BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Perilaku seseorang tidak akan lepas dari yang namanya akhlak, akhlak bisa di ucapkan apabila sudah melihat perilaku / perbuatan seseorang, akhlak itu harus di bagi yaitu akhlak yang baik dan akhlak yang buruk, dan hal itu di ketengahkan masalahnya oleh Ghazali kepada kaum muslim. Akhlak dalam hal ini berarti kelakuan-kelakuan yang juga berarti ilmu kesopanan, ilmu kesusilaan, etika budi pekerti atau moral dalam islam akhlak itu bentuknya di tujukan kepada Allah, kepada manusia dan makhluk-makhluk lainnya.
Bahwa perbuatan baik adalah merupakan akhlak yang wajib kita kerjakan, sedangkan perbuatan buruk adalah wajib kita tinggalkan, dan ini berarti ada akhlak yang baik dan akhlak yang buruk. Ghazali menjelaskan bahwa perbuatan yang harus kita kerjakan di sebut wajib, dan yang baik disebut mustahil yaitu amal atau perbuatan yang disenangi adapun yang tidak wajib untuk dikerjakan di sebut haram, dan yang sebaiknya untuk kita tinggalkan di sebut makruh, dan yang selain itu di sebut mubah, yaitu boleh dikerjakan atau tidak di kerjakan seperti duduk atau berdiri seperti yang di ucapkan oleh Nabi “aku di utus untuk menyempurnakan keilmuan akhlak (budi pekerti)”.
Akhlak merupakan sifat yang tumbuh dan menyatu di dalam diri seseorang. Dari sifat yang ada itulah terpancar sikap dan tingkah laku perbuatan seseorang, seperti sifat sabar, kasih sayang, atau malah sebaliknya pemarah, benci karena dendam, iri dan dengki, sehingga memutuskan hubungan silaturahmi.
Akhlak yang baik dan mulia akan mengantarkan kedudukan seseorang pada posisi yang terhormat dan tinggi. Atas dasar itulah kami menyusun makalah ini, agar kita semua sebagai makhluk Allah, tidak tersesat dalam menjalani hidup, dan dapat menjadikan Rasulullah sebagai idola kita, karena sesungguhanya pada diri Rasulullah terdapat suri tauladan yang baik bagi kita.
B. Tujuan
Penulisan makalah ini, dimaksudkan untuk menginformasikan kepada pembaca, apa itu akhlak sesama manusia, apa dan bagaimana akhlak yang sebenarnya diajarkan islam, demi terciptanya kehidupan yang islami menuju keridhoan Allah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Ada dua pendekatan yang dapat digunkan untuk mendefinisikan akhlak, yaitu pensekatan linguistic (kebahasaan) dan pensekatan terminologik (peristilahan).
Dari sudut kebahasaannya, akhlak berasal dari bahasa arab, yaitu isim masdar (bentuk intinitif) dari kata akhlaqa, yukhliqu, ikhlaqan, sesuai dengan timbangan (wazan). Naming akar kata akhlak dari akhlaqa kurang pas, sebab isim masdar dari kata akhlaqa bukan akhlaq tapi ikhlaq. Berkenaan dengan ini maka timbul pendapat yang mengatakan bahwa secara linguistic kata akhlak merupakan isim jamid, yaitu isim yang tidak memiliki akar kata melainkan kata tersebut memang sudah demikian adanya. Kata akhlaq adalah jamak dari kata khilqun atau khuluqun yang artinya akhlaq sebagaimana telah disebutkan diatas.
Pengertian akhlak dari segi istilah ini kita dapat merujuk kepadsa berbagai pendapat para pakar di bidang ini.
1.Menurut Imam Abu Hamid Al-Gazali.
Kata al-khalq ‘Fisik’ dan al-khuluq ‘akhlak’ adalah dua kata yang sering dipakai bersaman. Seperti redaksi bahasa arab ini, fulaan husnu al-khalq wa al-khuluq yang artinya “si fulan baik lahirnya juga batinnya”. Sehingga yang dimaksud dengan kata “al-khalaq” adalah bentuk lahirnya. Sedangkan al-khuluq adalah bentuk batinnya. Hal ini karena manusia tersusun dari fisik yang dapat dilihat dengan mata kepala, dan dari ruh yang dapat ditangkap dengan batin. Masing-masing dari keduanya memiliki bentuk dan gambaran, ada yang buruk ada pula yang baik. Dan ruh yang ditangkap oleh mata batin itu lebih tinggi nilainya dari fisik yang ditangkap dengan penglihatan mata. Yang dimaksud dengan ruh dan jiwa di sini adalah sama. Kata al-khuluq merupakan suatu sifat yang terpatri dalam jiwa, yang darinya terlahir perubahan-perubahan dengan mudah tanpa memikirkan dan merenung terlebih dahulu. Jika sifat yang tertanam itu darinya terlahir perbuatan-perbuatan baik dan terpuji menurut rasio dan syariat, maka sifat tersebut dinamakan akhlak yang baik.
Sedangkan jika yang terlahir adalah perbuatan-perbuatan buruk, maka sifat tersebut dinamakan dengan akhlak yang buruk. Al-khuluq adalah suatu sifat jiwa dan gambaran batinnya. Dan sebagaimana halnya keindahan bentuk lahir manusia secara mutlak tak dapat terwujud hanya dengan keindahan dua mata, dengan tanpa hidung, mulut dan pipi. Sebaliknya, semua unsur tadi harus indah sehingga terwujudlah keindahan lahir manusia itu. Demikian juga, dalam batin manusia ada empat rukun yang harus terpenuhi seluruhnya sehingga terwujudlah keindahan khuluq “akhlak”. Jika keempat rukun itu terpenuhi, indah dan saling bersesuaian, maka terwujudlah keindahan akhlak itu. Keempat rukun itu antara lain:
1)Kekuatan ilmu
2)Kekuatan marah
3)Kekuatan syahwat
4)Kekuatan mewujudkan keadilan di antara tiga kekuatan tadi
2. Menurut Muhammad bin Ali Asy-Syariif al-Jurjani
Al-Jurjani mendefinisikan akhlak dalam bukunya, at-Ta’rifat sebagai berikut:
“Khlak adalah istilah bagi sesuatu sifat yang tertanam kuat dalam diri, yang darinya terlahir perbuatan-perbuatan dengan mudah dan ringan, tanpa perlu berfikir dan merennung. Jika sifat tersebut terlahir perbuatan-perbuatan yang indah menurut akal dan syariat, dengan mudah, maka sifat tersebut dinamakan dengan akhlak baik. Sedangkan jika darinya terlahir pebuatan-perbuatan buruk, maka sifat tersebut dinamakan akhlak yang buruk”
“Khlak adalah istilah bagi sesuatu sifat yang tertanam kuat dalam diri, yang darinya terlahir perbuatan-perbuatan dengan mudah dan ringan, tanpa perlu berfikir dan merennung. Jika sifat tersebut terlahir perbuatan-perbuatan yang indah menurut akal dan syariat, dengan mudah, maka sifat tersebut dinamakan dengan akhlak baik. Sedangkan jika darinya terlahir pebuatan-perbuatan buruk, maka sifat tersebut dinamakan akhlak yang buruk”
kemudian Al-Jurjani kembali berkata “Kami katakan akhlak itu sebagai suatu sifat yang tertanam kuat dalam diri, karena orang yang mengeluarkan derma jarang-jarang dan kadang-kadang saja, maka akhlaknya tidak dinamakan sebagai seorang dermawan, selama sifat tersebut tak tertanam kuat dalam dirinya. Demikian juga orang yang berusaha diam ketika marah, dengan sulit orang yang akhlaknya dermawan, tapi ia tidak mengeluarkan derma. Dan hal itu terjadi kemungkinan karena ia tidak punya uang atau karena ada halangan. Sementara bisa saja ada orang yang akhlaknya bakhil, tapi ia mengeluarkan derma, karena ada suatu motif tertentu yang mendorongnya atau karena ingin pamer. Dari pemaparan tadi tampak bahwa ketika mendefinisikan akhlak, al-Jurjani tidak berbeda dengan definisi Al-Ghazali. Hal itu menunjukan bahwa kedua orang ini mengambil ilmu dari sumber yang sama, dan keduanya juga tidak melupakan Hadits yang menyifati akhlak yang baik atau indah bahwa akhlak adalah apa yang dinilai oleh akal dan syariat.
3. Menurut Ahmad bin Musthafa (Thasy Kubra Zaadah)
Ia seorang ulama ensiklopedia – mendefinisikan akhlah sebgai berikut; “Akhlak adalah ilmu yang darinya dapat diketahui jenis-jenis keutamaan. Dan keutamaan itu adalah terwujudnya keseimbangan antara tiga kekuatan, yaitu; kekuatan berfikir, kekuatan marah, kekuatan syahwat. Dan masing-masing kekuatan itu mempunyai posisi pertengahan di antara dua keburukan, yakni sebagai berikut: Hikmah, merupakan kesempurnaan kekuatan berfikir, dan posisi pertengahan antara dua keburukan, yaitu: kebodohan dan berlaku salah. Yang pertama adalah kurangnya Hikmah, dan yang kedua adalah berlebihan. Keberanian Adalah kesempurnaan kekuatan amarah dan posisi pertengahan antara dua keburukan, yaitu kebodohan dan berlaku salah. Yang pertama adalah kurangnya keberanian dan yang kedua adalah berlebihan keberanian. Iffah adalah kesempurnaan kekuatan sahwat dan posisi pertengahan antara dua keburukan, yaitu kestatisan dan berbuat hina. Yang pertama, adalah kurangnya sifat tersebut, sedangkan yang kedua adalah berlebihnya sifat tersebut. Ketiga sifat ini, yaitu Hikmah, keberanian dan iffah, masing-masing mempunyai cabang, dan masing-masing cabang tersebut merupakan posisi pertengahan anatara dua keburukan. Sedangkan sebaik perkara adalah pertengahnnya. Dan dalam ilmu akhlak disebutkan penjelasan detail tentang hal-hal ini.
Kemudian cara pengobatannya adalah dengan menjaga diri untuk tidak keluar posisi dari posisi pertengahan, dan terus berada di posisi pertengahan itu Topik ilmu ini adalah insting – insting diri, yang membuatnya berada di posisi petengahan antara sikap mengurangi dan berlebihan Para ahli Hikmah berkata kepada Iskandar, “Tuan raja, hendaknya anda bersikap pertengahan dalam segala perkara. Karena berlebihan adalah keburukan sedangkan mengurangi adalah kelemahan” Manfaat ilmu ini adalah agar manusia sedapat mungkin menjadi sosok yang sempurna dalam perbuatan-perbuatannya, sehingga di dunia ia berbahagia dan di akherat menjadi sosok yang terpuji.
4. Menurut Muhammad bin Ali al-Faaruqi at-Tahanawi
Ia berkata, “Akhlak adalah keseluruhannya kebiasaan, sifat alami, agama, dan harga diri. Menurut definisi para ulama, akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam diri dengan kuat yang melahirkan perbuatan-perbuatan dengan mudah, tanpa diawalai berfikir panjang, merenung dan memaksakan diri. Sedangkan sifat-sifat yang tak tertanam kuat dalam diri, seperti kemarahan seorang yang asalnya pemaaf, maka ia bukan akhlak. Demikian juga, sifat kuat yang justru melahirkan perbuatan-perbuatan kejiwaan dengan sulit dan berfikir panjang, seperti orang bakhil. Ia berusaha menjadi dermawan ketika ingin di pandang orang. Jika demikian maka tidaklah dapat dinamakan akhlak. Segala tindakan mengerjakan atau tidak mengerjakan sesuatu seperti Qudrat ‘kemampuan’ berbeda dengan dudrat, yaitu ia tidak wajib ada bersama makhluk ketika ia mengerjakan sesuatu seperti wajibnya hal itu menurut para ulama Asy’ari dalam masalah Qudrat.
B. Manfaat Mempelajari Akhlak.
Setelah kita mempelajari akhlak, yang pasti kita sudah tahu apa yang akan kita kerjakan, karena akhlak itu ada yang baik dan ada yang buruk tinggal kita sendiri yang mengaturnya apakah ambil yang baik atau yang buruk. Karena kita orang yang beragama islam yang seharusnya berakhlak mulia. Kita harus berakhlak baik untuk diri kita sendiri juga pada orang lain, beberapa contoh perlunya pendidikan anak-anak yang akan dilakukan oleh orang tua sebagai berikut:
1) Harus mendidik anak-anaknya kearah yang baik serta mencegah pergaulan mereka dengan teman-teman yang jahat.
2) Jangan biarkan mereka menyenangi perhiasan dan kemewahan tau kesenangan, agar mereka tidak terbiasa selalu mencari kesengan yang bisa menghancurkan sifatnya yang lurus.
3) Jika seorang anak sudah kelihatan sudah bisa membedakan antara baik dan buruk dengan terbitnya perasaan malu pada anak tersebut maka bantulah ia dengan meneruskan pendidikan dengan akhlaknya yang baik.
4) Seorang anak harus dilarang mengerjakan pekerjaan yang tersembunyi jika hal itu membawa kejelekan.
5) Harus diajarkan pentingnya memberi dan bukan meminta, dan pekerjaan sebagai peminta adalah pekerjaan yang rendah walaupun orang itu kaya, dan akan merupakan kehinaan jika orang itu fakir atau miskin.
6) Dilarang bersumpah baik benar maupun paslu agar tidak terbiasa dengan hal yang tersebut.
7) Usahakanlah agar takut melakukan pencurian, makan-makanan haram, berkhianat menipu, berdusta, melakukan hal-hal yang jelek dan lain sebagainya yang mungkin dapat di lakukan oleh mereka.
C.Akhlak yang Baik.
Diterangkan bahwa keutamaan (fadhilah) yang dimiliki seseorang misalnya bersifat sabar benar tawakal dan lain, yang hal itu dinyatakan sebagai gerak jiwa dan gambaran batin seseorang, yang secara tidak langsung menjadi akhlaqnya. Pandangan ghazali tentang “keutamaan” ini hamper sepada dengan apa yang dikemukakan oleh Aristotelesmaupun Plato misalnya Plato memandan, bahwa orang utama itu ialah yang melihat kepada Allah dengan terus menerus seperti seorang ahli seni yang selalu melihat kepada contoh-contoh bangunan.Tetapi ghazali memandang bahwa orang yang mendekat kepada Allah ialah orang yang mendekati ajaran-ajaran Rasulullah yang memiliki akhlak sempurna dan yang telah berakhlak dengan Al-Qur’an yang merupakan ketetapan Allah. Disini terlihat adanya titik persamaan pandangan Ghazali dengan Plato tentang Taqarrub atau mendekat kepada Allah. Disamping itu Ghazali menerangkan adanya 4 pokok keutamaan yaitu :
1) Mencari Hikmat (pengetahuan)
2) Bersikap berani
3) Bersuci diri (iffah)
4) Berlaku adil
Ia memandang bentuk hikmat yang harus dimiliki seseorang yaitu jika berusaha untuk mencapai kebenaran dan ingin terbebas dari kesalahan dlam semua hal. Adapun sikap-sikap yang berani (syaja’ah) bagi seseorang jika ia dapat mengendalikan kekutan marahnya dengan akal untuk maju atau mundur. Tetapi sikap “bersuci diri” yaitu yang dpat mengendalikan syahwatnya dengan akal dan agama. Sedangkan pengertian “adil” yaitu jika seseorang kuat menahan kemarahannya dan nafsu syahwatnya serta bersedia menerima hikmat (kata pepatah : langiut dan bumi ditegakkan dengan keadilan). Ghazali memandang bahwa akal yang lurus akan mengahasilkan bangunan yang baik, pikiran yang bagus, pendapat yang tepat, sedangkan sangkaan yang benar mengetahui hasil-hasil yang halus dan bis terhindar dari penyakit jiwa.
D. Akhlak yang Buruk.
Telah diterangkan pentingnya meninggalkan sifat-sifat yang rendah (akhlak buruk) buat menuju akhlak yang baik, yang hal ini bernama takhliyyah (meninggalkan keburukan) dan tahliyyah (beramal yang terpuji). Adapun bentuk-bentuk takhliyyah misalnya membunuh, mencuri, berzina, berbohong, berkhianat, pemarah dan sombong, sedangkan tahliyyah misalnya: berbuat baik jujur, bijaksana, pemaaf, penolong, pemurah, adil, sabar tawakal dan ikhlas. Bebrapa contoh akhlak yang buruk :
1. Sifat Pemarah
Sifat pemarah yaitu sifat yang mempergunakan kekuatan tubuh untuk menolak yang tidak disukai, menurut Ghazali kemarahan bagi seseorang ada tiga macam:
a. Marah yang pertengahan
b. Marah yang melampaui batas
c. Tidak pemarah
2. Sifat Dengki
Sifat dengki bagi ghazali di nyatakan sebagai anaknya marah, dengki hasud dari seseorang yaitu suatu usaha untuk menghilangkan bentuk kenikmatan dari pihak musuhnya, dan juga merasa senang terhadap penderitaan yang sedang diterima oleh orang lain. Dengan demikian orang tersebut berusaha menyingkirkan diri jika dimintai bantuan, bahkan menghinanya, berbohong, membicarakan keburukan orang lain yang kesemuanya itu hukumnya haram.Selain hatinya dengki maka yang demikian akan putuslah sifat-sifat kebaikan pada dirimu seperti, senyuman, rasa kasihan, pertolongan membantu kepentingan orang lain, mendoakan, memuji tau berbuat kebaikan kepadanya sehingga hal ini mengurangi kedudukanmu dalam agama walaupun hal itu tidak diterangkan siksaannya.
E. Akhlak Dalam Kehidupan.
1. Akhlak Bersahabat.
Bersahabat merupakan nikmat Allah yang diberikan kepada umat islam di dunia ini. Bersahabat akan menjadi suatu kenikmatan, apabila didasari atas tujuan karena Allah, dan akan menjadi kebahagiaan apabila diatur dengan akhlak atau kaidah yang datangnya dari Allah SWT dan RasulNya.
Kaidah-kaidah bersahabat dalam islam yang ditentukan oleh Al-Quran dan Al-Hadis, diantaranya adalah:
rendah hati dan tidak sombong
saling kasih mengasihi
memberi perhatian terhadap keadaan sahabat
selalu membantu keperluan sahabat
menjaga kawan dari gangguan orang lain
memberi nasihat dan kritik
mendamaikan jika berselisih
doakan dengan kebajikan
2. Akhlak Bertetangga.
Setiap umat islam harus mengetahui bahwa tetangganya mempunyai hak dan kewajiban, oleh karena itu haruslah saling menghargai dalam kehidupan bertetangga, karena saudara kita yang terdekat, adalah tetangga kita sendiri.
Rasulullah bersabda : “Siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari kiamat, maka hendaklah ia selalu menghormati tetangganya”. (Riwayat Bokhori-Muslim). Akhlak bertetangga dalam islam yang diatur oleh Al-Quran dan Hadis adalah sebagai berikut :
Rasulullah bersabda : “Siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari kiamat, maka hendaklah ia selalu menghormati tetangganya”. (Riwayat Bokhori-Muslim). Akhlak bertetangga dalam islam yang diatur oleh Al-Quran dan Hadis adalah sebagai berikut :
tidak boleh menyiksa atau menyakiti
tidak boleh melampaui hak-hak milik
tidak boleh menyebarkan rahasia tetangga
tidak boleh membuat gaduh
saling menasihati
saling tukar hadiah atau pemberian
3. akhlak terhadap sesama muslim.
Sebagai muslimin dan muslimat yang baik, tidaklah hanya menjalankan kewajiban terhadap agamanya saja yang sebatas menjalankan ritual ibadah kepada Allah SWT, tetapi manusia juga merupakan makhluk sosial yang pastinya akan terjun ke kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, berlaku baiklah terhadap sesama muslim, karena sesungguhnya muslim yang beriman adalah bersaudara. Rasulullah bersabda:
“Mukmin yang paling sempurna imannya, adalah yang baik akhlaknya di antara mereka”. (Riwayat Abu Daud).Akhlak dalam berhubungan dengan sesama muslim yang diajarkan oleh syari’at islam adalah sebagai berikut:
“Mukmin yang paling sempurna imannya, adalah yang baik akhlaknya di antara mereka”. (Riwayat Abu Daud).Akhlak dalam berhubungan dengan sesama muslim yang diajarkan oleh syari’at islam adalah sebagai berikut:
menghubungkan tali persaudaraan
saling tolong menolong
membina persatuan
waspada dan menjaga keselamatan bersama
berlomba mencapai kebaikan
bersikap adil
tidak boleh mencela atau menghina
tidak boleh tuduh-menuduh
tidak boleh bermarahan
memenuhi janji
F. Sumber Akhlak Islam
Dalam Islam akhlak adalah bersumber dari dua sumber yang utama iaitu al-Quran dan al-Sunnah. Ini ditegaskan leh Rasulullah saw dalam sepotong hadith yang bermaksud:“Sesungguhnya aku diutuskan hanya semata-mata untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” Allah swt telah memuji Rasulullah kerana akhlaknya yang baik seperti yang terdapat dalam al-Quran, firman Allah swt yang bermaksud : “Sesungguhnya engkau seorang memiliki peribadi yang agung (mulia).”
G. Kedudukan Akhlak dalam Islam
Akhlak mempunyai kedudukan yang paling penting dalam agama Islam. Antaranya :
Akhlak dihubungkan dengan tujuan risalah Islam
Akhlak menentukan kedudukan seseorang di akhirat
Akhlak dapat menyempurnakan keimanan
Akhlak yang baik dapat menghapuskan dosa
Akhlak merupakan sifat Rasulullah saw
Akhlak tidak dapat dipisahkan dari Islam
Akhlak yang baik dapat menghindarkan seseorang itu daripada neraka
Salah satu rukun agama Islam ialah Ihsan, iaitu merupakan asas akhlak seseorang muslim. Ihsan iaitu beribadat kepada allah seolah-olah kita melihatNya kerana walaupun kita tidak melihatNya, maka sesungguhnya Dia melihat kita.
H. ciri-ciri Akhlak Islam
Islam menyeru agar manusia menghiasi jiwa dengan akhlak yang baik dan menjauhkan diri dari akhlak yang buruk. Yang menjadi ukuran baik dan burukna adalah syarak, iaitu apa yang diperintahkan oleh syarak, itulah yang baik dan apa yang dilarang oleh syarak itulah yang buruk.
Lingkungan skop akhlak Islam adalah luas meliputi segala perbuatan manusia dengan Allah, manusia dengan manusia dan manusia dengan makhluk selain manusia.
Islam menghubungkan akhlak dengan keimanan. Orang yang paling sempurna keimanannya ialah orang yang paling baik akhlaknya.
Adanya konsep balasan dan ganjaran pahala atau syurga oleh Allah dan sebaliknya orang yang berakhlak buruk akan mendapat dosa atau disiksa dalam neraka.
Jadi, akhlak Islami bersifat mutlak, sedang moral dan etika bersifat relatif (nisbi). Perbedaan pengertiannya harus dipahami untuk membedakan sifat dan isi akhlak, moral dan etika, walau dalam masyrakat ketiga istilah itu disinonimkan dan dipakai silih berganti untuk menunjukkan sesuatu yang baik atau buruk.
I.jalan-jalan Pembentukan Akhlak Mulia
Akhlak adalah sesuatu perilaku yang boleh diubah dan dibentuk dan akhlak merupakan sesuatu yang semula jadi tetapi ianya perlu dibentuk. Terdapat beberapa cara untuk membentuk dan membina akhlak mulia.
Antara cara-cara itu ialah melalui :
a) Pendidikan Iman sebagai Asas Akhlak
b) Melalui Latihan dan Bimbingan Pendidik Berkualiti
c) Mengambil Rasulullah SAW sebagai suri tauladan
J. Faktor- faktor Pembentuk Akhlak
a) Al-Wiratsiyyah (Genetik)
Misalnya: seseorang yang berasal dari daerah Sumatera Utara cenderung berbicara “keras”, tetapi hal ini bukan melegitimasi seorang muslim untuk berbicara keras atau kasar karena Islam dapat memperhalus dan memperbaikinya.
b) An-Nafsiyyah (Psikologis)
Faktor ini berasal dari nilai-nilai yang ditanamkan oleh keluarga (misalnya ibu dan ayah) tempat seseorang tumbuh dan berkembang sejak lahir. Semua anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, orangtuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi (Hadits). Seseorang yang lahir dalam keluarga yang orangtuanya bercerai akan berbeda dengan keluarga yang orangtuanya lengkap.
c) Syari’ah Ijtima’iyyah (Sosial)
Faktor lingkungan tempat seseorang mengaktualisasikan nilai-nilai yang ada pada dirinya berpengaruh pula dalam pembentukan akhlak seseorang.
d) Al-Qiyam (Nilai Islami)
Nilai Islami akan membentuk akhlak Islami.Akhlak Islami ialah seperangkat tindakan/gaya hidup yang terpuji yang merupakan refleksi nilai-nilai Islam yang diyakini dengan motivasi semata-mata mencari keridhaan Allah.
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Dari berbagai pembahasan di atas dapat kita simpulkan bahwa betapa pentingnya akhlak untuk kesejahteraan dan kenyamanan hidup di muka bumi ini dengan akhlak juga bisa merubah perilaku seseorang baik dewasa, anak-anak, maupun orang tua. Semoga apa yang dibahas dapat meningkatkan atau memperbaiki perilaku bagi kita semua.
Akhlak ialah suatu keadaan yang tertanam di dalam jiwa yang menampilkan perbuatan-perbuatan dengan senang tanpa memerlukan pemikiran dan penelitian. Apabila perbuatan yang keluar itu baik dan terpuji menurut syara dan aqal, perbuatan itu dinamakan akhlak yang mulia. Sebaliknya apabila keluar perbuatan yang buruk, ia dinamakan akhlak yang buruk.
.Akhlak merupakan sifat yang tumbuh dan menyatu di dalam diri seseorang. Dari sifat yang ada itulah terpancar sikap dan tingkah laku perbuatan seseorang, seperti sifat sabar, kasih sayang, atau malah sebaliknya pemarah, benci karena dendam, iri dan dengki, sehingga memutuskan hubungan silaturahmi.
Oleh karena itu kita sebagai muslim, haruslah menanamkan sifat-sifat yang baik, agar akhlak yang keluar dari diri kita, merupakan akhlak yang terpuji, yang disukai oleh Allah, dan hanya Rasulullah yang pantas kita jadikan idola dalam kehidupan
DAFTAR PUSTAKA
Nata, Abuddin. Akhlak tasawuf. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2008.
Tatapangarsa, Humaidi. Akhlak yang mulia. Surabaya : PT. Bina Ilmu. 1991.
Salim, Abdullah. Akhlak islami. 1986.
Umary, Darmawie. Materi akhlak. Solo : CV. Ramadhani. 1986.
Djatnika, Rachmat. System etika islami. Surabaya : Pustaka Islam. 1985.
Beberapa website di internet.
0 Komentar: