Riekha Pricilia

Perempuan, 21 Tahun

Riau, Indonesia

Tiga sifat manusia yang merusak adalah : kikir yang dituruti, hawa nafsu yang diikuti, serta sifat mengagumi diri sendiri yang berlebihan. <div style='background-color: none transparent;'></div>
::
PLAY
Faceblog-Riekha
Shutdown

Navbar3

Search This Blog

Minggu, 03 April 2011

Psikologi Agama


Di Susun Oleh:Riekha


BAB I
PENDAHULUAN
Masyarakat memang tak pernah habis untuk dibicarakan, ia juga merupakan inspirasi bagi setiap manusia yang tertantang untuk memahaminya. Manusia sebagai mahluk sosial tentu erat hubungannya dengan masyarakat dimana ia hidup, dan dalam masyarakatlah segala permasalahan manusia timbul.
Permasalahan yang tak pernah luput dari pembicaraan dan selalu mendapat perhatian serius di belahan dunia manapun juga serta memiliki pengaruh kepada hampir setiap manusia, bahkan bisa disebut sesuatu yang dimiliki setiap orang saat ini yaitu agama.
Perkembangan kebudayaan dan pemikiran manusia pun turut dipengaruhi oleh agama, ini dapat kita lihat di kawasan Timur Tengah dimana Islam sebagai agama sangat mempengaruhi perkembangan masyarakat Timur Tengah karena di daerah inilah agama Islam muncul yang mempunyai pengikut sangat banyak. Bahkan beberapa negara didalam kawasan tersebut memilih Islam sebagai dasar negaranya. Belum ada alasan yang pasti mengenai hal ini, beberapa pendapat mengatakan bahwa hal ini terjadi karena mayoritas warga negara disana memeluk agama ini, faktor demikian bisa saja benar mengingat Islam sebagai ajaran juga memiliki hukum yang mengatur kehidupan umatnya dan secara otomatis juga mempengaruhi kehidupan bernegara dan bermasyarakat.
Dalam sosiologi salah satu tema bahasannya adalah agama. Agama sebagai institusi sosial yang berada didalam masyarakat cukup menarik perhatian, setidaknya para perintis sosiologi- Emile Durkheim, Max Weber, Karl Marx-membahas persoalan ini secara serius dalam hubungannya dengan masyarakat. Berbagai analisa pun muncul mulai dari yang melihat agama sebagai unsur positif bagi masyarakat sampai pada pendapat bahwa agama adalah candu masyarakat yang memanipulasinya demi kepentingan institusi agama itu sendiri dan merupakan representasi dari kelas sosial. Agama memang sudah menyumbangkan banyak sekali permasalahan pada sejarah peradaban manusia, secara individual maupun kolektif. Tapi yang harus dilakukan bukan melihat agama dari sisi itu. Tetapi yang harus diingat adalah, serusak apapun agama dan sistem ketuhanan, itu adalah ciptaan manusia juga. Karena itu yang harus dipertanyakan pertama kali adalah, mengapa manusia sampai menciptakan agama dan sistem ketuhanan?
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Penampakan Agama
Dalam definisi Nabi Muhammad Saw agama adalah perilaku yang baik. Dalam kajian Asyura agama menjadi inspirasi untuk kegiatan revolusioner. Pada ilustrasi ketiga agama muncul sebagai perjalanan spiritual, untuk mencapai tingkat kesadaran yang tinggi. Dalam ilustrasi keempat agama tampak pada perkhidmatan kepada sesame manusia.
Agama hadir pada penampakan  yang bermacam- macam sejak sekedar ajaran akhlak hingga ideology gerakan, sejak perjalanan spiritual yang sangat individual hingga tindakan kekerasan yang missal, sejak ritus- ritus khidmat yang menyejukkan hingga ceramah-ceramah demagog yang menyesakkan. Kesulitan pertama dalam meneliti agama secara adalah menemukan defenisi agama yang akurat dan dapat diterima setidak- tidaknya oleh kebanyakan orang.
B.     Kesulitan Mendefenisikan Agama
*      Etnosentrisme
Mukti ali menulis agama adalah percaya akan adanya Tuhan yang Esa dan hokum- hokum yang diwahyukan kepada kepercayaan utusan-atusan Nya untuk kebahagiaan manusia di dunia dan diakhirat (dalam Muchtar, 2001: 10). Jelas sekali, Ali tidak sedang berbicara tentang agama dalam arti umum. Dia sedang mendefenisikan agama yang sedang dilihatnya dalam agama islam. Kita dapat menyunting defenisi agama yang dikemukakan Mukti ali dengan menghilangkan kata Yang Esa, seperti defenisi James Martineau Agama adalah kepercayaan kepada Tuhan yang selalu hidup, yakni kepada jiwa dan kehendak ilahi yang mengatur alam semesta dan mempunyai hubungan moral dengan umat manusia (Lihat 1 h.50). Supaya semua agama masuk, para ilmuwan mengganti kata Tuhan dengan “ kuasa yang transenden”, “ kuasa- kuasa diatas manusia”, sesuatu di luar”, “ Realitas Transenden”, “ Realitas supernatural” (Lihat Kotak 1 h.50).
*      Kompleksitas
Defenisi hanya menangkap sebagian dari realitas agama. Defenisi adalah batasan, dan agama sulit untuk dibatasi. Agama bersifat kompleks. Definisi- defenisi lain, seperti dikutip oleh pargament (1997:25).agama telah didefenisikan sebagai perasaan, tindakan, dan pengalaman-pengalaman individu dalam kesepiaannya, sepanjang mereka melihat dirinya berhadapan dalam hubungan dengan apa yang dianggapnya sebagai Tuhan. (James, 1902:32). Adapun Cirri-ciri khas agama adalah:
1.      Kepercayaan kepada wujud supranatural (Tuhan)
2.      Pembedaan antara objek sacral dan profane.
3.      Tindakan ritual yang berpusat pada objek sacral.
4.      Tuntunan moral yang diyakini ditetapkan oleh Tuhan.
5.      Perasaan yang khas agama (ketakjuban, perasaan misteri rasa bersalah, pemujaan), yang cenderung bangkit ditengah- tengah objek sacral atau menjalankan ritual, dan yang dihubungkan dengan gagasan ketuhanan.
6.      Sembahyang dan bentuk- bentuk komunikasi lainnya dengan Tuhan.
7.      Pandangan dunia atau gambaran umum tentang dunia secara keseluruhan dan tempat individu di dalamnya.
8.      Pengelola kehidupan yang bersifat menyeluruh, yang didasarkan pada pandangan dunia tersebut.
9.      Kelompok social yang diikat bersama oleh hal- hal diatas.
C.     Keragaman
          Ada ribuan agama di dunia. Tidak semua komponen di atas ada pada setiap agama. Seperti agama Buddha, Shinto, dan Konghucu tidak mempersoalkan Tuhan. Tidak semua agama juga mengatur hidup secara menyeluruh. Islam, Kristen, yahudi boleh jadi diklaim oleh sebagian pengikutnya mengatur seluruh hidup di bawah undang- undang illahi. Pada agama- agama yang sudah diakui secara resmi saja, kita melihat keragaman yang luar biasa. Apabila kita melihat cara setiap orang menjalankan agamanya. Pada satu sisi, ada orang yang menganggap agama itu hanya urusan individual antara seseorang dan Tuhannya. 
D.    Defenisi Agama dari Perspektif psikologi
         Para ilmuan mempunyai cara unik untuk mengatasi persoalan ini.mereka membuat    defenisi sementara, suatu defenisi yang khusus dipergunakan agar dapat melakukan penelitian. Defenisi itu tidak menegaskan esensi cinta.
        Dean Hoge (1997:21-41) membagi agama menjadi lima entitas yaitu: preferensi agama, afiliasi keagamaan, keterlibatan keagamaan, keimanan agama, dan perilaku agama personal. Masing- masing ia mendefenisikan secara operasional. Sebagai contoh, keimanan agama dirumuskan sebagai kepercayaan kepada Tuhan atau ajaran Tuhan sebagaimana terdapat dalam kitab- kitab suci.
  • Agama Personal dan Sosial
Agama muncul ditengah-tengah kita sebagai pengalaman personal dan sebagai lembaga social. Pada tingkat personal, agama berkaitan dengan apa yang di imani secara pribadi, bagaimana agama berfungsi dalam kehidupan, bagaimana pengaruh agama pada apa yang dipikirkan, rasakan, atau lakukan. Pada tingkat social, agama dapat kita lihat pada kegiatan kelompok- kelompok social keagamaan. Mereka bias saja berafiliasi dengan agama- agama dunia atau sekedar berkaitan dengan sekte atau kelompok sempalan tertentu.
E.     Fungsi Agama dan Substansi Agama
        Pada defenisi substantive, yang penting ialah apa yang diyakini dan dilakukan, bukan apa fungsi agama psikologis. Mendefenisikan agama secara substantive memang sangat gampang. Dengan mudah, ia dapat membedakan kegiatan keagamaan dengan bukan kegiatan keagamaan.
             Muller menulis pada 1889 (sebagaimana dikutip Spilka, Hood, dan Gorsuch, 1985: 30). Agama disebut sebagai pengetahuan, dan agama disebut juga dengan kebodohan. Agama disebut dengan kebebasan dan ia disebut juga sebagai kebergantungan. Agama disebut sebagai keinginan, dan ia disebut keinginan, dan ia disebut juga sebagai kebebasan dari segala keinginan. Agama disebut sebagai renungan sunyi, dan ia disebut juga sebagai pemujaan Tuhan yang indah dan meriah.
             Batson, Schoenrade, dan Ventis (1993: 8) mendefenisikan agama secara fungsional, Agama adalah apa saja yang kita lakukan sebagai individu dalam usaha kita mengatasi masalah- masalah yang kita hadapi karena kita sadar bahwa kita, dan yang lain seperti kita hidup dan bakal mati. 
             Para peneliti fungsional biasanya menaruh perhatian paada kejadian negative yang dramatis dalam kehidupan: kematian, derita, tragedy, kejahatan, kepedihan, atau ketidakadilan. Agama muncul untuk membantu manusia menjawab masalah- masalah yang menjadi perhatian paling utama.
             Emmons (1999: 6) menyebutkannya ultimate concern. Ia mengambilnya dari teolog Paul Tillich (1963: 4) Agama adalah keadaan ketika dipenuhi keadaan ketika dipenuhi ultimate concern, perhatian akhir, perhatian yang menyebabkan perhatian- perhatian lain bersifat pengantar saja, dan dengan sendiriannya mengandung jawaban menyangkut pertanyaan tentang makna hidup kita.
F.      Psikografi Agama
Psikografi adalah peta keberagamaan. Glock (1962) mengembangkan teknik analisis keberagamaan yang paling mudah analisis dimensional. Untuk menyusun psikografi agama, kita urai agama menjadi lima dimensi: ideologis, ritualistic, eksperiensial, intelektual, dan konsekuensial.
*      Dimensi Ideologis
Keberagamaan yang berkaitan dengan apa yang harus dipercayai. Kepercayaan atau doktrin agama adalah dimensi yang paling dasar. Inilah yang membedakan satu agama dengan agama lainnya, bahkan satu mazhab dalam satu agama dari mazhab lainnya. Ada tiga macam kepercayaan yaitu:
·         Kepercayaan yang menjadi dasar esensial suatu agama. Kepercayaan kepada nabi Muhammad Saw.
·         Kepercayaan yang berkaitan dengan tujuan Ilahi dalam penciptaan manusia.
·         Kepercayaan yang berkaitan dengan cara terbaik untuk melaksanakan tujuan Ilahi yang diatas.
*      Dimensi Ritualistik
              Dimensi keberagamaan yang berkaitan dengan sejumlah perilaku. Yang dimaksud dengan perilaku disini bukanlah perilaku umum yang dipengaruhi keimanan seseorang, melainkan mengacu kepada perilaku- perilaku khusus yang ditetapkan oleh agama, seperti tata cara ibadah, pembaptisan, pengakuan dosa, berpuasa, atau menjalankan ritus- ritus khusus pada hari- hari suci.
*      Dimensi Eksperensial
             Dimensi ini berkaitan dengan perasaan keagamaan yang dialami oleh penganut agama. Psikologi menamai religious experiences. Pengalaman keagamaan ini bias saja terjadi sangat moderat, seperti kekhusyukann di dalam sholat atau sangat intens seperti yang dialami oleh para sufi.
*      Dimensi Intelektual
           Setiap agama memiliki sejumlah informasi khusus yang harus diketahui oleh para penikutnya. Sikap orang dalam menerima atau menilai ajaran agamanya berkaitan erat dengan pengetahuan agamanya itu. Orang yang sangat dogmatis tidak mau mendengar kan pengetahuan dari kelompok mana pun yang bertentangan dengan keyakinan agamanya.


*      Dimensi Konsekuensial
            Dimensi ini menunjukkan akibat ajaran agama dalam perilaku umum, yang tidak secara langsung dan secara khusus ditetapkan agama (seperti dalam dimensi ritualistik). Inilah efek ajaran agama pada perilaku individu dalam kehidupannya sehari- hari. Efek agama ini bias jadi positif atau negative, pada tingkatan personal dan social.
G.    Defenisi agama
Agama dalam The Encyclopedia of philosophy:
           James Martineau agama adalah kepercayaan pada tuhan yang selalu hidup, yakni kepada jiwa dan kehendak Ilahi yang mengatur alam semesta dan mempunyai hubungan moral dengan umat manusia.
          Herbert Spencer agama adalah pengakuan bahwa segala sesuatu adalah manifestasi dari kuasa yang melampaui pengetahuan kita.
         J.G. Frazier agama sebagai upaya menyenangkan atau berdamai dengan kuasa- kuasa diatas manusia yang dipercayai dapat mengarahkan dan mengendalikan jalannya alam dan kehidupan manusia.
         F. H. Bradley agama hanyalah upaya mengungkapkan realitas sempurna tentang kebaikan melalui setiap aspek wujud kita.
        Mathew Arnold agama adalah etika yang ditingkatkan, dinyalakan dan diterangi oleh perasaan.
         J. M. I. McTaggard agama paling baik digambarkan sebagai emosi yang didasarkan pada keyakinan akan harmoni diantara diri kita dan alam semesta secara keseluruhan.
         C. P. Tiele agama adalah disposisi atau kerangka piker yang murni dan luhur yang kita sebut sebagai kesalehan.
          Edward Caird agama adalah ungkapan dari sikap akhirnya pada alam semesta, makna dan tujuan singkat dari seluruh kesadarannya pada segala sesuatu.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
                  Beragama berarti melakukan dengan cara tertentu dan sampai tingkat tertentu penyesuaian vital (betapapun tentative dan tidak lengkap) pada apa pun yang ditanggapi atau yang secara implicit atau eksplisit dianggap layak diperhatikan secara serius dan sungguh- sungguh (Vergilius Ferm).

0 Komentar: