Lebih Lanjut Terkait Penampakan Hantu
Ada banyak penjelasan yang dapat menjelaskan fenomena penampakan hantu, dan bagaimana seseorang dapat “melihatnya” atau “merasakannya”. Diantara penjelasan-penjelasan tersebut ada beberapa yang cukup simpel. Yang pertama adalah pareidolia.
Pareidolia adalah tipe ilusi atau salah persepsi yang melibatkan stimulus kabur yang dipandang jelas dan berbeda (Schick and Vaughn, 2001). Contohnya seperti ketika kita melihat bentuk jerapah di awan, atau bentuk-bentuk wajah di berbagai hal, bahkan deretan tanda baca seperti “:-)” bisa dipandang sebagai sebuah wajah, lengkap dengan atribut emosional yakni emosi senang.
Hal yang sama juga terjadi ketika kita dihadapkan pada berbagai gambar yang bentuknya memang mirip dengan wajah manusia meskipun sebenarnya bukan. Itulah yang sering muncul pada foto-foto atau rekaman penampakan. Selain itu suara yang sebenarnya acak, namun karena terdengar mirip, akhirnya juga dapat dipersepsi sebagai suara “seseorang” yang sedang menangis atau tertawa.
Penjelasan berikutnya adalah magnetism dan infrasound. Di bumi ini terdapat berbagai sumber medan magnet serta infrasound (suara dengan frekuensi di bawah 20 Hz). Medan magnet dapat muncul dari bumi itu sendiri pada fenomena yang disebut geomagnetism, dan medan magnet dapat juga muncul dalam wujud elektromagnet. Sedangkan infrasound dapat dihasilkan oleh banyak sekali benda-benda seperti hembusan angin, getaran pepohonan, getaran besi, dan berbagai sumber lainnya. Namun, apa kaitannya medan magnet dan infrasound dengan penampakan?
Pada penelitian yang dilakukan oleh Persinger, Tiller dan Koren (2000), dilakukan pemaparan medan elektromagnetik sebesar 10 milliGauss dengan pola gelombang yang rumit kepada otak partisipan. Hasilnya adalah partisipan tersebut merasakan keberadaan sesuatu dan rasa takut yang amat sangat, diikuti dengan munculnya penampakan visual yang mirip dengan penampakan yang pernah ia lihat di rumahnya. Kebanyakan bangunan memiliki medan elektromagnet sekitar 0.2 sampai 2 milliGauss. Tetapi, berbagai investigasi lapangan menemukan medan magnet yang kekuatannya di atas rata-rata pada tempat-tempat yang dianggap angker (Persinger et al., 2001; Roll et al., 1996).
Kemudian ada juga penelitian terkait infrasound yang dilakukan oleh Vic Tandy (1998) seorang pengajar di Coventry University. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa getaran dengan frekuensi sekitar 19 Hz menyebabkan pengalaman penampakan hantu. Ketika seseorang terpapar getaran dengan frekuensi tersebut, ia akan menunjukkan berbagai simtom seperti keringat dingin, perasaan merinding, kesulitan bernapas, serta rasa takut dan dorongan untuk segera pergi dari tempat itu. Uniknya, getaran ini dapat beresonansi dengan mata manusia sehingga menyebabkan gangguan kecil, yang bersifat sementara, membuat “terlihatnya” sosok berwarna putih atau abu-abu. Sosok itu seringkali muncul di sudut mata dan ketika berusaha fokus kepada sosok itu, maka sosok itu akan menghilang. Hal ini cukup menjelaskan mengapa banyak penampakan yang sosoknya berwarna putih.
Predator-predator di alam liar banyak yang saling berkomunikasi satu sama lain dengan menggunakan infrasound ketika mereka sedang berburu. Sehingga secara alami spesies-spesies yang berhasil meneruskan keturunan hingga saat ini hanyalah spesies yang memiliki sensitivitas terhadap infrasound, termasuk manusia. Hal ini menjelaskan mengapa manusia memiliki reaksi yang seperti demikian terhadap infrasound.
Lalu, fenomena melihat hantu dapat juga merupakan halusinasi lain yang mungkin merupakan simtom psikosis, gangguan saraf, atau gangguan psikologis lainnya. Halusinasi adalah adanya persepsi sesuatu meskipun tidak ada stimulus yang mendasarinya, dengan kata lain melihat, mendengar, atau merasakan sesuatu yang tidak ada. Terdapat banyak gangguan mental dan fisik yang dapat menimbulkan halusinasi. Gangguan tersebut ada yang ringan, ada juga yang berat sampai orang yang mengalaminya tidak dapat diajak melakukan interaksi yang bermakna.
Jika seseorang melihat sesuatu (termasuk hantu), namun orang-orang lain tidak dapat melihatnya, maka orang tersebut bisa dikatakan mengalami halusinasi. Apa yang dialaminya tersebut bisa saja merupakan simtom dari gangguan yang sebenarnya lebih kompleks. Beberapa dari gangguan tersebut memiliki basis genetis dan dapat diturunkan kepada anak dari pengidap, hal ini menjelaskan kenapa kemampuan melihat hantu sering dikatakan diwariskan turun temurun. Sayangnya, seringkali halusinasi ini bukannya ditangani sebagai gangguan mental tapi malah dianggap sebagai kemampuan spesial, sehingga gangguannya bisa jadi semakin berlarut-larut.
Selain penjelasan-penjelasan di atas sebenarnya masih ada lagi penjelasan lain, seperti perubahan suhu dan sebagainya. Penjelasan ilmiah juga dapat ditemukan untuk fenomena seperti debus, santet, dan fenomena lainnya. Namun, intinya adalah akan lebih menyenangkan dan bermanfaat jika kita berpikir kritis dalam mengkaji berbagai fenomena dan tidak begitu saja terpuaskan oleh penjelasan supranatural. Semoga teman-teman bisa menjadi lebih kritis dalam berpikir dan selalu ingat bahwa klaim yang luar biasa, membutuhkan bukti yang luar biasa (Carl Sagan).
Ada banyak penjelasan yang dapat menjelaskan fenomena penampakan hantu, dan bagaimana seseorang dapat “melihatnya” atau “merasakannya”. Diantara penjelasan-penjelasan tersebut ada beberapa yang cukup simpel. Yang pertama adalah pareidolia.
Pareidolia adalah tipe ilusi atau salah persepsi yang melibatkan stimulus kabur yang dipandang jelas dan berbeda (Schick and Vaughn, 2001). Contohnya seperti ketika kita melihat bentuk jerapah di awan, atau bentuk-bentuk wajah di berbagai hal, bahkan deretan tanda baca seperti “:-)” bisa dipandang sebagai sebuah wajah, lengkap dengan atribut emosional yakni emosi senang.
Hal yang sama juga terjadi ketika kita dihadapkan pada berbagai gambar yang bentuknya memang mirip dengan wajah manusia meskipun sebenarnya bukan. Itulah yang sering muncul pada foto-foto atau rekaman penampakan. Selain itu suara yang sebenarnya acak, namun karena terdengar mirip, akhirnya juga dapat dipersepsi sebagai suara “seseorang” yang sedang menangis atau tertawa.
Penjelasan berikutnya adalah magnetism dan infrasound. Di bumi ini terdapat berbagai sumber medan magnet serta infrasound (suara dengan frekuensi di bawah 20 Hz). Medan magnet dapat muncul dari bumi itu sendiri pada fenomena yang disebut geomagnetism, dan medan magnet dapat juga muncul dalam wujud elektromagnet. Sedangkan infrasound dapat dihasilkan oleh banyak sekali benda-benda seperti hembusan angin, getaran pepohonan, getaran besi, dan berbagai sumber lainnya. Namun, apa kaitannya medan magnet dan infrasound dengan penampakan?
Pada penelitian yang dilakukan oleh Persinger, Tiller dan Koren (2000), dilakukan pemaparan medan elektromagnetik sebesar 10 milliGauss dengan pola gelombang yang rumit kepada otak partisipan. Hasilnya adalah partisipan tersebut merasakan keberadaan sesuatu dan rasa takut yang amat sangat, diikuti dengan munculnya penampakan visual yang mirip dengan penampakan yang pernah ia lihat di rumahnya. Kebanyakan bangunan memiliki medan elektromagnet sekitar 0.2 sampai 2 milliGauss. Tetapi, berbagai investigasi lapangan menemukan medan magnet yang kekuatannya di atas rata-rata pada tempat-tempat yang dianggap angker (Persinger et al., 2001; Roll et al., 1996).
Kemudian ada juga penelitian terkait infrasound yang dilakukan oleh Vic Tandy (1998) seorang pengajar di Coventry University. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa getaran dengan frekuensi sekitar 19 Hz menyebabkan pengalaman penampakan hantu. Ketika seseorang terpapar getaran dengan frekuensi tersebut, ia akan menunjukkan berbagai simtom seperti keringat dingin, perasaan merinding, kesulitan bernapas, serta rasa takut dan dorongan untuk segera pergi dari tempat itu. Uniknya, getaran ini dapat beresonansi dengan mata manusia sehingga menyebabkan gangguan kecil, yang bersifat sementara, membuat “terlihatnya” sosok berwarna putih atau abu-abu. Sosok itu seringkali muncul di sudut mata dan ketika berusaha fokus kepada sosok itu, maka sosok itu akan menghilang. Hal ini cukup menjelaskan mengapa banyak penampakan yang sosoknya berwarna putih.
Predator-predator di alam liar banyak yang saling berkomunikasi satu sama lain dengan menggunakan infrasound ketika mereka sedang berburu. Sehingga secara alami spesies-spesies yang berhasil meneruskan keturunan hingga saat ini hanyalah spesies yang memiliki sensitivitas terhadap infrasound, termasuk manusia. Hal ini menjelaskan mengapa manusia memiliki reaksi yang seperti demikian terhadap infrasound.
Lalu, fenomena melihat hantu dapat juga merupakan halusinasi lain yang mungkin merupakan simtom psikosis, gangguan saraf, atau gangguan psikologis lainnya. Halusinasi adalah adanya persepsi sesuatu meskipun tidak ada stimulus yang mendasarinya, dengan kata lain melihat, mendengar, atau merasakan sesuatu yang tidak ada. Terdapat banyak gangguan mental dan fisik yang dapat menimbulkan halusinasi. Gangguan tersebut ada yang ringan, ada juga yang berat sampai orang yang mengalaminya tidak dapat diajak melakukan interaksi yang bermakna.
Jika seseorang melihat sesuatu (termasuk hantu), namun orang-orang lain tidak dapat melihatnya, maka orang tersebut bisa dikatakan mengalami halusinasi. Apa yang dialaminya tersebut bisa saja merupakan simtom dari gangguan yang sebenarnya lebih kompleks. Beberapa dari gangguan tersebut memiliki basis genetis dan dapat diturunkan kepada anak dari pengidap, hal ini menjelaskan kenapa kemampuan melihat hantu sering dikatakan diwariskan turun temurun. Sayangnya, seringkali halusinasi ini bukannya ditangani sebagai gangguan mental tapi malah dianggap sebagai kemampuan spesial, sehingga gangguannya bisa jadi semakin berlarut-larut.
Selain penjelasan-penjelasan di atas sebenarnya masih ada lagi penjelasan lain, seperti perubahan suhu dan sebagainya. Penjelasan ilmiah juga dapat ditemukan untuk fenomena seperti debus, santet, dan fenomena lainnya. Namun, intinya adalah akan lebih menyenangkan dan bermanfaat jika kita berpikir kritis dalam mengkaji berbagai fenomena dan tidak begitu saja terpuaskan oleh penjelasan supranatural. Semoga teman-teman bisa menjadi lebih kritis dalam berpikir dan selalu ingat bahwa klaim yang luar biasa, membutuhkan bukti yang luar biasa (Carl Sagan).
0 Komentar: