَ فَلْيُوتِرْ
“Barangsiapa yang berwudhu maka hendaknya beristintsar (mengeluarkan air dari hidungnya), dan barangsiapa yang beristijmar (bersuci dengan batu) maka hendaklah dia mengganjilkan jumlah (batu)nya.” (HR. Muslim no. 239)

Read More --►

Tentang Psikologi Di UIN



Psikologi Islam Mengitegrasikan Ilmu dan Iman


Psikologi Islam kini telah menjadi salah satu disiplin ilmu yang menantang. Tak heran jika kini mulai banyak perguruan tinggi yang menjadikan psikologi Islam sebagai salah satu mata kuliah di fakultas-fakultas psikologinya. Bahkan, sejak beberapa tahun lalu, Fakultas Psikologi UIN Jakarta telah mengangkat dua Guru Besar Psikologi Islam, salah satunya adalah Prof Dr Abdul Mujib. Bagaimana konsep psikologi Islam, apa distingsinya dengan psikologi "sekuler" dan bagaimana implementasinya di Fakultas Psikologi UIN Jakarta? Untuk mengetahuinya, Jumat (17/12), Iradatul Aini dari UIN Online mewawancari pakar psikologi Islam di Indonesia itu. Berikut petikannya.
Read More --►

KEistimewa'anKOTA SUCI di DUNIA MEKAH al MUKARROMAH.

Diantara keutamaan kota Mekah ialah karena Allah SWT  telah memilihnya sebagai ; (1) Tempat dibangunnya rumah Allah (Baitullah); (2) Kota kelahiran & kenabian Muhammad SAW, Penutup para Rossul; (3) Tempat beribadah para hamba-Nya serta adanya kewajiban atas mereka untuk mengunjunginya; (4) Tempat yang tidak boleh seorangpun masuk kedalamnya kecuali dengan kerendahan hati; (5) Tempat yang dijadikan Allah sebagai Tanah Suci yang aman , yang tidak boleh ada pertumpahan darah; (6) Tempat yang dimaksudkan untuk menghapus dosa-dosa; (7) Tempat yang Allah mensyariatkan kepada manusia untuk bertawaf di Ka’bah; (8) Tidak ada dimuka bumi ini, suatu tempat yang Allah mewajibkan bagi orang-orang yang mampu untuk mengunjunginya; (9) Tidak ada sejengkal bumi pun yang Allah wajibkan hamba-hamba-Nya untuk menghadap & melambaikan tangan kecuali kepada Ka’bah, Hajar aswad, dan Rukun yamani, serta merupakan kiblat manusia seluruh dunia; (10) Tidak ada di muka bumi ini suatu masjid pun, di mana orang sholat di dalamnya maka pahalanya akan dilipatgandakan; (11) Tempat yang dilarang oleh Allah untuk menghadap / membelakanginya waktu buang hajat; (12) Tempat yang Allah akan memberikan balasan bagi siapa saja yang berniat jahat, walaupun belum melakukannnya, dan barangsiapa melakukan kejahatan maka balasannya akan dilipatgandakan, sebab melakukan kejahatan di Tanah Suci ialah lebih besar dosanya dibandingkan di tempat lain. Demikian juga sebaliknya jika kita akan berbuat baik.
Demikianlah diantara keutamaan-keutamaan kota suci Mekah. Namun, sesungguhnya masih terdapat beberapa keutamaan lain, seperti adanya tempat-tempat mustajab; barangsiapa berdo’a di dalamnya, maka Allah akan mengabulkannya. Keistimewaan lainnya, karena Allah bersumpah dengannya dalam al-Qur’an, dan larangan atas orang-orang kafir untuk masuk kedalamnya. Disamping itu, Mekah adalah kota yang dijaga Malaikat, sehingga Dajjal pun tidak dapat masuk ke dalamnya.
Berikut ini ialah beberapa Hadist Nabi Muhammad SAW yang menunjukkan keutamaan kota Mekah; (1) Rasulullah SAW bersabda ketika beliau berada di Hazwarah : ” Demi Allah, sesungguhnya engkau (Mekah) ialah sebaik-baik bumi Allah, dan bagian bumi Allah yang paling dicintai-Nya, seandainya aku tidak dikeluarka darimu, maka aku tidak akan keluar “; (2) Rasulullah bersabda : ” Tidak ada bumi yang lebih baik dan lebih aku sukai daripadamu (Mekah), seandainya kaumku tidak mengusirku darimu, maka aku tidak akan tinggal di selainmu ” ( Banyak yang meriwayatkan Rosulullah menitikkan air mata sebelum hijarah ke Madinah al Munawwaroh ); (3) Rasulullah bersabda: ” Demi Allah, aku tidak akan meninggalkanmu (Mekah), karena sesungguhnya aku tahu bahwa engkau merupakan bumi Allah yang paling aku cintai, dan yang paling mulia di sisi-Nya. Seandainya kaumku tidak mengusirku, maka aku tidak akan keluar “
Mekah dalam Al-Qur’an :
(1) Makkah. (“Dan Dia-lah yang menahan tangan mereka dari (membinasakan) kamu dan (menahan) tangan kamu dari (membinasakan) mereka di tengah kota Mekah sesudah Allah memenangkan kamu atas mereka”) (Q,s. al-Fath/48:24)
(2) Bakkah. (“Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadah) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia”) (Q,s. al-Imran/3:96). Ada 4 pendapat mengenai “Bakkah”, (1) Bagian bumi dimana terdapat Ka’bah, (2) Sekitar Baitullah, (3) Masjidil Haram dan Ka’bah, karena “Makkah” ialah nama untuk daerah Haram ( daerah Suci ) seluruhnya, dan (4) “Bakkah” atau “Makkah” sama.
(3) Ummul Qura’ (Perkampungan tua). (“Dan ini (al-Qur’an) adalah kitab yang telah Kami turunkan yang di berkahi; membenarkan kitab-kitab yang (diturunkan) sebelumnya dan agar kamu memberi peringatan kepada (penduduk) Ummul Qura’ (Makkah) dan orang-orang yang disekitarnya”) (Q,s. al-An’am/6:92). Disebut juga dalam surat al-Syura, (“Demikianlah Kami wahyukan kepadamu al-Qur’an dalam bahasa arab supaya kamu memberi peringatan kepada ummul Qura’ (penduduk Mekah) dan penduduk (negeri-negeri) sekelilingnya serta memberi peringatan (pula) tentang hari berkumpul (kiamat) yang tidak ada keraguan padanya. Segolongan masuk surga dan segolongan masuk neraka”) (Q,s.al-Syura/42:7)
(4) Al-Balad (Negeri). (“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim A.S berdo’a: “Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala”) (Q,s.Ibrahim/14:35) DAlam surat lain disebutkan, (“Aku benar-benar bersumpah dengan kota ini (Mekah). Dan kamu (Muhammad) bertempat di kota Mekah ini”) (Q,s.al-Balad/90:1-2)
(5) Al-Balad al-Amin (Negeri yang Aman). (“Dan demi kota (Mekah) ini yang aman”) (Q,s.al-Tin/95:3). Menurut Ibn al-Jauzi bahwa orang yang merasa takut pada masa jahiliyah akan merasa aman berada dalam kota Mekah, dan orang arab jika mengatakan sesuatu yang dapat memberikan keamanan menyebutnya “al-Amin”.
(6) Al-Baldah (Negeri). (“Aku hanya diperintahkan untuk menyembah Tuhan Negri ini (Mekah) yang telah menjadikannya suci dan kepunyaan-Nya-lah egala sesuatu, dan aku diperintahkan supaya aku termasuk orang-orang yang berserah diri”) (Q,s.al-Naml/27:91). Menuurut Ibn al-Jauzi,al-Baldah dalam ayat tersebut ialah Mekah.
(7) Haram Amin (Tanah Suci yang Aman). (“Dan mereka berkata; “Jika kami mengikuti petunjuk bersama kamu, niscaya kami akan diusir dari negeri kami”. Dan apakah kami tidak meneguhkan kedudukan mereka dalam daerah haram (tanah suci) yang aman , yang didatangkan ke tempat itu buah-buahan dari segala macam (tumbuh-tumbuhan) untuk menjadi rezki (bagimu) dari sisi Kami?. Tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui”) (Q,s.al-Qashash/28:57). Di riwayatkan juga dalam ayat lain, (“Dan apakah mereka tidak memperhatikan, bahwa sesungguhnya Kami telah menjadikan (Negeri mereka) tanah suci yang aman, sedang manusia sekitarnya rampok-merampok. Maka mengapa (sesudah nyata kebenaran) mereka masih percaya kepada yang bathil dan ingkar kepada nikmat Allah SWT?”) (Q,s.al-Ankabut/29:67)
(8) Qoryah (Negeri/ampung). (“Dan betapa banyaknya negeri-negeri yang (penduduknya) lebih kuat dari (penduduk) negerimu (Muhammad) yang telah mengusirmu itu. Kami telah membinasakan mereka; maka tidak ada seorang penolongpun bagi mereka”) (Q,s.Muhammad/47:13). Yang di maksud negeri Muhammad menurut Ibn Juzi ialah Mekah.
(9) Ma’ad (Tempat kembali). (“Sesungguhnya yang mewajibkan atasmu (melaksanakan hukum-hukum) al-Qur’an, benar-benar akan mengembalikan kamu ke tempat kembali”) (Q,s.al-Qashash/28:85). Menurut Ibn Abbas, tempat kembali yang dimaksud dalam ayat tersebut ialah Mekah.
(10) Wad Ghairu Dzi Zar’in ( Lembah yang gersang). (Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang di hormati, Ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan sholat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur”) (Q,s.Ibrahim/14;37). Dahulu di Mekah tidak ada tanaman dan air.
Demikianlah sedikit gambaran tentang keutamaan kota suci Mekah al Mukarromah. Mungkin masih banyak lagi keutamaan yang penulis tidak tahu. Mohon maaf bila ada kesalahan dalam penulisan ataupun penyusunan kata-kata. Maklum penulis tidak terlalu banyak mengerti dalam pembuatan artikel. Kritik dan Saran selalu ditunggu. Jangan lupa beri komentar yang positif demi membangun manusia menuju akhlak yang baik.
Read More --►

Korban Film Cinta Yang Efisien



011
Catatan :
  1. Faktor cinta sebelum kawin tidak pernah disinggung dalam ajaran Islam. Dalam praktek, cinta sebelum kawin sering penuh dengan rahasia, sebab biasanya orang yang sedang bercinta berusaha menutupi kekurangannya yang satu terhadap yang lain; sering pula orang yang sedang bercinta tidak mempunyai pertimbangan netral obyektif, seperti yang dikatakan pepatah : “Cinta itu buta”. Oleh karena itu pertimbangan cinta sebelum kawin tidak mutlak untuk suksesnya hidup perkawinan.
  2. Untuk mengambil suatu keputusan apakah yang diinginkan menjadi jodoh seseorang akan membawa kebaikan di belakang hari atau tidak, harus dimohonkan petunjuk dari Tuhan yang yang Maha  Mengetahui segala sesuatu yang gaib. Jalannya dengan sholat istikharah (shalat minta pilihan).
Dari catatan tersebut di atas, dapatlah kita mengerti bahwa memilih jodoh yang tepat menurut ajaran Islam adalah pilihan atas dasar pertimbangan kekuatan jiwa agama dan akhlaq. Dan perlu diingat bahwa perkawinan bukan semata-mata kesenangan duniawi, tetapi juga sebagai jalan untuk membina kehidupan yang sejahtera lahir dan batin serta menjaga keselamatan agama dan nilai-nilai moral bagi anak keturunan. Hal ini berlaku bagi calon suami maupun calon isteri.
Islam bukannya tidak memberi tempat sama sekali kepada pertimbangan faktor-faktor lain. Islam hanya menekankan agar pertimbangan faktor agama dan akhlaq memperoleh prioritas, kemudian baru pertimbangan faktor-faktor lain. Sudah tentu akan amat ideal apabila seseorang menemukan jodoh yang agamanya kuat, cantik, kaya dan keturunan serta pangkatnyapun baik.
JODOH DALAM PANDANGAN ISLAM


Ustz. Herlini Amran, MA

Allah swt berfirman dalam QS : Ar Ruum : 21
Dan  di  antara  tanda-tanda  kekuasaan-Nya  ialah  Dia menciptakan  untukmu  istri-istri dari jenismu sendiri, supaya  kamu  cenderung  dan merasa tenteram kepadanya, dan  dijadikan-Nya  di  antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya   pada   yang   demikian  itu  benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.
Sudah  menjadi sunatullah bahwa Allah menciptakan semua makhluknya  berpasang-pasangan  dan semua manusia pasti ada   jodohnya  tergantung  ikhtiar  dari  manusia itu sendiri ataupun takdir Allah. Karena setiap takdir itu ada  yang  mutlak (sudah menjadi ketentuan Allah), kita sebagai  manusia  hanya  bisa menerimanya dan satu lagi adalah  takdir  ikhtiari  yaitu takdir yang memang bisa diperoleh   dengan   jalan   ikhtiar  atau  usaha yang sungguh-sungguh
Ikhtiar yang bisa dilakukan oleh seorang Muslimah dalam mencari jodoh :
1.  
Berdoa kepada Allah agar diberikan jodoh yang baik, misalnya dengan shalat hajat. Allah  telah berjanji dalam firmannya bahwa Muslim yang baik  akan mendapatkan Muslimah yang baik dan laki-laki yang  buruk  akan  mendapatkan  wanita yang buruk pula, maka tugas seorang muslimah adalah berusaha  untuk menjadi   Muslimah yang baik,   berikhtiar  dengan sungguh-sungguh dan berdoa kepada  Allah agar mendapatkan  jodoh  yang  baik  dengan cara yang sesuai dengan nilai-nilai Islam.
Wanita-wanita  yang  keji  adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang  keji  (pula),  dan wanita-wanita yang baik adalah untuk  laki-laki  yang  baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula)…..(QS : An Nuur : 26)
2.  
Meminta  kepada orang tua/wali untuk dicarikan jodoh yang baik. Dalam  Islam  sebenarnya  masalah  jodoh  bagi muslimah bukanlah  menjadi  tanggung  jawab  diri sendiri tetapi menjadi  tanggung jawab orang tua ataupun wali.
Bahkan pada  masa  Rasulullah saw, pemerintah bertanggungjawab untuk  mencarikan  jodoh bagi muslim dan muslimah pada masanya.  Sehingga seorang muslimah tidak perlu mencari sendiri  jodoh  untuk dirinya. Pendekatan/khalwat yang dilakukan sebelum ikatan pernikahan dengan alasan untuk saling  mengenal antara keduanya tidaklah sesuai dengan nilai-nilai  Islam. Bahkan pendekatan ini tidak selalu menjamin  menjadi  rumah  tangga  yang  langgeng karena biasanya  pendekatan  yang dilakukan sebelum pernikahan lebih mengedepankan sisi subjektivitas antara keduanya.
3.  
Melalui  mediator misalnya teman, saudara atau orang lain yang dapat dipercaya. Dan  kawinkanlah  orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang  yang  layak  (berkawin)  dari hamba-hamba   sahayamu   yang  lelaki  dan  hamba-hamba sahayamu  yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan  mereka  dengan  kurnia-Nya.  Dan Allah Maha luas   (pemberian-Nya)   lagi   Maha  Mengetahui. Dan orang-orang  yang  tidak  mampu kawin hendaklah menjaga kesucian  (diri)  nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya. …(An Nuur : 32-33)
4.  
Mencari  sendiri  dengan  syarat  tidak  boleh langsung tetapi bersama pihak ketiga Rasulullah saw   permah   memberikan  kriteria  untuk menentukan   pilihan   pasangan   hidup   bagi  seorang muslim/ah  yang  apabila dilaksanakan insya Allah rumah tangga   Sakinah   mawaadah  warahmah  akan  dirasakan, Amin…
Apabila  datang  laki-laki  (untuk meminang) yang kamu ridhoi agamanya dan akhlaknya maka kawinkanlah dia, dan bila  tidak  kamu  lakukan  akan terjadi fitnah di muka bumi  dan  kerusakan  yang  meluas. (HR. Tirmidzi dan Ahmad) à  
untuk muslimah
Wanita  dinikahi  karena  empat  faktor,  yakni karena harta    kekayaannya,   karena   kedudukannya, karena kecantikannya dan karena agamanya. Hendaknya pilihlah yang beragama agar berkah kedua tanganmu. (HR. Muslim) à 
untuk muslim
5.  
Jangan putus asa…. Jodoh  adalah masalah ghoib yang menjadi rahasia Allah, sebagai  manusia  hanya  bisa  berikhtiar  dan berdoa. Bagi  muslimah  yang  belum  mendapatkan  jodoh jangan berputus  asa,  tetaplah berikhtiar dan berdoa. Sudah menjadi janji Allah bahwa semua  makhluknya  akan berpasang-pasangan. Hanya  Allah yang maha tahu kapan waktu   yang  tepat  untuk  jodoh  kita masing-masing. Wallahualam bishowwab..
Pernah Menonton Film AYAT_AYAT CINTA yang populer tentang jodoh dalam islam..kalau belum nie crita ringkas nya...

Di luar dugaan, tanggal 14 Maret 2008 saya sudah menonton film Ayat Ayat Cinta (AAC), melalui proses yang sangat mendadak, sampai-sampai saya sulit menceritakan kronologisnya.
Yang jelas begini:
Saya tahu banyak orang yang kecewa terhadap film ini. Karena itu, sejak awal, jauh sebelum film ini diputar di bioskop, saya sudah menulis artikel tentang "Tiga Bekal Sebelum Menonton Film Ayat Ayat Cinta ." Tentu, saya pun harus mempraktekkan ketiga bekal tersebut sebelum menonton.
Hasilnya, alhamdulillah saya tidak kecewa. Ketika Fahri dan Aisha pada film ini berbeda dengan Fahri dan Aisha versi novelnya, saya menganggap itu wajar-wajar saja.
Pada novel, Fahri ditampilkan sebagai sosok "ikhwah"(*) yang sangat sempurna. Tapi di film, Fahri cenderung emosional dan - setuju dengan pendapat Asma Nadia - sikapnya seperti suami takut istri.  Fahri versi novel yang sangat pintar dalam ilmu agama, menjadi terlihat bego ketika ia - pada versi film - digurui oleh sahabatnya Saiful mengenai ta'aruf.
Sementara Aisha versi film terlihat sebagai sosok yang kontradiktif:
Di satu sisi dia lebih banyak terlihat sebagai seorang istri pecemburu dan dominan dalam keluarga. Ia judes dan jauh dari bijaksana. Kegusarannya ketika menyadari "saya belum kenal siapa suami saya" dan mengobrak-abrik koleksi buku Fahri, adalah sikap yang sangat mengherankan bagi kalangan "ikhwah"(*). Dengan kata lain, pada sisi ini Aisha terlihat sebagai seorang perempuan yang hidupnya masih jauh dari nilai-nilai Islam.
Tapi ketika Aisha terlihat rela dan lapang dada, mengizinkan suaminya menikah lagi dengan Maria, di sisi inilah saya melihat keteguhan hati seorang muslimah sejati. Aisha terlihat amat memahami dan menjiwai nilai-nilai Islam yang sebenarnya.
Dari segi "teori" cerita fiksi, karakter Aisha yang kontradiktif ini terlihat SANGAT ANEH. Dan inilah menurut saya salah satu "kesalahan utama" film AAC.
Menurut owek nie ye, satu-satunya tokoh di film AAC yang mirip dengan tokoh versi novel adalah Maria. Saya setuju! Tapi Noura dan Nurul versi film - menurut saya - juga tak kalah mirip dengan versi novelnya.
Sayangnya, perhatian penonton "kalangan ikhwah"(*) justru tertuju pada sosok Fahri dan Aisha, sebab kedua tokoh inilah yang paling "gue banget" bagi mereka. Jadi ketika Fahri dan Aisha ditampilkan sebagai tokoh yang "lebih manusiawi", sosok yang tidak sesuai dengan "karakter ikhwah sejati"(*), saya menemukan alasan kenapa banyak orang yang kecewa bahkan memprotes film ini sebagai produk yang menghina Islam!
Saya bisa memaklumi "kemarahan" seperti itu. Tapi di sisi lain, saya juga menyayangkan karena "kemarahan" tersebut sepertinya menunjukkan sikap yang kurang bisa memahami proses kreatif di balik pembuatan film AAC.
Film ini dibuat oleh seseorang yang sepertinya (maaf bila keliru) belum pernah "bersentuhan" dengan "kalangan ikhwah"(*). Jadi bila Mas Hanung menghadirkan Fahri dan Aisha versi film sesuai dengan persepsi dia yang "kurang tepat" mengenai "sosok ikhwah sejati"(*), saya kira itu wajar-wajar saja. Mungkin demikianlah persepsi Mas Hanung terhadap "orang Islam yang alim". Itu juga mungkin sebuah upaya Mas Hanung untuk membuat Fahri dan Aisha sebagai sosok yang lebih manusiawi.
Jadi, itu bukan sebuah upaya untuk menghina Islam, saya kira. Bagaimanapun, Mas Hanung juga seorang muslim, dan Habiburrahman El Shirazy selaku penulis novel AAC juga dilibatkan dalam proses pembuatan film ini. Mustahil rasanya bila mereka berdua berniat membuat film yang isinya menghina Islam.
* * *
Saya berpendapat bahwa ketika sebuah novel diangkat menjadi film, seharusnya si sutradara menerjemahkan novel tersebut berdasarkan sudut pandang yang unik, sesuai persepsi dia mengenai novel tersebut. Dalam hal ini, saya kira Mas Hanung sudah cukup berhasil.
Dalam persepsi saya (maaf bila keliru), tema atau sudut pandang yang diangkat pada film AAC ini adalah tentang jodoh. Dialog paling penting adalah ketika Fahri dan Maria berbincang di Sungai Nil, dan dialog ini dipertegas kembali di bagian ending:
"Kamu percaya pada jodoh, Fahri?"
"Ya, setiap orang memiliki…."
"... jodohnya masing-masing. Itu yang sering kamu ucapkan, bukan?"'
Mereka juga bercerita bahwa Sungai Nil dan Mesir adalah jodoh. Di bagian ending, Fahri menganalogikan dirinya sebagai Mesir dan Maria adalah Sungai Nil. "Kamu telah menemukan jodohmu, Maria."
Dialog-dialog ini tentu saja tidak terdapat pada novel AAC. Saya kira, ini adalah salah satu upaya Mas Hanung untuk mempertegas sudut pandang dan tema utama tentang jodoh yang hendak ia tonjolkan. Bagi saya, ini sah-sah saja bahkan sangat bagus. Sebab film yang diangkat dari novel memang harus dibuat dengan pendekatan dan sudut pandangan yang berbeda dari "produk aslinya". Jangan sampai muncul kesan bahwa film tak lebih dari sekadar ringkasan si novel. Bagaimanapun film dan novel adalah dua produk yang sangat jauh berbeda.
Dengan sudut pandang dan tema utama unik yang diangkat oleh Mas Hanung, saya berpendapat bahwa tokoh sentral pada film AAC hanya dua orang. Seandainya terjadi sebuah keadaan yang sangat darurat, di mana Mas Hanung dan timnya terpaksa hanya menghadirkan DUA tokoh saja di dalam film ini, maka kedua tokoh itu adalah Fahri dan Maria. Sebab mereka adalah tokoh paling penting dan paling berperan dalam KEUTUHAN CERITA film ini.
Bahkan pernikahan Fahri dengan Aisha, juga tindakan Noura yang memfitnah Fahri, merupakan unsur-unsur yang memperkuat hubungan Fahri dengan Maria. Seperti yang kita saksikan bersama, kejadian-kejadian yang dialami Fahri bersama Aisha dan Noura adalah kejadian-kejadian yang pada akhirnya mempersatukan Fahri dan Maria di dalam pernikahan.
Ya, demikianlah persepsi saya setelah menyaksikan film AAC. Jika memang benar Mas Hanung mengambil sudut pandang seperti yang saya ceritakan, maka saya angkat topi pada dia. Mas Hanung telah berhasil menyajikan film AAC dengan sudut pandang dan persepsi yang benar-benar berbeda dibanding novelnya.
Saya telah berusaha semaksimal mungkin untuk meng-amnesia-kan diri dari novel AAC sebelum menonton film ini, sesuai anjuran yang pernah saya tulis . Maka alhamdulillah saya akhirnya bisa melihat film ini sebagai sebuah produk yang tidak ada kaitan apapun dengan novelnya. Dengan cara ini, saya tidak sampai kecewa dan marah-marah ketika melihat banyak hal pada film ini yang JAUH BERBEDA dengan versi novelnya.
* * *
Awalnya, saya heran atas adegan tambahan mengenai "aktivitas poligami" di rumah Aisha, persaingan kedua istri untuk merebut perhatian Fahri, dan rasa cemburu Aisha yang membuat dia memutuskan untuk pergi ke Turki.
Sesuai pendapat yang tersaji di atas, saya tidak mempermasalahkan bila ada "adegan tambahan" pada film yang tidak terdapat pada novelnya. Itu sah-sah saja, sebab itu mungkin bagian dari persepsi dan sudut pandang subjektif si sutradara.
Tapi, dengan wawasan perfilman saya yang sangat minim, AWALNYA saya melihat bahwa adegan-adegan tersebut tidak penting. Tapi kemudian saya berubah pikiran. Mungkin lewat adegan-adegan tambahan ini, Mas Hanung ingin lebih mempertegas sudut pandang dan tema utama tentang perjodohan Fahri dan Maria. Adegan-adegan inilah yang akhirnya menghadirkan sebuah ucapan penting Maria, "Sekarang saya baru sadar, ternyata 'cinta' dan 'keinginan untuk memiliki' adalah dua hal yang berbeda."
* * *
Dengan sudut pandang dan persepsi Mas Hanung yang benar-benar berbeda dari versi novelnya, saya setuju bahwa film AAC lebih terkesan sebagai film "drama percintaan". Jadi sangat tepat ucapan yang pernah dilontarkan Mas Hanung, "Film AAC akan seperti Heart. Bedanya, pada AAC banyak muncul sosok perempuan berjilbab."
Lantas, di manakah letak "Islam" pada film ini?
Menurut saya, Islam pada film AAC lebih banyak terlihat pada unsur-unsur:
  • simbolis (jilbab, cadar, baju koko, pengajian, ucapan "Assallamualaikum"),
  • dialog antara Fahri dengan Alicia tentang posisi perempuan dalam Islam,
  • adegan poligami yang benar-benar menyentuh dan berakhir dengan happy ending,
  • pertengkaran di kereta api,
  • adegan ketika Maria memuji Islam lewat buku hariannya,
  • adegan ketika Maria meninggal dunia dalam keadaan sedang shalat,
  • proses ta'aruf antara Fahri dengan Aisha,
  • dan beberapa adegan lainnya.
Namun, menurut saya, adegan-adegan di atas bukanlah RUH UTAMA dari film ini. Ruh utamanya tetaplah masalah perjodohan dan hubungan unik antara Fahri dengan Maria.
Jadi bagi Anda para "ikhwah"(*) yang kecewa terhadap film ini, saya bisa maklum sekarang. Agar kekecewaan Anda berkurang bahkan hilang, saran saya berhentilah menganggap bahwa film AAC adalah film yang mengusung dakwah Islam. Memang ada dakwah di dalamnya, tapi itu bukan "jualan utama" film ini. Unsur dakwah pada film AAC hanya semacam "bonus tambahan" ketika kita membeli sebuah produk.
Cilangkap, 14 Maret 2008
Jonru
NB:
  1. (*) Sejujurnya, saya menggunakan istilah ikhwah hanya demi kepentingan praktis belaka. Saya berpendapat bahwa "ikhwah" bukanlah istilah yang ditujukan khusus bagi kalangan "harokah" tertentu. Istilah ini memiliki pengertian yang jauh lebih luas. Namun, saya dengan amat terpaksa "ikut arus", mengikuti salah kaprah yang selama ini sudah sangat kronis mengenai istilah "ikhwah", hanya demi tujuan praktis dan pragmatis belaka. Harap maklum.
  2. Banyak teman yang merasa heran pada karakter "pria di penjara" yang berwajah seram dan terlihat bejat, tapi sangat fasih ketika menasehati Fahri, seolah-olah dia adalah seorang ulama kondang. Bila si pria ini adalah orang Indonesia dan setting film ini memang di Tanah Air, terus terang saya juga sangat heran. Tapi si pria ini adalah orang Mesir, maka saya menemukan konteks yang masuk akal atas "keanehan" dia. Dari novel AAC, saya mendapat kesimpulan bahwa masyarakat Mesir memang punya karakter seperti itu; sebejat apapun, mereka tetap fasih dalam menyuarakan nilai-nilai Islam.
  3. Saya terus terang sangat terganggu oleh ucapan "Assallamualaikum" dari Maria dan Alicia, lalu dengan amat konyolnya disahut "waalaikumsalam" oleh Fahri dan teman-teman satu asramanya. Para mahasiswa Al Azhar ini seharusnya sangat paham akan ajaran Islam. Jadi mereka seharusnya tahu bagaimana cara yang baik dan benar dalam menyahut ucapan "Assallamualaikum" dari nonmuslim.
  4. Dari semua ulasan film AAC yang pernah saya baca, saya berpendapat bahwa ini  termasuk ulasan yang cukup baik, fair, dan membuat saya mengangguk-angguk setuju............
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
    By.korban film.heheheheh
Read More --►

Metode Penelitian (Metpen)


BAB I
1.Latar Belakang Masalah
Era modern dengan segala propagandanya telah menghancurkan nilai-nilai moral di Indonesia. Hal ini ditandai dengan semakin meningkatnya tindak kekerasan baik secara individual maupun kelompok. Berbagai tindak kekerasan seperti kerusuhan di Jakarta, peristiwa pengeboman di Bali, pengeboman beberapa gedung di kota-kota besar dan yang terakhir terjadi pengeboman di Batu Malang oleh beberapa oknum yang tidak bertanggung jawab.Selain itu tawuran antar pelajar makin meningkat sebagaimana yang sering diberitakan dalam media massa telah menimbulkan keterkejutan dan keprihatinan karena tindak kekerasan tersebut sungguh diluar perikemanusiaan.
Menurut Undang-Undang No.23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak dijelaskan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun termasuk anak yang berada dalam kandungan. Anak merupakan anggota keluarga dan makhluk yang tergolong lemah baik secara fisik maupun pemenuhan semua kebutuhan serta hak-hak mereka sebagai anak. Anak perlu ruangan yang kondusif untuk pertumbuhan dan perkembangan mereka yang idealnya selama proses tumbangnya anak diberikan stimulasi serta lingkungan yang mendukung untuk proses tumbangnya, sehingga pertumbuhan fisik dan perkembangannya baik perkembangan kognitif, psikomotor, emosional, kreativitas dan yang paling penting perkembangan sosial dan moral anak. Anak secara penuh menyerahkan hidupnya pada orang tuanya yang diharapkan dapat menjadi tempat bernaung yang aman bagi anak.Bisa kita bayangkan bagaimana perkembangan anak dalam proses tumbangnya banyak mengalami kejadian-kejadian yang traumatis akibat kekerasan yang dilakukan oleh orang tua atau lingkungan sekitarnya.
Memang sangat sulit kita percayai bahwa seorang anak yang seharusnya menjadi tempat curahan kasih sayang dari orang tua dan keluarganya malah mendapatkan penganiayaan bahkan sampai ada yang dirawat di Rumah sakit bahkan ada yang meninggal dunia, belum lagi dampak psikologis yang dialami anak jika mereka mendapatkan trauma secara emosional.
            Berdasarkan data dari Bimmas Polri Metro Jaya 2004  berbagai  kenakalan remaja sebagai bentuk dari tindakan agresif dari tahun 1998-2003 yang tercatat adalah perkelahian antar pelajar (sebanyak 157 kasus), kasus menewaskan 38 pelajar, 2 anggota masyarakat dan 2 anggota Polri (sebanyak 607 kasus), dan tahun 2004 meningkat hingga 230 kasus yang menewaskan 37 korban (www. e-psikologi . com).
Penelitian Denzin (1984) disitasi oleh Idrus (1999) memaparkan bahwa terjadinya kekerasan dalam keluarga disebabkan oleh pengalaman masa kecil yang berpengaruh pada kepribadian, sikap dan pandangan hidup individu. Penelitian ini mengindikasikan bahwa orang tua pada saat masa kecilnya mempunyai latar belakang mengalami kekerasan cenderung meneruskan pendidikan tersebut kepada anak-anaknya yang disebut "pewarisan kekerasan antar generasi". Beberapa studi mendukung temuan ini bahwa dampak menyaksikan kekerasan yang dilakukan orang tua pada masa kecil merupakan prediksi penyebab kekerasan lebih besar dibanding bila menyaksikan secara langsung ketika seseorang sudah dewasa. Hal ini disebabkan pada waktu kecil anak-anak sedang dalam proses perkembangan dan pembentukan kepribadian. Jika kekerasan ini tidak diatasi maka, diprediksi 20 tahun kemudian kita akan mempunyai generasi yang agresif dan berperilaku kriminal (Suharto,1997). Kondisi seperti ini akan menjadi suatu siklus dimana anak yang dibesarkan dengan kekerasan nantinya juga akan membesarkan anaknya dengan kekerasan.
Masa remaja dapat dipandang sebagai suatu masa dimana individu dalam proses pertumbuhan, terutama fisik telah mencapai kematangan. Periode ini merupakan masa transisi atau masa peralihan dari kehidupan masa kanak-kanak (childhood ) ke masa dewasa (adulthood ). Secara negatif periode ini disebut juga periode ”serba tidak” (the ”un” stage ), yaitu unbbalanced yaitu tidak atau belum seimbang, unstable yaitu tidak atau belum stabil dan unpredictable yaitu tidak dapat diramalkan. Pada periode ini terjadi perubahan-perubahan yang sangat berarti dalam segi-segi physiologis , emosional, sosial dan intelektual (Sulaeman, 1995).
            Monks (dalam anggraini, 1999) membagi masa adolesensi menjadi tiga fase, yaitu masa remaja awal yang berkisar antara usia 12-15 tahun, masa remaja pertengahan antara usia 15-18 tahun dan masa remaja akhir yaitu antara usia 18-21 tahun.
            Remaja pada umumnya masih tinggal bersama keluarga, yang merupakan lingkungan primer bagi pembentuk kepribadian anak dan sekaligus membantu perkembangan sosial anak dalam berhubungan dengan lingkungan sekitarnya. Keluarga sebagai lingkungan utama dan pertama yang dikenal individu sangat berperan dalam membimbing sosialisasi anak sebagai anggota keluarga dan masyarakat karena dalam keluarga individu diperkenalkan dengan nilai-nilai dan sikap yang dianut oleh masyarakat. De Klerk (dalam Simanjutak, 1984) mengemukakan bahwa keluarga memberikan hubungan dasar bagi kehidupan yang merupakan pondasi integrasi antara perseorangan dan  pergaulan hidup.
Lebih lanjut Hidayat (dalam Handayani dkk, 2002) menyatakan bahwa kemampuan optimal anak harus dibentuk, dibina dan dikembangkan sejak dini, sejak awal pertumbuhan yaitu ketika masih dalam kandungan. Disinilah peran orang tua sangat penting. Tanggung jawab pertama dalam menciptakan calon-calon manusia yang tangguh tersebut terletak pada keluarga. Pengasuhan dan pendidikan anak dalam keluarga merupakan ”instansi” pertama dalam proses perkembangan dan pendidikan anak serta remaja. Akan tetapi disisi lain hubungan orang tua dengan remaja sering disertai hambatan.
Hurlock (dalam anggraini, 1993) memberikan penjelasan bila permusuhan anak terhadap disiplin yang terlalu kaku dan hukuman yang terlalu keras diganjar hukuman yang lebih keras lagi, maka akan berwujud agresivitas terhadap anak lain. Lebih lanjut Bandura dan Walters (dalam Koesworo, 1988) menjelaskan bahwa ketidakefektifan beberapa bentuk hukuman dalam pengendalian agresi yakni penemuan bahwa individu yang delinkuen dan agresif sebagian besar berasal dari keluarga dengan orang tua yang menggunakan hukuman fisik secara berlebihan di dalam menegakkan disiplin pada anak-anak.
Goleman (dalam anggraini, 1999) lebih lanjut menyatakan bahwa agresivitas ternyata diturunkan dari orang tua kepada anak. Seorang anak yang memiliki ayah atau ibu yang semena-mena atau agresif, pemberian hukuman dan mengabaikan anak maka akan besar kecenderungan anak tersebut menjadi agresif pula. Sementara itu, Sears (1985) berpendapat bahwa anak yang mendapat hukuman di rumah cenderung lebih agresif di luar rumah.
            Goldstein dan Glick (dalam Sarwono, 1999) menjelaskan teori belajar mengenai pelatihan terhadap orang tua agar dalam mendidik anak tidak dengan kekerasan. Jika orang tua dapat mengurangi kebiasaan berperilaku agresif, diharapkan anak-anak juga akan berkurang agresivitasnya. Dari hasil pengamatan ternyata anak banyak meniru dari orang tua yang sedikit-sedikit berteriak, menjerit, marah-marah sampai dengan memukul baik antara suami-istri, dengan tetangga, maupun kepada anak-anak sendiri.
            Belajar model adalah proses peniruan tingkah laku orang lain yang dilihat, dilakukan, secara sadar atau tidak sadar. Sinonim dari belajar model ini adalah imitasi, identifikasi dan belajar melalui observasi (Monks, 1999). Selanjutnya teori belajar sosial Bandura dan Walters (dalam Monks, 1999) menyatakan bahwa suatu tingkah laku dapat dipelajari hanya dengan melihat saja.
Berdasarkan fakta sosial, salah satu faktor yang menjadikan terjadinya tindak kekerasan dan pelanggaran hak-hak anak diantaranya: pertama; faktor ekonomi, taruklah kemiskinan dalam suatu keluarga. Hal ini yang akan mengakibatkan anak-anak rawan kekerasan. Kedua; budaya, seperti dipekerjakan sejak kecil dan dipaksa menikah di bawah usia hanya dengan berlandaskan budaya. Tentunya ada banyak faktor yang lainnya.( Zahratuttamamah.2007)
Remaja yang sedang mencari identitas diri cenderung melakukan hal-hal yang menurut orang tua mereka bertentangan dengan apa yang dianggap sesuai. Kondisi semacam ini mengundang perhatian orang tua untuk mengendalikan anak dengan segera. Apabila upaya tidak dapat dilaksanakan, ada kecenderungan orang tua bertindak tidak sabar, melakukan tindakan kekerasan dan menyakiti anak.
Contoh kekerasan psikologis yang tersamar tapi bisa membawa dampak yang lebih fatal adalah ketika sepasang orang tua yang terbilang fanatic dalam bidang syariat agama (apa saja) menjejali "tabula rasa" anaknya yang masih bersih dan murni dengan segala ajaran yang lebih condong ke arah seremonial, atribut fisik, sectarian, rasial, perpecahan antar umat ("punya kita yang terbaik") alih-alih memberi contoh nyata dalam kehidupan sehari-hari (baik dengan ucapan atau perbuatan) mengenai nilai-nilai luhur keuniversalan agamanya masing-masing serta memberi contoh-contoh bagaimana cara bertingkahlaku dan bertindak secara luhur dan manusiawi dalam suatu lingkungan pergaulan dalam masyarakat plural yang berlain-lainan system kepercayaannya.(andy)
Setelah diadakan survei mengenai data siswa yang menggunakan sistem skor sebagai perhitungan pelanggaran tata tertib sekolah ternyata banyak siswa yang berperilaku agresif, diantaranya membolos, berkelahi, dan berbagai jenis pelanggaran yang lain sehingga peneliti memilih SMP Negeri 2 Ungaran sebagai populasi penelitian karena lokasi tersebut sesuai dengan judul dan tujuan penelitian yang akan dilaksanakan.
            Poerwodarminta (dalam anggraini) memberikan pengertian perilaku agresif sebagai suatu perbuatan menyerang. Kartono (1991) lebih lanjut menyatakan bahwa perilaku agresif adalah perilaku yang dilakukan seseorang dapat berbentuk kemarahan yang meluap-luap, tindakan yang sewenang-wenang, penyergapan, kecaman, wujud perbuatan yang dapat menimbulkan penderitaan dan kesakitan, perusakan dan tirani pada orang lain.
                     Perilaku agresif tidak muncul secara tiba-tiba, ada beberapa faktor pencetus yang mempengaruhi diantaranya: kegagalan dalam memecahkan masalah (Yatim dan Irwanto, 1986); frustasi (Koeswara, 1988), remaja memiliki kecenderungan pola agresi yang tinggi (Lewin dalam Sarwono, 1994). Menurut Sears (1991) jenis kelamin mempunyai pengaruh terhadap tingkah laku agresif. Penelitian Weiss dan Fine (dalam Sears, 1991) memberikan hasil bahwa subyek yang agresif lebih dipengaruhi oleh komunikasi keluarga yang bersifat menghukum dan subyek yang non-agresif lebih dipengaruhi oleh komunikasi keluarga yang bersifat toleran. Jersild dkk (1978) berpendapat bahwa pengaruh obat-obatan terhadap agresivitas sering bersifat tidak langsung, artinya pada pemakai obat-obatan psikoaktif yang telah mencapai taraf ketergantungan sering terlibat pada tindakan kriminal yang disertai kekerasan dalam upaya memperoleh dana bagi pemenuhan kebutuhan mereka akan obat-obatan itu. Selain itu, akibat penayangan kekerasan menurut Bandura (De Clerg, 1994) juga mempengaruhi perilaku agresif.
            Ada berbagai teori agresi yang mendasari munculnya perilaku agresif diantaranya yang dikemukakan oleh Bandura (dalam Atkinson). Teori agresi dibagi menjadi tiga kelompok yaitu : Pertama teori psikoanalisa dari Freud disebutkan bahwa kecenderungan untuk berperilaku agresi merupakan sifat dasar dalam bawaan manusia. Kedua, teori dorongan disebutkan bahwa jika upaya seseorang dalam mencapai tujuan dihalangi, maka akan bangkit suatu dorongan agresif yang akan memotifasi perilaku untuk menghancurkan penghalang (orang atau benda) yang menyebabkan frustasi itu. Ketiga, teori belajar sosial lebih menekankan pada keadaan lingkungan yang menyebabkan individu belajar berperilaku agresi.
            Berbagai aspek perilaku agresif yang biasanya akan dimunculkan oleh individu meliputi beberapa hal, menurut Albin (2002) yang menyatakan bahwa aspek-aspek perilaku agresif seseorang meliputi : aspek pertahanan, aspek ketegasan, aspek perlawanan disiplin, aspek egosentris, dan aspek superioritas. Sedangkan aspek perilaku agresif menurut Koeswara (1988) dibedakan menjadi dua macam yaitu :
A.     Aspek prasangka (thinking ill of the others ).
Memandang buruk atau memandang negatif orang lain secara tidak rasional, hal ini bisa dilihat bagaimana individu berprasangka pada segala sesuatu yang dihadapinya.
B.     Aspek otoriter
Individu yang memiliki ciri kepribadian cenderung kaku dalam memandang nilai-nilai konvensional, tidak bisa toleran terhadap kelemahan yang ada dalam dirinya maupun diri orang lain, selalu curiga, sangat menaruh hormat, serta pengabdian terhadap otoritas secara tidak wajar, hal ini dapat dilihat bahwa individu menunjukkan sikap otoriter pada orang-orang disekelilingnya.
            Bentuk perilaku agresif adalah agresi aktif-pasif, agresi langsung-tidak langsung dan agresi verbal-non verbal, agresi predatori, antar jantan, ketakutan, tersinggung, pertahanan, maternal dan agresi instrumental.
            Perilaku agresif pada remaja merupakan kecondongan remaja untuk melakukan pelampiasan emosi, bertujuan untuk menyakiti orang lain (Handayani dkk, 2000) dan menguasai keadaan di dalam kelompok atau untuk mengatasi halangan yang dihadapi (Pohan, 1986), sehingga menimbulkan kerugian fisik maupun psikologis bagi pihak yang disakiti.
            Diantara gejala umum tingkah laku agresif remaja adalah bertindak kasar yang dapat menyakiti hati orang lain, membuat kegaduhan dalam masyarakat atau sekolah, mengolok-olok secara berlebihan, melanggar peraturan sekolah dan pendendam (Linda, 1981).
Keluarga yang kacau atau kurang harmonis sering menimbulkan konflik dan kurang peka di dalam memenuhi kebutuhan anak. Dalam hal ini, anak sering diperlakukan kejam dan keras sehingga anak merasa terancam dan merasa tidak disayang oleh orang tua.
            Wirawan (dalam anggraini) menjelaskan bahwa kekerasan terhadap anak merupakan bentuk penyalahgunaan anak, berupa tindakan kejam yang dilakukan orang tua melebihi batas perikemanusiaan seperti memukuli anak, menyiram anak dengan air panas atau membiarkan anak kedinginan di luar rumah dengan tidak membukakan pintu bila anak terlambat pulang.
            Ida (dalam Handayani, 2000) mengemukakan kekerasan dalam keluarga merupakan kondisi dan lingkungan yang tidak kondusif, tidak mendidik serta tidak pantas bersetuhan dengan dunia anak karena menghambat perkembangan fisik serta jiwa anak, sehingga anak merasa takut dan terancam dan merasa tidak diharapkan dalam keluarganya.
            Bentuk kekerasan oleh Purniati (1999) dibedakan menjadi tiga macam, yaitu: tindakan kekerasan fisik adalah tindakan yang bertujuan untuk melukai dan menyiksa, menganiaya orang seperti mendorong, memukul, menampar, meninju dan  membakar. Kedua, tindakan kekerasan non fisik adalah tindakan yang bertujuan untuk merendahkan citra atau kepercayaan diri seseorang misalnya berkata kasar, membodohkan atau memaksa seseorang melakukan perbuatan yang tidak disukai atau dikehendaki. Ketiga, tindakan kekerasan psikologis adalah tindakan yang bertujuan mengganggu atau menekan emosi korban secara kejiwaan.
Kekerasan fisik, verbal dan psikologis yang diberikan orang tua pada anak sebagai wujud penyelesaian masalah dalam keluarga ada hubungannya dengan tindakan agresif anak. Salah satu contoh dari kesalahan pengasuhan atau pendidikan anak remaja dengan kekerasan fisik misalnya menendang, memukul, mencubit; kekerasan verbal misalnya dengan mengancam, mengolok atau mengumpat; sedangkan kekerasan psikologis misalnya dengan menuntut anak untuk melakukan hal-hal yang di luar batas kemampuan anak sehingga anak merasa tertekan.
Beberapa penelitian menemukan banyak kondisi-kondisi di rumah yang menimbulkan marah pada remaja, diantaranya peraturan tentang cara berpakaian, pengawasan yang ketat, perbedaan pendapat antara para remaja dengan orang tua mengenai hal-hal yang benar menurut remaja dan salah bagi orang tua, perlakuan-perlakuan yang menekan remaja dari orang tua, sifat dan kebiasaan orang tua (Scott dalam Sulaeman, 1995).  
            Apabila orang tua sebagai lingkungan pendidikan yang pertama kali bagi anak memakai cara kekerasan maka besar kemungkinan anak akan mengalami hambatan dalam hubungan dengan lingkungan sosialnya, sebab kekerasan merupakan suatu pola yang dipelajari anak dalam berhubungan dengan orang tuanya, sehingga anak remaja akan menggunakan cara kekerasan atau agresif untuk kegiatan sosialnya.
            Kekerasan yang dilakukan oleh orang tua pada anak sebagai wujud penyelesaian masalah dalam keluarga sangat dimungkinkan ada hubungannya dengan  tindakan agresif anak. Hal tersebut dapat terjadi karena pola asuh yang salah yang mengandung kekerasan fisik maupun verbal, sehingga anak melakukan suatu proses modelling dan peniruan tingkah laku yang dilakukan orang tuanya, kemudian tingkah laku tersebut akan diidentifikasi oleh anak. Apabila anak dalam menghadapi suatu permasalahan dengan lingkungan sekitarnya, besar kemungkinan anak akan memakai cara kekerasan pula yang termanifestasikan ke dalam tindakan-tindakan yang bersifat agresif.




BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A.     Kekerasan Pada Anak.
1.      Defenisi kekerasan
Menurut Zander (1989), Kekerasan adalah Suatu bentuk penyerangan secara fisik atau melukai anak" dan perbuatan ini justru dilakukan oleh pengasuhnya (orang tua atau pengasuh yang bukan keluarga). Definisi lain juga mengungkapkan kekerasan adalah Semua interaksi atau tidak adanya interaksi antara anggota keluarga yang berakibat cedera bukan karena kecelakaan fisik dan perkembangan individu (Helfer,1987).
Menurut WHO (2004) kekerasan pada anak adalah suatu tindakan penganiayaan atau perlakuan salah pada anak dalam bentuk menyakiti fisik, emosional, seksual, melalaikan pengasuhan dan eksploitasi untuk kepentingan komersial yang secara nyata atau pun tidak dapat membahayakan kesehatan, kelangsungan hidup, martabat atau perkembangannya, tindakan kekerasan diperoleh dari orang yang bertanggung jawab, dipercaya atau berkuasa dalam perlindungan anak tersebut. Sedangkan Kekerasan pada anak menurut The national Commision Of Inquiru Into The Prevention Of Child Abuse (Childhood matter, 1996), Kekerasan pada anak adalah tindakan yang mempengaruhi perkembangan anak sehingga tidak optimal lagi (David Gill,1973). Menurut Synde (1983) mendefinisikan kekerasan pada anak adalah perlakuan yang salah terhadap fisik dan emosi anak, menelantarkan pendidikan dan kesehatannya dan juga penyalahgunaan seksual
1.      Faktor-Faktor Penyebab Kekerasan pada anak.
Banyak faktor - faktor yang menyebabkan terjadinya kekerasan pada anak dalam rumah tangga. Keluarga dalam hal ini adalah unit yang terpenting dalam menghindari atau menunjang terjadinya kekerasan pada anak. Anak yang dilakhirkan selayaknya mendapatkan perlakuan yang baik untuk tumbuh kembangnya dan masa depannya. Anak tidak minta dilahirkan didunia, tetapi ketika ia terlahir selayaknya orang tuan merawat anak dengan sebaik-baiknya dan keluargalah yang diharapkan oleh anak sebagai barrier terhadap tindak kekerasan yang mungkin saja dapat dialaminya. Tetapi pada kenyataannya justru kekerasan pada anak terjadi didalam keluarga dan ironisnya juga dilakukan oleh orang yang notabenenya adalah orang tua atau saudara terdekat. Banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kekerasan pada anak. Faktor sosio-kultural antara lain adalah nilai atau norma yang ada di masyarakat, hubungan antara manusia dan kemajuan jaman. Selain itu kekerasan pada anak dapat disebabkan faktor pencetus yang berasal dari anak, stres keluarga dan stres yang berasal dari orang tua.

2.      Tipe Kekerasan pada anak ( Child Abuse).
Menurut Desi & Shofiah (2007) secara garis besarnya Kekerasan pada anak dapat dibagi menjadi 4 tipe yaitu:
a.       Kekerasan Fisik.
b.      Kekerasan Seksual.
c.       Kekerasan Emosional.
d.      Penelantaran Anak.
3.      Tanda dan Gejala Kekerasan pada anak ( Child Abuse ).
Kita dapat melihat tanda dan gejala anak dengan kekerasan jika kita mencurigai terjadinya kekerasan pada anak, kita dapat mengobservasi dari pemeriksaan fisik atau gejala perilaku yang ditunjukkan anak. Gejala dari kekerasan fisik adalah adanya luka, bekas luka goresan, luka lecet, luka bakar ,tekanan atau trauma, perilaku antisosial pada anak, anak bermasalah disekolah, ketakutan pada anak atau waspada yang berlebihan, penggunaan obat-obatan, perilaku destruktif dan perilaku menarik diri, depresi atau kurangnya gambaran diri/ citra diri dan takut kontak dengan orang dewasa.
Gejala dari kekerasan emosional adalah kurangnya konsentrasi, gangguan makan pada anak, apatis dan depresi pada anak, sikap bermusuhan pada anak, gangguan konsentrasi pada anak, percobaan bunuh diri, tampak perilaku yang ekstrim pada anak dari pasif sampai agresif. Gejala dari kekerasan seksual adalah menghindari hal-hal yang berhubungan dengan seksual, menolak organ reproduksi atau tubuhnya sendiri, anak juga sering mimpi buruk dan sulit mempertahankan tidur, penurunan nafsu makan, penolakan, takut menjadi bagian dari keluarga, depresi, perilaku menarik diri, injury, sukar jalan atau duduk, mengeluh nyeri pada daerah kemaluan, memar dan berdarah pada daerah perineal, keterlambatan dalam pertumbuhan dan perkembangan dan kehamilan yang tidak diinginkan Tanda dan gejala dari penelantaran tidak dapat dilihat secara nyata seperti pada gejala kekerasan fisik atau kekerasn seksual, dan kita harus mengkonfirmasi untuk mengetahui kekerasan. Yang biasa terjadi pada penelantaran adalah palampilan atau menggunakan pakaian yang tidak selayaknya, kebersihan diri yang kurang, tidak terurus, kelaparan, kurangnya supervisi, anak tidak mendapatkan seharusnya yang ia dapatkan sesuai usianya.( Desi & Shofiah.2007)
4.      Dampak dari kekerasan pada anak.
Dampak pada anak yang mendapat perilaku kekerasan selain terjadi seperti yang dicantumkan pada gejala yang tampak pada saat pemeriksaan pada anak, (Kassim.1998) dampak lain yang dapat terjadi adalah secara umum adalah:
a. Anak berbohong, ketakutan, kurang dapat mengenal cinta atau kasih sayang, sulit percaya dengan orang lain.
b. Harga diri anak rendah dan menunjukkan perilaku yang destruktif.
c. Mengalami gangguan dalam perkembangan psikologis dan interaksi social.
d. Pada anak yang lebih besar anak melakukan kekerasan pada temannya dan anak yang lebih kecil.
e. Kesulitan untuk membina hubungan dengan orang lain.
f. Kecemasan berat atu panik , depresi anak mengalami sakit fisik dan bermasalah disekolah.
g. Harga diri anak rendah.
h. Abnormalitas atau distorsi mengenai pandangan terhadap seks.
i. Gangguan Personality.
j. Kesulitan dalam membina hubungan dengan orang lain dalam hal seksualitas.
k. Mempunyai tendency untuk prostitusi.
l.  Mengalami masalah yang serius pada usia dewasa.


B. Perilaku Agresif
1. Defenisi Agresif
Agresif menurut Murray (dalam Halll dan Lindzey,1993) didefinisikan sebagi suatu cara untuk melawan dengan sangat kuat, berkelahi, melukai, menyerang, membunuh, atau menghukum orang lain. Atau secara singkatnya agresi adalah tindakan yang dimaksudkan untuk melukai orang lain atau merusak milik orang lain.
Perilaku agresif menurut Sars (1985) adalah setiap perilkau yang bertujuan menyakiti orang lain, dapat juga ditujukan kepada perasaan ingin menyakiti orang lain dalam diri seseorang. Menurut Abidin (2005) agresif mempunyai beberapa karakteristik. Karakteristik yang pertama, agresif merupakan tingkah laku yang bersifat membahayakan, menyakitkan, dan melukai orang lain. Karakteristik yang kedua, agresif merupakan suatu tingkah laku yang dilakukan seseorang dengan maksud untuk melukai, menyakiti, dan membahayakan orang lain atau dengan kata lain dilakukan dengan sengaja. Karakteristik yang ketiga, agresi tidak hanya dilakukan untuk melukai korban secara fisik, tetapi juga secara psikis (psikologis), misalnya melalui kegiatan yang menghina atu menyalahkan.
Menurut  Helfer,(1987). bahwa prilaku agresif adalah sebuah tindakan kekerasan baik secara verbal maupun secara fisik yang disengaja dilakukan oleh individu atau kelompok terhadap orang lain atau objek-objek lain dengan tujuan untuk melaukai secara fisik maupun psikis.
2.      Faktor- faktor agresif.
Menurut Davidoff perilaku agresif remaja dipengaruhi oleh beberapa faktor:
1.  Faktor Biologis
Ada beberapa faktor biologis yang mempengaruhi perilaku agresif yaitu:
a)      Gen tampaknya berpengaruh pada pembentukan sistem neural otak yang mengatur perilaku agresi. Dari penelitian yang dilakukan terhadap binatang, mulai dari yang sulit sampai yang paling mudah dipancing amarahnya, faktor keturunan tampaknya membuat hewan jantan yang berasal dari berbagai jenis lebih mudah marah dibandingkan betinanya.
b)      Sistem otak yang tidak terlibat dalam agresi ternyata dapat memperkuat atau menghambat sirkuit neural yang mengendalikan agresi. Pada hewan sederhana marah dapat dihambat atau ditingkatkan dengan merangsang sistem limbik (daerah yang menimbulkan kenikmatan pada manusia) sehingga muncul hubungan timbal balik antara kenikmatan dan kekejaman. Prescott (Davidoff, 1991) menyatakan bahwa orang yang berorientasi pada kenikmatan akan sedikit melakukan agresi sedangkan orang yang tidak pernah mengalami kesenangan, kegembiraan atau santai cenderung untuk melakukan kekejaman dan penghancuran (agresi). Prescott yakin bahwa keinginan yang kuat untuk menghancurkan disebabkan oleh ketidakmampuan untuk menikmati sesuatu hal yang disebabkan cedera otak karena kurang rangsangan sewaktu bayi.
c)      Kimia darah. Kimia darah (khususnya hormon seks yang sebagian ditentukan faktor keturunan) juga dapat mempengaruhi perilaku agresi. Dalam suatu eksperimen ilmuwan menyuntikan hormon testosteron pada tikus dan beberapa hewan lain (testosteron merupakan hormon androgen utama yang memberikan ciri kelamin jantan) maka tikus-tikus tersebut berkelahi semakin sering dan lebih kuat. Sewaktu testosteron dikurangi hewan tersebut menjadi lembut. Kenyataan menunjukkan bahwa anak banteng jantan yang sudah dikebiri (dipotong alat kelaminnya) akan menjadi jinak. Pada wanita yang sedang mengalami masa haid, kadar hormon kewanitaan yaitu estrogen dan progresteron menurun jumlahnya akibatnya banyak wanita melaporkan bahwa perasaan mereka mudah tersinggung, gelisah, tegang dan bermusuhan. Selain itu banyak wanita yang melakukan pelanggaran hukum (melakukan tindakan agresif) pada saat berlangsungnya siklus haid ini.


2.     Faktor lingkungan
Yang mempengaruhi perilaku agresif remaja yaitu:
a.    Kemiskinan.
Remaja yang besar dalam lingkungan kemiskinan, maka perilaku agresi mereka secara alami mengalami penguatan. Hal yang sangat menyedihkan adalah dengan berlarut-larut terjadinya krisis ekonomi dan moneter menyebabkan pembengkakan kemiskinan yang semakin tidak terkendali. Hal ini berarti potensi meledaknya tingkat agresi semakin besar. Walau harus kita akui bahwa faktor kemiskinan ini tidak selalu menjadikan seseorang berperilaku agresif, dengan bukti banyak orang di pedesaan yang walau hidup dalam keadaan kemiskinan tapi tidak membuatnnya berprilaku agresif, karena dia telah menerima keadaan dirinya apa adanya. Liputan 6.com, (2004).
b.    Anoniomitas.
Terlalu banyak rangsangan indra dan kognitif membuat dunia menjadi sangat impersonal, artinya antara satu orang dengan orang lain tidak lagi saling mengenal. Lebih jauh lagi, setiap individu cenderung menjadi anonim (tidak mempunyai identitas diri). Jika seseorang merasa anonim ia cenderung berperilaku semaunya sendiri, karena ia merasa tidak terikkat dengan norma masyarakat  kurang bersimpati dengan orang lain.
c.    Suhu udara yang panas
Bila diperhatikan dengan seksama tawuran yang terjadi di Jakarta seringkali terjadi pada siang hari di terik panas matahari, tapi bila musim hujan relatif tidak ada peristiwa tersebut. Begitu juga dengan aksi-aksi demonstrasi yang berujung pada bentrokan dengan petugas keamanan yang biasa terjadi pada cuaca yang terik dan panas tapi bila hari diguyur hujan aksi tersebut juga menjadi sepi. Hal ini sesuai dengan pandangan bahwa suhu suatu lingkungan yang tinggi memiliki dampak terhadap tingkah laku sosial berupa peningkatan agresivitas. Pada tahun 1968 US Riot Comision pernah melaporkan bahwa dalam musim panas, rangkaian kerusuhan dan agresivitas massa lebih banyak terjadi di Amerika Serikat dibandingkan dengan musim-musim lainnya (Fisher et al, dalam Sarlito, Psikologi Lingkungan,1992).
3.      Kesenjangan generasi.
Adanya perbedaan atau jurang pemisah (gap) antara generasi anak dengan orang tuanya dapat terlihat dalam bentuk hubungan komunikasi yang semakin minimal dan seringkali tidak paham apa yang di maksud. Kegagalan komunikasi antara orang tua dan anak diyakini sebagai salah satu penyebab timbulnya perilaku agresi pada anak.
4.      Amarah.
Marah merupakan emosi yang memiliki ciri-ciri aktifitas system saraf parasimpatik yang tinggi dan adanya perasaan tidak suka yang sangat kuat yang biasanya disebabkan akarena adanya kesalahan yang muingkin nyata-nyata salah atau mungkin tidak (Davidoff, Psikologi Suatu Pengantar, 1991). Pada saat amrah ada perasaan ingin menyerang, meninju, menghancurkan atau melempar sesuatu dan biasanya timbul pikiran yang kejam. Bila hal tersebut disalurkan maka terjadilah perilaku agresif.
5.      Peran belajar model kekerasan.
Model pahlawan-pahlawan di film-film seringkali mendapat imbalan setelah mereka melakukan tindak kekerasan. Hal bisa menjadikan penonton akan semakin mendapat penguatan bahwa hal tersebut merupakan hal yang menyenangkan dan dapat dijadikan suatu sistem nilai bagi dirinya. Dengan menyaksikan adegan kekerasan tersebut terjadi proses belajar peran model kekerasan dan hali ini menjadi sangat efektif untuk terciptanya perilaku agresif.
6.      Frustasi.
Frustasi terjadi bila seseorang terhalang oleh ssesuatu hal dalam mencapai suatu tujuan, kebutuhan, keinginan, pengharapan atau tindakan tertentu. Agresi merupakan salah satu cara merespon terhadap frustasi. Remaja miskin yang nakal adalah akibat dari frustasi yang behubungan dengan banyaknya waktu menganggur, keuangan yang pas-pasan dan adanya kebutuhan yang harus segera tepenuhi tetapi sulit sekali tercap[ai. Akibatnya mereka menjadi mudah marah dan berprilaku agresi.

7.   Proses pendisiplinan yang keliru.
Pendidikan disiplin yang otoriter dengan penerapan yang keras terutama dilakukan dengan memberikan hukuman fisik, dapat menimbulkan berbagai pengaruh yang buruk bagi remaja (Sukadji, Keluarga dan Keberhasilan Pendidikan, 1988). Pendidikan disiplin seperti akan membuat remaja menjadi seorang penakut, tidak ramah dengan orang lain, membenci orang yang memberi hukuman, kehilangan spontanitas serta kehilangan inisiatif dan pada akhirnya melampiaskan kemarahannya dalam bentuk agresi kepada orang lain.
C.  hubungan kekerasan orang tua terhadap anak dengan agresif anak.
Tidakmatangnya orang tua, kurangnya pengetahuan bagaimana menjadi orang tua, harapan yang tidak realistis terhadap kemampuan dan perilaku anak, pengalaman negatif masa kecil dari orang tua, isolasi sosial, problem rumah tangga, serta problem obat-obat terlarang dan alkohol. Ada juga orang tua yang tidak menyukai peran sebagai orang tua sehingga terlibat pertentangan dengan pasangan dan tanpa menyadari bayi/anak menjadi sasaran amarah dan kebencian.
Ada beberapa situasi yang menyulitkan orang tua dalam menghadapi anak sehingga tanpa disadari mengatakan atau melakukan sesuatu yang tanpa disadari dapat membahayakan atau melukai anak, biasanya tanpa alasan yang jelas. Kejadian seperti inilah yang disebut penganiayaan terhadap anak. Dalam beberapa laporan penelitian, penganiayaan terhadap anak dapat meliputi: penyiksaan fisik, penyiksaan emosi, pelecehan seksual, dan pengabaian.
D.    Kerangka berpikir.
Kekerasan terhadap anak jumlah kejadiannya tidak akan menurun karena situasi dan kondisi hidup saat ini sangat sulit dan kesulitan ekonomi akan memicu berbagai ketegangan dalam rumah tangga yang akan merugikan pihak-pihak yang paling lemah dalam keluarga itu. Anak adalah pihak yang paling lemah dibanding anggota keluarga yang lain.
Untuk mengatasi persoalan kekerasan terhadap anak memang diperlukan berbagai tindakan sekaligus. Hal lain yang perlu dipikirkan adalah apa yang harus dilakukan terhadap pelaku kekerasaan. Dari berbagai pemberitaan yang muncul di media massa, tidak diketahui apakah para pelaku adalah orang-orang yang mengalami gangguan emosional serius atau pernah menjadi korban kekerasaan pada waktu mereka masih kanak-kanak.
Mengatasi kekerasan terhadap anak yang cukup  pasti tidak cukup dengan menghukum para pelakunya saja. Setiap pelaku kekerasaan seperti yang diberitakan oleh media akan menerima berbagai bentuk hukuman baik dari rasa bersalah terhadap dirinya sendiri, dari keluarga dan masyarakat sekitarnya dan dari instansi peradilan. Semua bentuk hukuman ini tidak akan membuat para pelaku jera untuk melakukannya lagi karena tindak kekerasaan terhadap anak merupakan masalah kognitif (cara berfikir), perilaku (terbentuknya kebiasaan untuk bereaksi terhadap perilaku anak), dan sosial kultural (adanya keyakinan dan praktik-praktik yang memperoleh legitimasi dan restu masyarakat). Agar tindakan kekerasaan itu tidak berulang kembali maka para pelaku harus dibantu untuk mengatasi berbagai persoalan dalam ranah-ranah tersebut.
Goleman (1999) lebih lanjut menyatakan bahwa agresivitas ternyata diturunkan dari orang tua kepada anak. Seorang anak yang memiliki ayah atau ibu yang semena-mena atau agresif, pemberian hukuman dan mengabaikan anak maka akan besar kecenderungan anak tersebut menjadi agresif pula. Sears (1985) berpendapat bahwa anak yang mendapat hukuman di rumah cenderung lebih agresif di luar rumah.
E.     Hipotesis
Hipotesis adalah persyaratan atau dugaan yang bersifat sementara terhadap suatu masalah penelitian yang kebenarannya masih lemah sehingga harus di uji secara empiris.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kekerasan orang tua terhadap anak dengan perilaku agresif pada siswa SMP Negeri 2 Ungaran. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII, VIII, dan IX SMP Negeri 2 Ungaran.
Maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis ini ada hubungan positif yang signifikan antara kekerasan orang tua terhadap anak dengan perilaku agresif pada siswa, berarti hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini diterima yakni: Semakin tinggi kekerasan orang tua terhadap anak maka semakin tinggi perilaku agresif siswa, sebaliknya semakin rendah kekerasan orang tua terhadap anak maka semakin rendah perilaku agresif siswa. Ada korelasi yang signifikan antara hubungan kekerasan orang tua terhadap anak dengan perilaku agresif siswa.





BAB III
Metode Penelitian
A.Variabel Penelitian.
Variabel adalah objek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian (Arikunto,2002).
Variabel pada penelitian ini terdiri dari dua varabel yaitu:
Variabel bebas adalah kekerasan orang tua terhadap anak.
Variable terikat adalah perilaku agresif pada siswa.
B.Definisi Operasional. 
          Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional berdasarkan karakteristik yang diamati, memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena. Definisi operasional ditentukan berdasarkan parameter yang dijadikan ukuran dalam penelitian, sedangkan cara pengukuran merupakan cara dimana variabel dapat diukur dan ditentukan karakteristiknya (Hidayat, 2007).
C.Populasi & Sampel Penelitian.
            Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Hidayat, 2007).
Pada penelitian ini adalah masyarakat Desa Unggaran
2. Sampel
N
1 + N (d2)
n =
Keterangan :
n = sampel
N = Jumlah populasi
d 2 = tingkat kesalahan yang diinginkan
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 2002). Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2005). Cara menghitung dengan menggunakan rumus.
D.  Teknik Pengumpulan Data
          Jenis data yang digunakan data sekunder yaitu data laporan ibu-ibu yang ada di Desa Unggaran dan data primer yang didapat dari hasil. Pengumpulan data dengan cara wawancara yaitu dengan cara melakukan tanya jawab langsung dengan respoden dan angket yaitu proses pengumpulan data secara tidak langsung.
E. Metode Analisis Data.
           Teknik yang digunakan dalam menganalisa data yaitu dengan menggunakan uji Chi kuadrat. Ini digunakan untuk mengestimasi atau mengevaluasi frekuensi yang diselidiki atau menganalisa hasil observasi untuk mengetahui apakah terdapat hubungan atau perbedaan yang signifikan pada penelitian yang menggunakan data nominal. Adapun dalam pengolahan datanya mulai dengan :
1. Editing : adalah upaya untuk memriksa kembali kebenaran data yang diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap pengumpulan data atau setelah data terkumpul.
2. Coding : merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori. Pemberian kode ini sangat penting bila pengolahan dan analisis data menggunakan computer. Biasanya dalampemberian kode dibuat juga daftar kode dan artinya dalam satu buku (Code Book) untuk memudahkan kembali melihat likasi dan arti suatu kode dari suatu variabel.
3. Data Entry : adalah kegiatan memasukan data yang telah dikumpulkan kedalam master tabel atau data base computer, kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana atau dengan membuat tabel kontigensi.
4. Melakukan teknik analisis : dalam melakukan analisis, khususnya terhadap data penelitian akan menggunakan ilmu statistik terapan yang disesuaikan dengan tujuan yang hendak dianalisis, apabila penelitiannya deskriptif, maka akan menggunakan statistik deskriptif.








Daftar Pustaka
Elfia Desi & Vivik Shofiah.2007.Hubungan Tindakan Kekerasan Terhadap Anak (Child Abuse) dengan Konsep Diri. Fakultas Psikologi UIN Suska Riau: Jurnal Psikologi, Vol.3 No. 2.
Hurlock, B. Elizabeth.1998. ”Perkembangan Psikologi Anak”. Jakarta: Erlangga
Liputan 6.com, (2004). Pelajar SLTP Perkosa Tiga Anak. Online.Internet. Available http://www.liputan6.com/fullnews/76721.html
Sarwono, Sarlito Wirawan.2005.Psikologi Sosial (Individu dan Teori-TEori Psikologi Sosial).Jakarta: Balai Pustaka
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak
Santrock, John W.2002.Life-Span Development.Jilid 1.Jakarta:Erlangga.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia.http://www.kpai.go. 12 1
http://www.kekerasan orang tua pada anak.com
geole http://www.perilaku agresif.com
Read More --►