Riekha Pricilia

Perempuan, 21 Tahun

Riau, Indonesia

Tiga sifat manusia yang merusak adalah : kikir yang dituruti, hawa nafsu yang diikuti, serta sifat mengagumi diri sendiri yang berlebihan. <div style='background-color: none transparent;'></div>
::
PLAY
Faceblog-Riekha
Shutdown

Navbar3

Search This Blog

Senin, 25 April 2011

TUGAS DAN WEWENANG MPR SEBELUM PERUBAHAN UUD 1945



TUGAS DAN WEWENANG MPR SEBELUM PERUBAHAN UUD 1945

ABSTRAK
TUGAS DAN WEWENANG MPR SETELAH PERUBAHAN UUD 1945, 119 hal, SKRIPSI, Tasikmalaya: Fakultas Ilmu Pemerintahan, Sekolah Tinggi Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, Agustus 2007.
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia adalah lembaga negara yang telah diberikan tugas dan wewenang tertentu oleh Undang-Undang Dasar 1945. Dalam perjalanannya Undang-Undang Dasar 1945 telah diganti oleh beberapa konstitusi dan kemudian kembali lagi kepada Undang-Undang Dasar 1945. Setelah tahun 1999 terjadi perubahan Undang-Undang Dasar 1945 yang pertama, kemudian disusul yang kedua tahun 2000, ketiga tahun 2001 dan keempat tahun 2002. Pada Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar lembaga Majelis Permusyawaratan Rakyat dicabut kekuasaannya untuk melaksanakan kedaulatan Rakyat (Pasal 1 ayat 2 Perubahan Undang-Undang Dasar1945) kemudian tugas dan wewenangnyapun berubah sesuai dengan pasal 3 ayat 1,2,3 Undang-Undang Dasar 1945 hasil Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945 . Pada Perubahan Keempat akhirnya Majelis Permusyawaratan Rakyat diubah komposisinya menjadi anggota 2 lembaga negara yaitu:Dewan Perwakilan Rakyatdan Dewan Perwakilan Daerah (pasal 2 ayat 1). Perubahan tugas dan wewenang tersebut mengubah struktur kelembagaan yang ada, tetapi Majelis Permusyawaratan Rakyat tetap merupakan suatu lembaga yang unik jika diperbandingkan dengan lembaga negara di negara lain. MPR sebelum Perubahan UUD 1945 jika diperbandingkan dengan Kongres Rakyat Cina, ditemukan banyak kemiripan yang ada, baik dalam hal lembaga maupun tugas dan wewenang. Akan tetapi setelah Perubahan UUD 1945, secara lembaga MPR tidak bisa dipersamakan dengan negara lain. Ada beberapa kesamaan dalam tugas dan wewenang dengan negara lain, tetapi tetap secara lembaga tidak bisa dipersamakan dengan negara lain. Dalam tugas dan wewenang MPR harus diatur lebih jelas lagi mengenai apa yang dimaksud tugas dan wewenang. Ada beberapa tugas dan wewenang MPR dalam UUD yang harus diatur dengan jelas untuk menghindari kesalahan dalam bernegara. Dan MPR sebaiknya diubah menjadi suatu forum bukan suatu lembaga yang aktif karena tugas dan wewenang MPR tidak memerlukan suatu lembaga negara.
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Sejarah kehidupan berbangsa dan bernegara pada Republik Indonesia dimulai pada tahun 1945. Pada tahun itulah berdirinya Negara Republik Indonesia sebagai suatu kumpulan besar manusia, yang sehat jiwanya dan berkobar-kobar hatinya, menimbulkan suatu kesadaran batin yang dinamakan bangsa.
Persatuan Indonesia merupakan ide besar yang merupakan cita-cita hukum dan cita-cita moral bangsa Indonesia . Persatuan Indonesia telah menjiwai proses penetapan bentuk negara. Bentuk negara yang telah dipilih harus memungkinkan terwujud dan terjaminnya Persatuan Indonesia.
Berdirinya Negara ini tidak hanya ditandai oleh Proklamasi dan keinginan untuk bersatu bersama, akan tetapi hal yang lebih penting adalah adanya UUD 1945 yang merumuskan berbagai masalah kenegaraan. Atas dasar UUD 1945 berbagai struktur dan unsur Negara mulai ada . Walaupun secara jelas pada masa itu belum ada lembaga-lembaga yang diamanatkan oleh UUD. Akan tetapi hal ini dapat diatasi dengan adanya Aturan Tambahan dan Aturan Peralihan dalam UUD 1945.
Setelah UUD 1945 berlangsung selama 4 tahun diganti dengan Konstitusi RIS pada tahun 1949, kemudian diganti lagi dengan UUDS 1950. Pada masa UUDS 1950 terselenggara pemilihan umum pada tahun 1955 untuk memenuhi amanat masyarakat dalam Undang-Undang Dasar. Hasil pemilihan umum tersebut melahirkan Dewan Perwakilan Rakyat sebagai suatu lembaga perwakilan rakyat,dan terbentuk Konstituante yang bertugas membuat UUD. Setelah bersidang selama beberapa tahun Konstituante dibubarkan oleh Presiden Sukarno secara sepihak. Setelah itu dimulailah periode kembali ke UUD1945 ditandai dengan Dekrit Presiden tahun 1959.
Setelah tahun 1998 maka dimulai zaman reformasi dan zaman ini diakibatkan oleh berbagai krisis yaitu:
1. Krisis ekonomi.
2. Krisis Politik ditandai dengan adanya krisis kepemimpinan.
3. Krisis Konstitusi ditandai dengan otoriternya kepemimpinan nasional atas dasar konstitusi (executive heavy).
Krisis-krisis tersebut melahirkan gerakan reformasi yang menginginkan suatu perubahan di Indonesia. Suatu jaman perubahan yang dinamakan reformasi, menandai berakhirnya orde baru, dengan digantikan oleh orde reformasi atau zaman reformasi . Pada saat itu terjadi perubahan Konstitusiyang sangat dinantikan oleh masyarakat Indonesia.
Berkembanglah setelah itu wacana mengenai masyarakat madani atau dikenal sebagi civil society. Menurut Alexis de Tocqueville memandang civil society sebagai wilayah otonomdan memiliki dimensi politik dalam dirinya sendiri yang dipergunakan untuk menahan intervensi negara.
Menurut Al Mawardi ada beberapa syarat untuk mencapai keseimbangan dalam segi politik negara yang ideal menurut Islam:
a. Agama yang dihayati.
b. Penguasa yang berwibawa.
c. Keadilan yang menyeluruh.
d. Sistem Pemerintahan.
e. Imamah (kepemimpinan).
f. Cara pemilihan atau seleksi imam.
Dan banyak kriteria lain untuk format masyarakat madani, seperti adanya lembaga perwakilan. Demokratisasi, supremasi hukum, pengadilanyang bersih juga merupakan kriteria masyarakat madani.
Setelah tahun 1998 dimulai tuntutan-tuntutan akan perubahan mendasar di Republik Indonesia. Yang terpenting adalah dua tuntutan masyarakat pada saat itu adalah Supremasi Hukum dan Amandemen atau Perubahan Undang-Undang Dasar 1945.
Untuk kata Amandemen atau Perubahan maka yang dipakai dalam karya ilmiah ini adalah Perubahan Undang-Undang Dasar karena dalam bahasa Inggris, to amend the Constitution artinya mengubah Undang Undang Dasar dan Constitutional Amandement artinya perubahan Undang-Undang Dasar mempunyai makna yang berbeda. Dengan demikian kata mengubah dan perubahan yang berasal dari kata dasar “ubah” sama dengan to amend atau amandement, dan pemakaian kata yang lebih tepat adalah amandement. Lebih lanjut kata “amandement” itu diserap atau diIndonesiakan menjadi “amandemen”, dan kata mengubah berarti menjadikan lain atau menjadi lain dari, sedangkan kata perubahan berarti berubahnya sesuatu (dari asalnya). Dengan demikian apabila kita menyebut kata perubahan berarti sama dengan “amandemen”, tetapi dalam BahasaIndonesia resmi yang dipergunakan adalah kata “perubahan”. Dalam penulisan akan dipakai kata Perubahan Undang-Undang Dasar.
Pada tahun 1999 terjadi Perubahan I UUD 1945 yang mengatur beberapa hal penting seperti pembatasan jabatan presiden. Pada tahun 2000 terjadi Perubahan II UUD 1945 yang mengatur HAM dll. Pada Perubahan I dan II terjadi beberapa perubahan yang mendasar dalam UUD 1945. Pada Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 sampai tahun 2000 terdapat beberapa reduksi kekuasaan lembaga eksekutif seperti dalam pembatasan kekuasaan Presiden. Dalam banyakhal, Presiden tidak lagi memegang kekuasaan legislatif. Dan Presiden harus memperhatikan pendapat Dewan Perwakilan Rakyat ataupun Mahkamah Agung jika berkaitan dengan hukum . Sampai dengan Perubahan II belumada kritik yang tajam terhadap Perubahan yang terjadi terhadap Undang-Undang Dasar 1945 dari mayoritas Ahli Hukum Tata Negara dan Para Politisi Partai Politik.
Akan tetapi setelah Perubahan III maka terjadi perubahan mendasar terhadap UUD 1945. Secara garis besar dapat disimpulkan Perubahan III Undang-Undang Dasar 1945 meliputi:
1. Akan adanya Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Langsung. Hal ini berakibat besar terhadap tugas Majelis Permusyawaratan Rakyat.
2. Adanya Penghapusan Utusan Golongan dalam MPR dan dilembagakannnya Utusan Daerah menjadi Dewan Perwakilan Daerah sehingga komposisi MPR berubah secara total.
Setelah Perubahan III Undang-Undang Dasar 1945 berlaku maka banyak kekurangan-kekurangan yang ada dalam Undang-Undang Dasar. Proses Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 menjadi salah satu sebab banyaknya kekurangan yang terjadi. Karena ada beberapa hal yang belum diatur dengan jelas, sehingga menimbulkan masalah secara tekhnis hukum. Hal ini dikritisi sebagian besar oleh praktisi hukum terutama Hukum Tata Negara.
Ketika sedang memasuki Proses Perubahan IV perubahan yang kurang dicoba diperbaiki. Perubahan IV menjadi suatu keharusan yang mau tidak mau harus ada. Karena dengan adanya Pemilihan Presiden Langsung, maka Presiden langsung bertanggung jawab kepada pemilihnya. Dan tidak ada lagi tugas membuat GBHN yang dilakukan oleh MPR.
Perubahan III dan IV UUD 1945 telah mengubah status dan peran MPR. Majelis Permusyawaratan Rakyat berubah dari lembaga pemegang kedaulatan rakyat yang disebutkan secara eksplist dalam UUD 1945 menjadi lembaga negara.
Setelah adanya Perubahan UUD 1945 maka berakhirlah kekuasaan Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai lembaga pemegang kedaulatan rakyat. Dan berakhir juga kedudukannya sebagai lembaga tertinggi negara dalam struktur kelembagaan Negara di Indonesia.
Hukum Tata Negara Indonesia menghadapi suatu masa perubahan besar dalam tugas dan wewenang lembaga Negara. Sangat penting untuk diselidiki bagaimanakah nantinya lembaga Negara melakukan tugas dan wewenangnya dan menjalankannya. Dalam karya tulis ini akan dibahas mengenai tugas dan wewenang lembaga negara Majelis Permusyawaratan Rakyat. Pembahasan lebih dikhususkan setelah Perubahan UUD 1945 dan undang-undang mengenai susunan dan kedudukan MPR, DPR dan DPRD. Dan mendudukkan lembaga ini kembali didalam struktur ketatanegaraan Indonesia, setelah Perubahan UUD 1945 dalam peraturan-peraturan tentang struktur umum negara .
Sebelum Perubahan UUD 1945 kedudukan MPR adalah sebagai lembaga pemegang kedaulatan Rakyat. Dalam kekuasaan Majelis Permusywaratan Rakyat ini seluruh aturan ketatanegaraan dirancang dan diawasi. Dalam menjalankan kekuasaan ini Majelis Permusyawaratan Rakyat bertindak seakan tidak pernah salah. Karena terkait dengan sistem ketatanegaraan, perekrutan anggota dan sistem pengambilan keputusan MPR (hal ini lebih dikhususkan pada masa orde baru).
Dalam karya tulis ini Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia akan dibahas dalam sudut pandang tugas dan wewenang MPR. Dan akibat perubahan dari tugas dan wewenang tersebut sehingga dapat menjadi suatu pembahasan yang komprehensif mengenai lembaga negara ini.
2.Pokok Permasalahan
Berdasarkan atas latar belakang yang telah dipaparkan, adapun perumusan yang diangkat dalam skripsi ini adalah:
1. Bagaimana konsep lembaga Negara Majelis Permusyawaratan Rakyat setelah adanya UUD 1945 di amandemen ?
2. Bagaimana Tugas dan Wewenang MPR setelah Amandemen UUD 1945 dan perbandingannya sebelum amandemen?
3. Bagaimana perbandingannya dengan lembaga negara yang memiliki tugas dan wewenang yang hampir sama di Negara lain?
3. Tujuan Penulisan
Tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:
1.Untuk memenuhi kewajiban penulis dalam rangka menyelesaikan studi S-1 nya di Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
2. Mengetahui tugas dan wewenang MPR setelah amandemen UUD 1945.
3,. Mendapatkan pemahaman mengenai akibat pengurangan tugas dan wewenang MPR dan bagaimana konsep lembaga MPR sebelum dan setelah adanya perubahan Undang-Undang Dasar 1945 jika diperbandingkan dengan lembaga negara yang mempunyai tugas dan wewenang yang hampir sama di negara lain.
4. Definisi Operasional
Pembatasan dari beberapa istilah yang penulis gunkan dalam penulisan ini adalah sebagai berikutL:
1. Undang Undang Dasar atau Konstitusi adalah aturan –aturan daasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara, meskipun tidak tertulis. Pembatasan ini adalah kutipan dari alinea pertama Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi: “Undang undang Dasar suatu negara hanya sebagian dari hukum dasar negara itu. Undang Undang Dasar ialah hukum dasar yang tertulis sedang disampingnya Undang-Undang Dasar itu berlaku juga hukum dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggraan negara, meskipun tidak tertulis”.
2. MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat) adalah lembaga Permusyawaratan Rakyat yang ada menurut UUD 1945. Yang anggotanya dipilih dalam Pemilihan Umum secara langsung dan lembaga ini terdiri dari Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah.
3. Tugas adalah kewajiban atau sesuatu yang wajib dikerjakan atau ditentukan untuk dilakukan.
4. Wewenang atau wenang adalah hak dan kekuasaan (untuk melakukan sesuatu)
5. Fungsi adalah jabatan(yang dilakukan) pekerjaan yang dilakukan.
6. DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) adalah lembaga perwakilan rakyat yang berfungsi sebagai lembaga legislasi juga lembaga yang menjalankan fungsi anggaran dan fungsi pengawasan . Anggota Dewan Perwakilan rakyat dipilih melalui Pemilihan Umum.
7. DPD (Dewan Perwakilan Daerah) adalah lembaga perwakilan daerah yang berfungsi sebagai lembaga perwakilan dan legislatif dari daerah propinsi di Republik Indonesia. Anggota Dewan Perwakilan Daerah dipilih dari setiap provinsi melalui Pemilihan Umum.
5.Metode Penelitian
Metode penulsian yang penulis gunakan dalam skripsi berjudul ”TUGAS DAN WEWENANG MPR SETELAH PERUBAHAN UUD 1945” ini adalah berupa penelitian kepustakaan.
Adapun bahan-bahan pustaka yang penulis pergunakan meliputi:
1. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat antara lain: Undang Undang Dasar 1945, Konstitusi Republik Indonesia Serikat, Undang-Undang Dasar Sementara 1950.
2. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan –bahan hukum yang menjelaskan bahan hukum primer seperti buku-buku, artikel majalah dan koran, maupun makalah-makalah yang berhubungan dengan topik penulisan ini.
3. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum penunjang yang memberikan petunjuk terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus hukum, dan kamus bahasa.
6.Sistematika Penulisan
Dalam Penulisan skripsi ini digunakan sistematika penulisan sebagai berikut.
BAB I adalah pendahuluan yang mencakup latar belakang permasalahan yang akan ditulis; pokok permasalahan; tujuan penulisan; metodologi penulisan; definisi operasional; dan sistematika penulisan.
BAB II Menjelaskan konsep lembaga perwakilan yang merupakan konsep dasar MPR sebagai suatu lembaga negara yang memiliki kekuasaan sebagai lembaga pemegang kedaulatan rakyat. Hal ini dicantumkan dalam UUD 1945 sebelum Perubahan dan bagaimana konsep lembaga MPR setelah diadakan Perubahan UUD 1945. Juga dijelaskan berbagai teori yang mendasari kekuasaan MPR memegang kekuasaan kedaulatan rakyat dan bagaimana konsep lembaga perwakilan secara umum.
BAB III adalah analisa yang akan menjelaskan bagaimana konsep lembaga Majelis Permusyawaratan Rakyat yang ada di Indonesia. Dan bagaimana konsep lembaga ini sebelum dan sesudah Perubahan UUD 1945 sehingga dapat diperbandingkan dengan jelas dalam mana tugas dan wewenang yang dikurangi atau ditambah setelah Perubahan Undang-Undang Dasar 1945. Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia dianalisa juga dari sudut tugas dan wewenang sebagai lembaga negara. Dan penjelasan bagaimana tugas dan wewenang tersebut dijalankan dalam praktek ketatanegaraan, juga bagaimana akibat dari tugas dan wewenang tersebut dalam mempengaruhi sistem lembaga perwakilan di Negara Republik Indonesia. Dan menjelaskan struktur yang terjadi akibat tugas dan wewenang yang diatur dalam Undang-Undang Dasar.
BAB IV Menjelaskan bagaimana perbandingan lembaga negara MPR di Indonesia dengan lembaga negara di negara lain dengan asumsi bahwa lembaga negara di negara lain memiliki tugas dan wewenang yang hampir sama. Dan diambil contoh negara adalah Cina, Venezuela, dan Amerika Serikat. Dan dalam bab ini diperiodisasi tugas dan wewenang MPR sebelum perubahan dan sesudah perubahan UUD 1945. Kemudian diambil kesamaan antara lembaga negara yang hampir sama dinegara lain dan dicari perbedaannya dengan cara diperbandingkan antara lembaga tersebut.
BAB V Menerangkan tawaran solusi dari skripsi dengan menjelaskan tugas dan wewenang MPR setelah amandemen UUD 1945. Dan bagaimana pengaturan yang baik dari tugas dan wewenang MPR ditinjau dari kedudukan lembaga MPR setelah Amandemen UUD 1945.
BAB II
KONSEP LEMBAGA MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
1. Konsep Lembaga Perwakilan
Untuk membahas lembaga Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia maka harus dijelaskan bagaimana konsep lembaga perwakilan rakyat sehingga dapat mengatasnamakan rakyat. Dan bagaimana perubahan konsep lembaga perwakilan yang ada setelah perubahan Undang-Undang Dasar 1945. Sehingga dapat dijelaskan apakah Majelis Permusyawaratan Rakyat dapat digolongkan kedalam lembaga perwakilan rakyat atau bukan.
1.1.Konsep Lembaga Perwakilan Pada Waktu Negara Berdiri
Lembaga Perwakilan atau yang lebih sering disebut representative institution adalah lembaga yang mewakili rakyat dalam melakukan fungsi pengawasan dan fungsi legislasi.
Konsep lembaga perwakilan tidak terlepas dari asal–usul negara yang dimulai:
1. Manusia tidak bisa hidup sendiri. Untuk hidup manusia berkehendak akan bantuan makhluk lain.
2. Disebabkan manusia tidak bisa hidup sendiri maka berkumpullah mereka untuk merundingkan cara memperoleh bahan-bahan primer (makanan, temapat dan pakaian). Lalu terjadilah pembagian pekerjaan dimana masing-masing harus menghasilkan lebih dari keperluannya sendiri untuk dipertukarkan den demikian berdirilah desa.
3. Antara desa dengan desa terjadi pula kerjasama dan terjadilah masyarakat negara. Antara negara-negara dengan negara lain terjadi juga kerjasama karena perlunya bantuan satu sama lain dan terjadilah hubungan internasional.
Maka dari itu dapat ditarik kesimpulan berdirinya suatu negara harus mempunyai 4 syarat:
1. Adanya wilayah.
2. Adanya Pemerintah
3. Adanya rakyat
4. Adanya pengakuan dari negara lain.
Ada yang menyatakan bahwa Negara merupakan perkelompokkan dari manusia yang merasa sendirinya senasib yang mempunyai tujuan yang sama . Tujuan dari negara adalah untuk menjalankan ketertiban dan keamanan. Dan tujuan akhir dari negara adalah mewujudkan keadilan dan kemakmuran bagi warga negaranya.
Menurut ilmuwan Islam Ibnu Khaldun bahwa adanya organisasi kemasyarakatan (ijtima’i wal insani) merupakan suatu keharusan. Para filosof atau ahli hukum (al-hukuma) telah melahirkan kenyataan ini dengan perkataan mereka :”Manusia adalah bersifat politis menurut tabiatnya “ (al insanu madaniyyun’biath-thab’i). Ini berarti, ia memerlukan satu organisasi kemasyarakatan, yang menurut para filosof dinamakan “kota”, dan itulah yang dimaksud dengan peradaban . Jadi didalam pandangan ahli agamapun pembentukan suatu organisasi kemasyarakatan untuk mengatur masyarakat menjadi suatu keharusan.
Menurut Aristoteles bahwa sesungguhnya negara itu merupakan suatu persekutuan hidup atau lebih tepat lagi suatu persekutuan hidup politis. Dalam bahasa Yunani disebut he koinona politike; artinya suatu persekutuan hidup yang berbentuk polis ( negara kota). Ungkapan negara adalah persekutuan hidup politis sesungguhnya mengandung beberapa hal penting yang perlu dipikirkan , seperti tujuan dan arti negara bagi masyarakat.
Mc Dougall membagi pembentukan negara sebagai kelompok masyarakat menjadi 2 yaitu:
1. Yang terjadi secara wajar atau alamiah atau natuurlijk.
2. Yang terjadi atas dasar sengaja dibuat atau kuntsmatig.
Timbulnya suatu negara tidak akan terlepas dari teori Contract Social yang diungkapkan oleh Thomas Hobbes, John Locke dan JJ Rousseau .
Kontrak Sosial merupakan perjanjian antara masyarakat yang ingin membentuk suatu negara, suatu pemerintahan bersama yang melayani mereka (anggapan hobbes, Locke dan Rousseau yang mendasarkan pembentukan negara atas suatu perjanjian antara anggota masyarakat biasanya disebut teori perjanjian masyarakat). Kemudian rakyat ini menyerahkan kedaulatannya kepada suatu lembaga, persoon ataupun sekelompok orang yang mendapat amanat untuk menjalankan kedaulatan tersebut.
Menurut Utrecht tentang perbandingan antara Thomas Hobbes, Jean Jacqueas Rousseau dan John Locke bahwa Walaupun tak berlainan masing-masing Hobbes, Locke dan Rosseau. Mereka mempunyai anggapan tentang pembentukan negara dan adanya negara itu. Menurut anggapan ketiga ahli tersebut pembentukan adanya negara itu disusun atas suatu perjanjian sosial, kesimpulan-kesimpulan yang mereka tarik tentang sifat negara sangat berlainan. Menurut Hobbes negara itu bersifat totaliter, Negara itu diberi kekuatan tidak terbatas (Absolut). Menurut Locke negara itu selayaknya bersifat kerajaan konstitusionil yang memberi jaminan mengenai hak-hak dan kebebasan kebebasan pokok manusia (ingat : life, liberty, healthy dan property). Rousseau beranggapan bahwa negara bersifat suatu perwakilan rakyat, dan negara itu selayaknya negara demokrasi yakni yang berdaulat adalah rakyat.
2.Konsep Lembaga Perwakilan Rakyat Setelah Negara Berdiri.
Atas dasar tersebut maka lahirlah teori demokrasi representatif . Karena pada saat ini tidak mungkin semua rakyat berkumpul untuk menentukan keinginannya setiap saat. Direct democracy adalah suatu bentuk pemerintahan dimana hak untuk membuat keputusan-keputusan politik dijalankan secara langsung oleh seluruh warga negara yang bertindak berdasarkan prosedur-prosedur mayoritas. Sifat langsung dari demokrasi Yunani dapat diselenggarakan secara efektif karena berlangsung dalam suatu kondisi yang sederhana, wilayahnya terbatas (negara terdiri dari kota dan sekitarnya). Serta jumlah penduduk sedikit (300.000 penduduk dalam suatu negara kota). Lagipula ketentuan–ketentuan demokrasi hanya berlaku untuk warga negara yang resmi, yang hanya merupakan bagian kecil dari penduduk. Untuk mayoritas yang terdiri dari budak belian dan pedagang asing demokrasi tidak berlaku . Karena faktor populasi penduduk yang tidak memungkinkan dilakukan pada satu tempat dan pada suatu saat, sehingga harus dicari pemecahan masalahnya. Dan muncullah konsep demokrasi Perwakilan Rakyat atau yang sering lebih disebut sebagai Demokrasi Representatif. Akhirnya Demokrasi Representatif ini hampir dilakukan disetiap negara modern pada saat ini.
Apabila dilihat pada saat zaman Yunani telah berlaku pemerintahan yang berdasarkan rakyat (demokrasi), dan akhirnya berjalan tidak baik. Sehingga pada awalnya demokrasi dikritik oleh para pemikir-pemikir Yunani seperti Plato, Socrates dan Aristoteles .
3. Konsep Lembaga Perwakilan di Negara modern
Setelah runtuhnya peradaban Yunani maka pada saat itu. Muncullah peradaban Romawi yang membuat suatu konsep baru yaitu munculnya Senat sebagai perwakilan berfungsi sebagai pengawas dan Caesar sebagai pemegang kekuasaan eksekutif dan perwakilan rakyat dibidang pemerintahan. Setelah Romawi runtuh maka muncul negara-negara monarki yang menjadikan satu orang (raja) sebagai pusat dari pemerintahan, sehingga dapat diartikan bahwa wakil rakyat adalah raja. Penyerahan kewenangan mengatasnamakan rakyat dari rakyat ke lembaga negara. Dan kemudian lembaga negara mempunyai otoritas untuk memerintah rakyat merupakan suatu hal yang terjadi dalam proses politik dinegara manapun.
Dan menurut Robert Paul Wolf peran lembaga negara yang mengatasnamakan negara itu, diartikan sebagai ”suatu kelompok orang yang mempunyai otoritas tertinggi dalam wilayah tertentu terhadap penduduk tertentu “ .
3.1. Teori Kedaulatan
Setelah adanya negara di jaman modern, maka merumuskan kembali kedaulatan menjadi suatu yang sangat penting. Menurut Harold J. Laski bahwa:
“ the modern state is a sovereign state. It is, therefore, independent in the face of other communities. It may infuse its will towards them with a substance which need not be affected by the will of any external power. It is, moreover, internally supreme over the territory that it control” .
Terjemahan bebas: Negara modern adalah negara yang mempunyai kedaulatan. Hal ini untuk independen dalam menghadapi komunitas lain. Dan akan mempengaruhi substansi yang akan diperlukan dalam kekuasaan internal dan kekuasaan eksternal. Hal ini lebih jauh merupakan kekuasaan yang tertinggi atas wilayahnya.
Jelas disini kedaulatan merupakan suatu keharusan yang dimiliki oleh negara yang ingin independen atau merdeka dalam menjalankan kehendak rakyat yang dipimpinnya. Sehingga kedaulatan merupakan hal yang mempengaruhi seluruh kehidupan bernegara.
Menurut Jean Bodin dikenal sebagai bapak teori kedaulatan yang merumuskan kedaulatan bahwa kedaulatan adalah suatu keharusan tertinggi dalam negara:
“Suatu keharusan tertinggi dalam suatu negara, dimana kedaulatan dimiliki oleh negara dan merupakan ciri utama yang membedakan organisasi negara dari organisasi yang lain di dalamn negara. Karena kedaulatan adalah wewenang tertinggi yang tidak dibatasi oleh hukum dari pada penguasa atas warga negara dia dan orang-orang lain dalam wilayahnya” .
Muncullah teori-teori kedaulatan yang mencoba merumuskan siapa dan apakah yang berdaulat dalam suatu negara :
1. Kedaulatan Tuhan.
2. Kedaulatan Raja.
3. Kedaulatan Rakyat.
4. Kedaulatan Negara.
5. Kedaulatan Hukum.
Bentuk kedaulatan yang 2 terakhir menunjukkan kedaulatan yang tidak dipegang oleh suatu persoon.
3.1.1.Kedaulatan Tuhan
Teori kedaulatan Tuhan dimana kekuasaan yang tertinggi ada pada Tuhan,jadi didasarkan pada agama. Teori-teori teokrasi ini dijumpai, bukan saja di dunia barat tapi juga di timur. Sehingga dapat dikatakan bahwa kekuasaan teokrasi dimiliki oleh hampir seluruh negara pada beberapa peradaban. Apabila pemerintah negara itu berbentuk kerajaan ( monarki) maka dinasti yang memerintah disana dianggap turunan dan mendapat kekuasaannya dari Tuhan. Misalnya jika Tenno Heika di Jepang dianggap berkuasa sebagai turunan dari Dewa matahari.
3.1.2.Kedaulatan Raja
Teori kedaulatan bahwa kekuasaan yang tertinggi ada pada raja hal ini dapat digabungkan dengan teori pembenaran negara yang menimbulkan kekuasaan mutlak pada raja/satu penguasa . Teori-teori kekuasaan jasmani atau teori-teori perjanjian dari Thomas Hobbes. Dan kemudian muncul menjadi negara adalah raja. L’etat cest moi yang diungkapkan oleh Louis XVI yang menjadi sumbu dari pergerakan Revolusi Perancis.
3.1.3 Kedaulatan Rakyat
Teori ini lahir dari reaksi pada kedaulatan raja. Yang menjadi bapak dari ajaran ini adalah JJ. Rousseau yang pada akhirnya teori ini menjadi inspirasi Revolusi Perancis . Teori ini menjadi inspirasi banyak negara termasuk Amerika Serikat dan Indonesia, dan dapat disimpulkan bahwa trend dan simbol abad 20 adalah tentang kedaulatan rakyat.
Menurut teori ini, rakyatlah yang berdaulat dan mewakilkan atau menyerahkan kekuasaannya kepada negara. Kemudian negara memecah menjadi beberapa kekuasaan yang diberikan pada pemerintah, ataupun lembaga perwakilan. Tetapi karena pada saat dilahirkan teori ini banyak negara yang masih menganut sistem monarki, maka yang berkuasa adalah raja atau pemerintah. Bilamana pemerintah ini melaksanakan tugasnya tidak sesuai dengan kehendak rakyat, maka rakyat akan bertindak mengganti pemerintah itu. Kedaulatan rakyat ini, didasarkan pada kehendak umum yang disebut “ volonte generale” oleh Rousseau . Apabila Raja memerintah hanya sebagai wakil, sedangkan kedaulatan penuh ditangan rakyat dan tidak dapat dibagikan kepada pemerintah itu.
3.1.4. Kedaulatan Negara
Teori ini juga sebagai reaksi dari kedaulatan rakyat, tetapi melangsungkan teori kedaulatan raja dalam suasana kedaulatan rakyat. Menurut paham ini, Negaralah sumber dalam negara. Dari itu negara (dalam arti government=pemerintah) dianggap mempunyai hak yang tidak terbatas terhadap life, liberty dan property dari warganya. Warga negara bersama-sama hak miliknya tersebut, dapat dikerahkan untuk kepentingan kebesaran negara. Mereka taat kepada hukum tidak karena suatu perjanjian tapi karena itu adalah kehendak negara.
Hal ini terutama diajarkan oleh madzhab Deutsche Publizisten Schule, yang memberikan konstruksi pada kekuasaan raja Jerman yang mutlak, pada suasana teori kedaulatan rakyat. Kuatnya kedudukan raja karena mendapat dukungan yang besar dari 3 golongan yaitu:
1. Armee (angkatan perang)
2. Junkertum (golongan idustrialis)
3. Golongan Birokrasi ( staf pegawai negara).
Sehingga praktis rakyat tidak mempunyai kewenangan apa-apa dan tidak memiliki kedaulatan. Oleh karena itu menurut sarjana-sarjana D.P.S kedaulatan bulat pada rakyat. Tetapi wewenang tertinggi tersebut berada pada negara. Sebenarnya negara hanyalah alat, bukan yang memiliki kedaulatan. Jadi ajaran kedaulatan negara ini adalah penjelamaan baru dari kedaulatan raja. Karena pelaksanaan kedaulatan adalah negara, dan negara adalah abstrak maka kedaulatan ada pada raja.
3.1.5. Teori Kedaulatan Hukum
Teori kedaulatan hukum timbul sebagai penyangkalan terhadap teori kedaulatan negara dan dikemukan oleh Krabbe. Teori ini menunjukkan kekuasaan yang tertinggi tidak terletak pada raja (teori kedaulatan raja) juga tidak pada negara (teori kedaulatan negara). Tetapi berada pada hukum yang bersumber pada kesadaran hukum pada setiap orang.
Menurut teori ini, hukum adalah pernyataan penilaian yang terbit dari kesadaran hukum manusia. Dan hukum merupakan sumber kedaulatan. Kesadaran hukum inilah yang membedakan mana yang adil dan mana yang tidak adil.
Teori ini dipakai oleh Indonesia dengan mengubah Undang-Undang Dasarnya, dari konsep kedaulatan rakyat yang diwakilkan menjadi kedaulatan hukum. Kedaulatan hukum tercantum dalam UUD 1945 “Kedaulatan ada ditangan rakyat dan dilaksanakan oleh Undang-Undang Dasar .
3. 2.Konsep Lembaga Perwakilan Setelah adanya Kontrak Sosial
Berangkat dari teori Rosseau mengenai Demokrasi Perwakilan. Menurut Rousseau maka rakyatlah yang berdaulat dan kemudian mewakili kedaulatannya kepada suatu lembaga yaitu pemerintah ( siapa yang memerintah untuk menjalankan kedaulatan tersebut). Konsep demokrasi rakyat seperti ini menjadi suatu hal yang diminati pada saat Renaissance , dan menjadi konsep yang sering dipakai pada saat ini.
Pada dahulu kekuasaan cukup diwakilkan kepada raja sehingga raja dengan pemerintahannya dapat mengatasnamakan negara. Raja bertindak atas nama negara dengan tujuan melaksanakan kedaulatan rakyat.
Akan tetapi hal ini membawa kekhawatiran tentang kekuasaan yang diberikan kepada satu lembaga. Seperti yang dikatakan oleh Montesquieu
“When the legislative and executive powers are united in the same persons or body, there can be no liberty, because apprehensions may arise lest the same monarch or senate should enact tyrannnical laws, to enforce them in tyrannical manner.....Were the power of judging joined with the legislature, the life and liberty of the subject would then be exposed to arbitrary control, for the judge would then be the legislator. Were it joined to the executive power, the judge might behave with all the violence of an opressor”.
Terjemahan bebas: “Ketika kekuasaan legislatif dan eksekutif bersatu dalam satu orang atau lembaga, berarti kemungkinan akan tidak ada kebebasan, karena kesanggupan akan muncul dengan membuat perundang-undangan yang tiran dan dilakukan oleh pemerintahan monarki atau senat, dan lembaga tersebut akan berbuat tirani..... Dan ketika kekuasaan mengadili bersatu dengan legislatif, maka kehidupan dan kebebasan dari pengadilan tersebut akan kemudian terkena kontrol yang sepihak dimana hakim tersebut menjadi legislatif. Dan ketika kekuasaan mengadili digabung dengan kekuasaan eksekutif, maka hakim mungkin akan bertindak dengan segala kekerasan sebagai penindas”.
Muncullah berbagai teori tentang bagaimana seharusnya dalam menjalankan kedaulatan. Yang sering dipakai dalam jaman modern adalah demokrasi, pemerintahan yang berdasarkan rakyat. Antara rakyat dan kekuasaan negara sehari-hari, lazimnya berkembang atas 2 teori, yaitu :
1. Teori Demokrasi Langsung (direct democracy) dimana kedaulatan rakyat dapat dilakukan secara langsung dalam arti rakyat sendirilah yang melaksanakan kekuasaan tertinggi yang dimilikinya.
2. Teori Demokrasi tidak langsung (representative democracy).
Representasi disini sangat diperlukan bagi eksistensi otoritas politik di samping beberapa hal pokok lainnya. Bagi para ahli politik tentang kekuasaan, bahwa ia juga sangat tergantung pada beberapa tuntutan lain. Dan biasanya berhubungan dengan konstitusionalisme: pembatasan kekuasaan pemerintah dan kebebasan politik warga negara.
Kemudian perkembangan lembaga perwakilan di duniapun menjadi beragam dan berkembang. Hal ini sesuai dengan tuntutan zaman dan dilekatkan pada kekuasaan membuat undang-undang.
3.3.Konsep Lembaga Perwakilan Rakyat di Negara Modern.
Setelah berkembangnya ide demokrasi yang telah dimulai sejak abad ke 19 maka konsep pemerintahan demokrasi menjadi suatu trend dan isu global dalam dunia. Sehingga mayoritas negara menggunakan demokrasi sebagai sistem politik dan negara mereka.
Berpijak pada hal tersebut maka konsep lembaga perwakilanpun berkembang dan terbagi dalam berbagai sistem.
Konsep dasar lembaga perwakilan atau parlemen adalah sistem Demokrasi Perwakilan dimana kedaulatan rakyat yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar. Kemudian dipecah menjadi beberapa kekuasaan yang ada, dan yang dipakai dalam teori kedaulatan adalah kekuasaan dibidang pengawasan dan pembuatan undang-undang .
3.4. Sistem Lembaga Perwakilan Rakyat
Lembaga perwakilan atau yang lebih dikenal sebagai parlemen dibagi kedalam berbagai sistem yaitu:
1. Sistem 1 Kamar
2. Sistem 2 kamar
ad. 1. Sistem satu kamar
Sistem satu kamar adalah sistem parlemen yang berdasar pada satu lembaga legislatif tertinggi dalam struktur negara. Lembaga ini menjalankan fungsi legislatif dan pengawasan terhadap pemerintah dan membuat juga Undang-Undang Dasar.
Isi aturan mengenai fungsi dan tugas parlemen unikameral ini beragam dan bervariasi dari satu negara dengan negara yang lain. Tetapi pada pokoknya serupa bahwa secara kelembagaan fungsi legislatif tertinggi diletakkan sebagai tanggung jawab satu badan tertinggi yang dipilih oleh rakyat.
Ad. 2. Sistem 2 Kamar
Sistem 2 kamar adalah sistem yang sistem parlemen yang terbagi atas 2 lembaga legislatif dalam suatu struktur negara. Dalam menjalankan tugasnya kedua lembaga ini mempunyai tugas-tugas tertentu.
Pada prinsipnya, kedua kamar majelis dalam sistem bikameral ini memiliki kedudukan yang sederajat. Satu sama lain tidak saling membawahi, baik secara politik maupun secara legislatif. Undang-undang tidak dapat ditetapkan tanpa persetujuan bersama ataupun melalui sidang gabungan diantara kedua majelis itu .
Pembagian ini dikritik oleh C.F. Strong yang menyatakan sebagai tidak tepat atau tidak riil karena apabila klasifikasi ini kita pergunakan maka kita akan menyamakan negara-negara yang tidak melakukan pemilihan anggota badan perwakilan menjadi satu dengan negara-negara yang melakukan pemilihan anggota badan perwakilan dengan pemilihan umum.
Walaupun demikian konsep lembaga perwakilan 1 kamar atau 2 kamar menjadi konsep lembaga yang dipakai oleh mayoritas negara di dunia. Dan biasanya sistem dua kamar dianut oleh negara federal. Negara kesatuan yang memakai sistem 2 kamar karena untuk membatasi kekuasaan majelis lain.
Sistem parlemen lain yang pernah digunakan pada negara adalah sistem 3 kamar. Sistem 3 kamar adalah sistem yang sistem parlemen yang terbagi atas 3 lembaga legislatif atau lembaga perwakilan dalam suatu struktur negara.
Meskipun tidak banyak dikenal, sistem tiga kamar ini dipraktekkan dalam Sistem Pemerintahan di Cina Taiwan.
Sistem ini struktur organisasi parlemennya nasionalnya terdiri atas tiga badan yang masing-masing mempunyai fungsi sendiri-sendiri.
4.Tugas Dan Wewenang Lembaga Perwakilan secara Umum.
Tugas dan wewenang yang dijalankan setiap lembaga perwakilan rakyat di dunia adalah sebagai berikut:
1. Sebagai lembaga perwakilan rakyat yang mengawasi jalannya pemerintahan yang dilakukan oleh pemegang kekuasaan eksekutif agar kekuasaan pemerintah tidak menindas rakyat sehingga kekuasaan tidak dijalankan secara sewenang-wenang .
2. Sebagai pemegang kekuasaan legislatif untuk menjalankan keinginan rakyat. Dan diinterprestasikan dalam undang-undang dan juga sebagai pembuat Undang-Undang Dasar (supreme legislative body of some nations ) .
5. Konsep Lembaga Perwakilan di Indonesia
Konsep lembaga perwakilan di Indonesia jika dipecah-pecah akan terbagi kedalam beberapa periodesasi menurut Undang-Undang Dasar yang dipakai dalam Negara Indonesia ,yaitu:
1. Undang-Undang Dasar 1945, yang berlaku antara 18 Agustus 1945 sampai dengan 27 Desember 1949.
2. Konstitusi Republik Indonesia Serikat 1949, yang berlaku antara 27 Desember 1949 sampai dengan 17 Agustus 1950
3. Undang Undang Dasar Sementara Tahun 1950, yang berlaku antara 17 Agustus 1950 sampai dengan 5 Juli 1959
4. Kembali Ke Undang Undang Dasar 1945, yang berlaku sejak dekrit Presiden 5 Juli 1959 sampai dengan sekarang.
Yang akan dibahas secara deskriptif dalam karya tulis ini adalah periode kembali ke Undang-Undang Dasar 1945 terutama setelah perubahan UUD 1945.
5.1. Sebelum Perubahan UUD 1945
Perkembangan konsep lembaga perwakilan di Indonesia dimulai sejak tahun 1945. Tidak ada ketentuan secara tegas yang menyatakan bahwa MPR termasuk lembaga perwakilan atau tidak . Dan Majelis Permusyawaratan Rakyatpun tidak diberi kewenangan legislatif (membuat undang-undang), Dewan Perwakilan Rakyat yang merupakan badan yang berada dibawahnyapun tidak diberi kewenangan legislatif. Sehingga MPR dan DPR (yang seharusnya merupakan badan legislatif) mendelegasikan kewenangan/kekuasaan yang berlebihan kepada lembaga pemerintah.
Secara filosofis MPR merupakan perwujudan seluruh rakyat di Indonesia. MPR secara yuridis menurut pasal 2 ayat 1 UUD 1945. “Kedaulatan ada di tangan rakyat dan dijalankan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat” . Berarti yang merupakan penjelmaan rakyat di Indonesia adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat, sehingga lembaga MPR termasuk kedalam penjelmaan perwakilan rakyat sepenuhnya dan mempunyai kekuasaan di segala fungsi .
Dan jika dilihat dari penjelasan diatas Majelis Permusyawaratan Rakyat memiliki 2(dua) macam fungsi, yaitu:
1. Fungsi legislatif, yang lahir dari kekuasaan-kekuasaan menetapkan Undang-Undang Dasar, kekuasaan mengubah Undang-Undang Dasar dan kekuasaan menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara;
2. Fungsi non legislatif, yang lahir melalui kekuasaan memilih dan mengangkat Presiden dan Wakil Presiden.
Dalam melihat MPR secara keseluruhan maka harus dilihat ide pembentukannya pertama kali.
Untuk menjamin agar majelis ini benar-benar menjadi penjelmaan seluruh rakyat. Maka ditentukan bahwa keanggotaannya meliputi:
1. Seluruh wakil rakyat yang terpilih melalui DPR.
2. Utusan Golongan yang ada dalam masyarakat menurut ketentuan peundang-undangan yang berlaku.
3. Utusan daerah seluruh Indonesia menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Sebelum dilakukan perubahan UUD 1945 maka MPR mempunyai kewenangan menjalankan kedaulatan rakyat yang penuh. Tidak ada suatu lembaga negarapun di Indonesia yang diberikan kewenangan sebesar ini sehingga MPR menjadi lembaga yang sangat kuat.
Konsep lembaga MPR sebelum perubahan Undang-Undang Dasar 1945 harus dilihat dari apa yang diinginkan oleh para pendiri bangsa ini yang merumuskan Undang-Undang Dasar 1945 (Founding Fathers). Sebelum Indonesia diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945 telah ada lembaga yang dibentuk oleh Jepang yaitu BPUPKI (Badan Penyelidikan Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) dan merupakan badan yang menyelidiki usaha persiapan kemerdekaan di Indonesia. Walaupun pada akhirnya BPUPKI merumuskan Undang-Undang Dasar.
Konstitusi atau Undang-Undang Dasar adalah hukum tertinggi dan tertulis yang mengatur tentang mekanisme penyelenggaraan negara, sebagai kumpulan aturan pembagian kekuasaan negara. Dan membatasi kekuasaan pemerintah sehingga tidak sewenang-wenang.
Merumuskan rancangan konstitusi tentu merupakan pekerjaan asing bagi mereka. Sulit mencari untuk tidak mengatakan tidak ada sama sekali diantara mereka yang berpengalaman dalam merancang suatu sistem kekuasaan negara, susunan badan-badan negara, dasar ideologi negara, hak asasi manusia sebagaimana umumnya sebuah konstitusi. Dengan demikian, mudah diduga para anggota BPUPKI akan terinspirasi, terpengaruh atau bahkan mengadopsi langsung gagasan atau praktek bernegara yang pernah atau sedang berlaku dari bangsa lain yang dirumuskan dalam konstitusinya . Dan tujuan legal dari konstitusi bukan hanya suatu pemerintahan perwakilan yang terbatas. Tetapi juga yang bersifat umum dengan pelaksanaan pengadilan kebebasan individu, seperti apa yang kita sebut pemerintahan berdasarkan hukum (hal ini diungkapkan oleh Montesquieu ) . Dan para founding fathers kemudian membuat beberapa lembaga negara yang fungsinya mengawasi lembaga negara yang lain.
Konsep perwakilan di Indonesia sulit untuk dikategorikan sistem perwakilan satu kamar, dua kamar ataupun tiga kamar. Apabila dicari kemiripannya maka akan mirip dengan sistem parlemen 1 kamar. Walaupun demikian lembaga perwakilan di Indonesia haruslah dilihat sebagai suatu hal yang khas dari sistem ketatanegaraan di Indonesia. Menurut Profesor Jimly Asshiddiqie bahwa kategori sistem parlemen di Indonesia adalah sistem campuran .
Kesulitan untuk mengkategorikan hal ini mungkin karena Indonesia adalah negara yang baru ada. Dan konsep lembaga negara Indonesia berdasarkan keinginan founding fathers untuk membuat hal yang berbeda dalam struktur lembaga negara. Walaupun para pembuat Undang-Undang Dasarnya belajar ke negara lain sehingga akan ada proses peniruan dengan negara lain.
Kemungkinan Indonesia mengambil beberapa pola sistem politik yang berbeda telah dipikirkan oleh penulis-penulis ilmu politik yang jeli. Shils telah berbicara tentang lima kategori seperti: demokrasi politik, demokrasi terpimpin, oligarki yang memodernisasikan, oligarki totaliter dan oligarki tradisional. Dan John Kautsky dengan tema yang sedikit berbeda berbicara tentang otoriterisme arsitokratik tradisional, suatu tahapan peralihan yang berupa dominasi oleh kaum intelektual nasionalis, totaliterisme kaum aristokrasi (seperti politik syncretiknya Organski), totaliterisme kaum intelektual (serupa dengan model stalinisnya Organski), dan demokrasi .
5.2. Sistem Parlemen Setelah Perubahan UUD 1945
Setelah dilakukan Perubahan Undang-Undang Dasar 1945. Konsep MPR sebagai pemegang kedaulatan rakyat yang merupakan kekuasaan tertinggi dalam negara dihapus dengan Perubahan ke 4 Undang-Undang Dasar. MPR tidak lagi memegang kekuasaan tertinggi dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia. MPR tetap tidak bisa dikategorikan sebagai lembaga legislatif karena MPR tidak membuat peraturan perundang-undangan. Tetapi MPR masih bisa dikategorikan sebagai lembaga perwakilan rakyat.
Karena susunan anggota MPR yang ada dalam Undang- Undang Dasar 1945 menurut pasal 2 UUD 1945 setelah Perubahan Keempat adalah:
(1) Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang.
Jika dilihat dari komposisi anggota Majelis Permusywaratan Rakyat maka MPR dapat digolongkan sebagai lembaga parlemen . Dan masih ada kewenangan membuat Undang-Undang Dasar, memberhentikan presiden, maka Majelis Permusyawaratan Rakyat dianggap institusi demokrasi perwakilan .
Representasi kepentingan rakyat secara nasional dalam lembaga Dewan Perwakilan Rakyat yang dipilih melalui partai politik dalam pemilihan umum. Hal ini merupakan suatu tuntutan negara demokratis.
Representasi Dewan Perwakilan Daerah sebagai suatu lembaga perwakilan rakyat didaerah dipahami diantaranya karena:
1. Secara sosiologis ikatan masyarakat dengan propinsi jauh lebih kuat dibandingkan kabupaten.
2. Secara teknis pelaksanaan juga jauh lebih mudah karena sudah ada pembagian wilayah administratif yang jelas.
3. Pemilihan berbasis propinsi lebih representatif mewakili semua daerah dibandingkan dengan basis kabupaten, mengingat jumlah kabupaten yang ada di pulau jawa tidak seimbang dengan daerah diluar pulau jawa.
Jika demikian maka sistem parlemen di Indonesia adalah sistem trikameral. Hal ini diungkapkan oleh Prof.Jimly Asshiddiqie pada seminar yang dilaksanakan di Bali . Dengan alasan bahwa unsur keanggotaan MPR yang berubah, Kewenangan tertinggi yang dicabut, Diadopsinya prinsip pemisahan kekuasaan, diadopsinya pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung.
BAB III
TUGAS DAN WEWENANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat Sebelum Perubahan UUD 1945.
Sebelum membahas tugas dan wewenang Majelis Permusyawaratan Rakyat, maka harus dilihat bagaimana Undang-Undang Dasar yang pernah berlaku di Indonesia. Karena Undang-Undang Dasar merupakan pedoman dasar bernegara.
Di Indonesia Undang-Undang Dasar yang pernah berlaku terbagi atas 3. UUD tersebut adalah: 1. UUD 1945 2. Konstitusi RIS 3. UUDS 1950. Yang akan dibahas adalah bagaimana perumusan MPR pertama kali. Sedangkan yang menjadi bahasan utama adalah tugas dan wewenang sebelum dan sesudah Perubahan UUD 1945.
1.1. UUD 1945
UUD 1945 adalah Undang-Undang Dasar pertama yang disepakati sebagai Konstitusi bagi Republik Indonesia. Dalam sejarah pembentukan UUD ini dapat diketahui bahwa dalam UUD keinginan untuk menjelmakan aspirasi rakyat didalam bentuk berupa badan perwakilan seperti Majelis Permusyawaratan Rakyat, pertama kali dilontarkan oleh Bung Karno . Sejalan dengan Konsepsi tersebut Muh.Yamin ternyata juga mengemukakan prinsip dari lima prinsip yang dikemukakannya. Prinsip keempat ialah Peri Kerakyatan, yang terdiri dari :
A. Permusyawaratan, dengan mengutip surat Assyura ayat 38 yang artinya: “ Dan bagi orang-orang yang beriman, mematuhi seruan Tuhan-Nya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka diputuskan dengan musyawarah antara mereka dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka”. Demikian juga prinsip musyawarah ini diterapkan sesudah zaman Nabi yang dasarnya ialah bersatu untuk bermufakat , menurut perpaduan adat dengan perintah agama. Dalam konteks ini Muh. Yamin menampakkan bahwa musyawarah yang dimaksudkan untuk Indonesia, ialah musyawarah yang bersumber dari hukum Islam dan Adat. Hal tersebut merupakan perpaduan konsepsi yang paling berpengaruh di Indonesia. Hukum Islam dalam hal ini diilhami oleh Al Quran, sedangkan adat diilhami oleh kondisi bangsa Indonesia, yang hukum aslinya ialah hukum adat.
B. Perwakilan: Dasar Adat yang mengharuskan perwakilan-perwakilan sebagai ikatan masyarakat di seluruh Indonesia. Perwakilan sebagai dasar abadi dari tata negara. Dan dilakukan oleh seluruh Murba dalam masyarakat yang kecil dan dengan perantaraan perwakilan dalam susunan negara.
C. Kebijaksanaan: Rationalisme; perubahan dalam adat dan masyarakat keinginan penyerahan; Rationalisme sebagai dinamik masyarakat.
Unsur-unsur yang dipakai dalam merumuskan sedikit banyak mirip dengan Majelis Syura dalam agama Islam . Hal ini tidaklah aneh karena sebelum diubah pada tanggal 18 Agustus 1945, ada beberapa pasal yang memuat tentang agama Islam misalnya pasal 6 dan pasal 29.
Dalam masa setelah disahkannya Undang-Undang Dasar 1945 sebagai Undang-Undang Dasar negara. Maka Undang Undang Dasar ini menjadi suatu pedoman bernegara yang dipakai oleh seluruh lembaga negara yang ada di Republik Indonesia.
Setelah kemerdekaan maka lembaga atau fungsi yang baru dibentuk adalah fungsi eksekutif. Fungsi tersebut direpresentasikan dilakukan oleh Presiden dan Wakil Presiden dan kabinetnya untuk menjalankan kekuasaan secara sementara.
Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden pun tidak sesuai dengan yang diamanatkan oleh UUD yaitu dipilih oleh PPKI. Tetapi hal ini bisa diatasi dengan adanya Aturan Peralihan dalam UUD 1945.
Aturan Peralihan terdiri dari pasal 1 sampai dengan pasal IV isinya adalah sebagai berikut:
I. Panitia Persiapan kemerdekaan Indonesia mengatur dan menyelenggarakan kepindahan pemerintahan kepada pemerintah Indonesia.
II. Segala badan Negara dan Peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar itu.
III. Untuk pertama kali Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia.
IV. Sebelum Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Pertimbangan Agung dibentuk menurut Undang-Undang Dasar ini, segala kekuasaannya dijalankan oleh Presiden dengan bantuan Komite Nasional.
Apa yang dinyatakan oleh Aturan Peralihan ini telah dilaksanakan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia, seperti pemilihan Presiden dan Wakil Presiden . Terkecuali pasal IV Aturan Peralihan yang baru terbentuk 1 tahun kemudian.
Dan selama 4 tahun Pemerintah belum bisa mengadakan Pemilihan Umum untuk memilih warga negara terpilih yang berhak duduk dalam DPR. Apabila DPR belum terbentuk maka otomatis MPR pun tidak terbentuk sehingga representasi dari lembaga perwakilan sementara dipindahkan kepada Komite Nasional Indonesia Pusat. Hal ini terkandung dalam maklumat Wakil Presiden No X tahun 1946, “Bahwa Komite Nasional Pusat, sebelum terbentuk Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara, serta menyetujui bahwa pekerjaan Komite Nasional Pusat sehari-hari berhubung dengan gentingnya keadaan dijalankan oleh sebuah Badan Pekerja yang dipilih diantara mereka dan yang bertanggung jawab kepada Komite Nasional Pusat”.
Hal ini merupakan inisiatif yang diambil pemerintah dari amanat dari Pasal IV Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945. Pasal tersebut berbunyi “Sebelum Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Pertimbangan Agung dibentuk menurut Undang-Undang Dasar ini, segala kekuasaannya dijalankan oleh Presiden dengan bantuan sebuah komite Nasional” .
Sampai tahun 1949 Indonesia belum memiliki kelengkapan negara yang diminta oleh UUD 1945. Dan berlangsung sampai Undang-Undang Dasar tahun 1945 diganti oleh Konstitusi RIS 1949
1.2.Konstitusi RIS
Pada tahun 1949 Konstitusi RIS berlaku dan UUD 1945 tidak berlaku sebagai UUD. Rencana Konstitusi Republik Indonesia Serikat disiapkan oleh kedua delegasi Indonesia dan pertemuan untuk Permusyawaratan Federal (Bijeenkomst voor Federaal Overleg) selama sidang-sidang Konferensi Meja Bundar. Pada Desember 1949 setelah disetujui oleh Sidang Pleno Komite Nasional Pusat dan badan-badan perwakilan dari daerah-daerah bagian lainnya . Wakil Pemerintah Republik Indonesia dan wakil-wakil Pemerintah Daerah menyetujui Konstitusi 1949 tersebut. Dengan catatan bahwa Konstitusi RIS merupakan konstitusi sementara sama halnya dengan Undang-Undang Dasar 1945.
Dalam Konstitusi RIS ini maka lembaga-lembaga negara yang ada adalah: Presiden, Menteri-menteri, Senat, Dewan Perwakilan Rakyat, Mahkamah Agung Indonesia dan Dewan Pengawas Keuangan . Yang menjalankan fungsi lembaga perwakilan adalah Senat dan Dewan Perwakilan Rakyat.
1.3.UUDS 1950
Pada tanggal 14 Agustus 1950 Parlemen Republik Indonesia Serikat menerima baik Rencana Undang-Undang Dasar dengan kelebihan suara besar dalam kedua majelis. Pada tanggal 15 Agustus 1950 UUD ini ditanda tangani oleh Presiden dan Menteri Kehakiman Republik Indonesia dan diundangkan sebagai Undang-Undang Dasar Republik Indonesia. Bentuk Negara Kesatuan dalam Negara Republik Indonesia untuk seluruh Indonesia dipulihkan kembali pada tanggal 17 Agustus 1950 dan Undang-Undang Dasar 1950 mulai berlaku pada hari yang sama.
Jika dalam Konstitusi RIS 1949 kedaulatan dilakukan oleh Pemerintah bersama-sama dengan DPR dan Senat. Maka pelaku kedaulatan menurut UUDS 1950 adalah pemerintah bersama-sama dengan DPR. Sedangkan dalam UUD 1945, kedaulatan Rakyat itu dilakukan sepenuhnya oleh MPR.
Dalam UUDS 1950 alat kelengkapan negara hampir sama dengan Konstitusi RIS akan tetapi berkurang dengan dihapuskannya Senat. Hal ini terjadi karena Indonesia berubah menjadi Negara Kesatuan kembali. Dan Dewan Perwakilan Rakyat sebagai pemegang fungsi pengawas dan perwakilan rakyat .
Adanya suatu forum/sidang pembuat Undang-Undang Dasar baru dalam Undang-Undang Dasar Sementara 1950 merupakan suatu hal yang menarik. Karena forum yang bernama Konstituante ini diberikan kewenangan membuat Undang-Undang Dasar baru. Dan sifatnya adalah sementara karena jika tugas sekaligus wewenangnya telah selesai dilaksanakan maka forum Konstituante ini berakhir .
1.4.Kembali ke UUD 1945
Semenjak tanggal 5 Juli 1959 Indonesia kembali kepada UUD 1945 dengan adanya Dekrit Presiden 1959 . Dasar hukum dekrit ini adalah staatsnoodrecht (hukum tata negara dalam keadaan darurat) .
Pembubaran ini dilakukan secara sepihak oleh Presiden Republik Indonesia. Karena sampai tahun 1959 Undang-Undang Dasar baru belum terbentuk.
Hal ini sama dengan pendapat Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Orde Baru yang dapat dibaca dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara No XX/MPRS/1966. Adanya istilah Orde Baru diatas, adalah untuk membedakan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara pada masa 1965 yang juga disebut masa Orde Lama yang dianggap kurang mencerminkan pelaksanaan Undang-Undang Dasar 1945 secara murni dan konsekwen. Sebab sesudah gagalnya Gerakan 30 September 1965, maka semboyan untuk melaksanakan Undang-Undang Dasar 1945 secara murni dan konsekwen dimulai oleh Orde Baru.
Sesudah kembali kemasa Orde Baru maka dapat dilihat berbagai konsep yang dijalankan oleh Pemerintahan Orde Baru sesuai menurut UUD 1945. Dengan ditegaskannya bahwa MPR adalah suatu lembaga negara tertinggi dan sebuah lembaga yang berwenang untuk menjalankan kedaulatan rakyat . Sehingga MPR menjelma sebagai sebuah lembaga negara yang mempunyai kewenangan yang sangat besar hampir sama dengan rumusan awal dalam pembicaraan para founding fathers untuk menyusun UUD 1945 . Wewenang yang sangat besar tersebut harus membuat lembaga ini berdaya dalam mewujudkan kedaulatan warga negara yang diwakilinya.
Menurut Bagir Manan dalam batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945, Majelis Permusyawaratan Rakyat tidak memegang kedaulatan negara melainkan sepenuhnya kedaulatan rakyat. Karena ada perbedaan mendasar antara paham kedaulatan negara dan rakyat. Kedaulatan negara mengkonstruksikan negara mempunyai kehendak sendiri terlepas dari kehendak rakyat. Kehendak negara adalah tertinggi akan menuju pada sistem totaliter bukan menuju kepada kedaulatan rakyat (democracy).
Untuk mempelajari konsep MPR dapat dilihat dari sistem perekrutan anggota . Dan hal ini dapat kita pelajari dari 3 cara:
1. Mempelajari kembali pembicaraan-pembicaraan yang terjadi di BPUPKI dan PPKI( Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia).
2. Menghubungkan pasal 2 ayat 1 dengan pasal 1 ayat 2 UUD 1945.
3. Mempelajari sistem pemerintahan yang dianut oleh Undang-Undang Dasar 1945.
Semenjak Orde Baru dimulailah suatu konsep lembaga MPR yang pemilihan anggotanya sesuai dengan Undang-Undang Dasar. Dalam perekrutan anggota semenjak tahun 1971 diadakan Pemilihan Umum yang memilih anggota DPRD II, DPRD I, dan DPR. Dan setelah itu akhirnya terpilihlah anggota MPR yang merupakan amanat Undang-Undang Dasar 1945 . Walaupun dalam perekrutan anggota MPR setelah tahun 1973 anggotanya MPR yang diangkat 60 persen. Dan anggota DPR ada juga yang diangkat, maka hal ini dianggap inkonstitusional oleh Prof. Dr. Ismail Suny.
2. Majelis Permusyawaratan Rakyat Sesudah Perubahan UUD 1945
Pada tahun 1998 telah terjadi peristiwa yang mengubah tatanan ketatanegaraan Republik Indonesia dengan mundurnya Presiden Soeharto menurut pasal 8 UUD 1945. Walaupun ada yang beranggapan pergantian tersebut tidak sesuai dengan bunyi pasal 8 UUD 1945 . Walaupun pada akhirnya dianggap sah pengunduran diri tersebut .
Setelah itu terjadilah Pemilihan Umum tahun 1999 yang diikuti oleh 48 partai politik akhirnya terbentuklah anggota DPRD, DPR dan anggota MPR baru. Dan pada Sidang Tahunan 1999 maka UUD 1945 diubah dengan Perubahan I UUD 1945 terutama pasal mengenai masa jabatan presiden, sehingga diharapkan tidak terjadi hal-hal yang ada dimasa lalu mengenai jabatan Presiden RI . Dan juga mengenai beberapa kewenangan Presiden yang dialihkan dan dibantu oleh Dewan Perwakilan Rakyat .
Kemudian pada tahun 2000, Undang-Undang Dasar 1945 kembali diubah. Perubahan Undang-Undang Dasar ini lebih menekankan pada Hak Azasi Manusia, yang menjadi konsentrasi pembahasan untuk dimuat pada saat itu .
Tahun 2001 kembali terjadi perubahan Undang-Undang Dasar melalui Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat. Perubahan III Undang-Undang Dasar 1945 pun disahkan dengan menekankan pada perubahan kedaulatan rakyat. Dalam UUD 1945 sebelum Perubahan UUD 1945 dinyatakan bahwa kedaulatan ada ditangan rakyat dan dijalankan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat diubah menjadi kedaulatan ada ditangan rakyat dan dijalankan oleh Undang-Undang Dasar. Perubahan ini sangatlah penting karena, perubahan inilah yang menjadi dasar untuk mereduksi kewenangan Majelis Permusyawaratan Rakyat. Dan perubahan ini menjadi pijakan untuk Perubahan IV UUD 1945.
Menurut Rosseau dalam Kontrak Sosial maka perjanjian yang dibentuk oleh penguasa dan rakyat yang dikuasai, bertujuan untuk melindungi kepentingan individu dalam masyarakat. Dan untuk menjaga kepentingan masyarakat dengan individu sehingga tidak terjadi benturan antara hak antara individu juga dengan masyarakat .
Perjanjian ini bertujuan juga untuk membatasi kekuasaan penguasa dalam menjalankan tugas dan perjanjian tersebut. Dengan semakin berkembangnya peradaban maka bentuk perjanjian sosial pun menjadi lebih rapi.
Kemudian hal ini dikenal sebagai Konstitusi. Biasanya pelaksanaan kedaulatan rakyat secara representatif dalam konstitusi disebut sebagai lembaga perwakilan.
Dengan demikian sebagai Konstitusi yang baik seharusnya Undang-Undang Dasar 1945 sesuai dengan karakteristik yang disebut diatas.
Perubahaan Undang-Undang Dasar 1945, bertujuan untuk mencapai karakteristik perjanjian sosial antara negara dengan masyarakat. Dan perubahan tersebut membawa dampak yang sangat besar bagi Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai lembaga perwakilan.
3.Tugas dan Wewenang Majelis Permusyaratan Rakyat
Dalam menjelaskan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia haruslah dilihat tugas dan wewenang yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945. Sehingga pembahasan akan lebih tajam dan mengkerucut.
Dan tugas dan wewenang ini akan dibagi kedalam dua periode Undang-Undang Dasar 1945. Periode tersebut adalah sebelum perubahan Undang-Undang Dasar dan setelah Perubahan Undang-Undang Dasar.
3. 1. Tugas dan Wewenang MPR Sebelum Perubahan UUD 1945
MPR sebagai suatu lembaga negara merupakan badan yang merupakan pelaksana kedaulatan rakyat di Republik Indonesia sebelum diadakan Perubahan Undang-Undang Dasar 1945. Setelah diadakan perubahan maka terjadilah perubahan pada Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia. MPR sebagai lembaga penjelamaan seluruh rakyat Indonesia, dan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara yang sama kedudukannya dengan negara lain.
Sebelum Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 tugas dan wewenang MPR dicantumkan dalam UUD 1945 dan juga TAP MPR. Sedangkan setelah Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 maka tidak ada lagi pengaturan tugas dan wewenang yang diatur dalam Ketetapan MPR. Setelah satu tahun berjalan disahkanlah undang-undang tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD baru dijelaskan tugas dan wewenang MPR.
3.1.1. Tugas MPR Sebelum Perubahan UUD 1945
Tugas Majelis Permusyawaratan Rakyat sebelum Perubahan UUD 1945 ada didalam pasal 3 dan pasal 6 UUD 1945 serta pasal 3 Ketetapan MPR No. 1/MPR/ 1983, dan dinyatakan sebagai berikut:
1. menetapkan Undang Undang Dasar
2. menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara.
3. memilih (dan mengangkat) presiden dan wakil Presiden.
Dalam tugas MPR ini dapat dipelajari bahwa tugas MPR sebagai suatu lembaga negara meliputi tiga. Tugas ini tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945. Sebagai lembaga pemegang kedaulatan Rakyat dalam UUD 1945 maka MPR mempunyai tugas yang besar yaitu membuat Undang-Undang Dasar. Dan tugas inilah yang pada masa sebelum Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 belum pernah dilaksanakan oleh Majelis Permusyawatan Rakyat.
Dalam amanat sidang BPUPKI yang para founding fathers menyatakan bahwa Undang-Undang Dasar 1945 adalah Undang Undang Dasar kilat. Perlu diadakan Undang-Undang Dasar baru yang lebih baik dan jika negara dalam keadaan aman. Hal ini dapat kita lihat dalam pidato dari ketua PPKI Ir. Soekarno yang mengatakan:
“… tuan-tuan semuanya tentu mengerti, bahwa Undang Undang Dasar yang (kita) buat sekarang ini adalah Undang-Undang Dasar sementara. Kalau boleh saya memakai perkataan: ini adalah Undang-Undang Dasar kilat. Nanti kalau telah bernegara didalam suasana yang lebih tenteram, kita tentu akan mengumpulkan kembali Majelis Permusyawaratan Rakyat yang dapat membuat Undang-Undang Dasar yang lebih lengkap dan lebih sempurna.
Tuan-tuan tentu mengerti, bahwa ini adalah sekedar Undang-Undang Dasar sementara. Undang- Undang Dasar kilat, bahwa barangkali boleh dikatakan pula, inilah revolutie-grondwet. Nanti kita membuat Undang-Undang Dasar yang lebih sempurna dan lengkap. Harap diingat benar-benar oleh tuan-tuan, agar supaya kita ini hari bisa selesai dengan Undang-Undang Dasar ini. “
3.1.2. Wewenang MPR Sebelum Perubahan UUD 1945
Sedangkan wewenang MPR menurut Prof Sri Soemantri bahwa jika diteliti dalam UUD 1945 maka Undang Undang Dasar 1945 hanya mengatur satu wewenang saja, yaitu dalam pasal 37. Dan setelah adanya ketetapan MPR No. 1/MPR/1983 dapat kita lihat bahwa wewenang MPR tidak hanya itu saja. Dalam pasal 4 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat MPR No 1/MPR/1983 kewenangan MPR ada sembilan, yaitu :
1. membuat putusan-putusan yang tidak dapat dibatalkan oleh lembaga negara yang lain, termasuk penetapan Garis-Garis Besar Haluan Negara yang pelaksanaannya ditugaskan kepada Presiden/Mandataris.
2. Memberikan penjelasan yang bersifat penafsiran terhadap putusan-putusan Majelis.
3. Menyelesaikan pemilihan dan selanjutnya mengangkat Presiden Wakil Presiden.
4. Meminta pertanggungjawaban dari Presiden/ Mandataris mengenai pelaksanaan Garis-Garis Besar Haluan Negara dan menilai pertanggungjawaban tersebut.
5. Mencabut mandat dan memberhentikan Presiden dan memberhentikan Presiden dalam masa jabatannya apabila Presiden/mandataris sungguh-sungguh melanggar Haluan Negara dan/atau Undang-Undang Dasar.
6. Mengubah undang-Undang Dasar.
7. Menetapkan Peraturan Tata Tertib Majelis.
8. Menetapkan Pimpinan Majelis yang dipilih dari dan oleh anggota.
9. Mengambil/memberi keputusan terhadap anggota yang melanggar sumpah/janji anggota.
Ada satu kewenangan yang sudah dicantumkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 akan tetapi lebih sering disebut dengan kekuasaan atau kedaulatan. Dalam pasal 1 ayat 3 disebutkan bahwa ”Kedaulatan adalah ditangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat” . Kekuasaan dalam bahasa Inggris disebut Power merupakan Great Authority, atau dapat diartikan sebagai kewenangan yang sangat besar/terbesar. Hal ini dapat dilihat dalam beberapa Undang-Undang Dasar di negara lain seperti Cina, Venezuela dan Amerika Serikat yang menggunakan kata power sebagai kewenangan lembaga negaranya.
3. 2. Tugas Dan Wewenang MPR Yang Diatur Dalam UUD Sesudah Perubahan UUD 1945.
Tugas dan wewenang Majelis Permusyaratan Rakyat tidaklah banyak berkurang setelah perubahan UUD, akan tetapi dampaknya sangat besar terhadap lembaga MPR. Karena Majelis Permusyawaratan Rakyat kedudukannya sama dengan dengan lembaga negara yang lain .
Hal yang sangat mendasar adalah dicabutnya kewenangan MPR dalam hal melaksanakan kedaulatan rakyat dan dicabutnya tugas untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden. Sehingga Majelis Permusyawaratan Rakyat tidaklah lagi menjadi lembaga tertinggi negara.
3.2.1. Tugas MPR Sesudah Amandemen UUD 1945
Dalam Perubahan UUD 1945, tugas dan wewenang Majelis Permusyawaratan Rakyat berubah. Dengan berubahnya konsep lembaga Majelis Permusyawaratan Rakyat maka berubah pula beberapa tugas dan wewenangnya. Tugas MPR setelah Amandemen UUD 1945 adalah
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat melantik Presiden dan/ atau Wakil Presiden (Pasal 3 ayat 2 Perubahan III UUD 1945).
2. Melakukan peninjauan terhadap materi dan status hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk diambil putusan pada sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat tahun 2003 (pasal I Aturan Tambahan Perubahan ke IV UUD 1945).
Ad. 1. Tugas Majelis Permusyawaratan Rakyat dalam hal ini adalah tugas formal atau upacara yang harus dilakukan jika telah dipilih Presiden dan Wakil Presiden dalam Pemilihan Umum. Tugas MPR ini merupakan konsekuensi dari Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 yang mewajibkan Pemilihan untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden secara langsung oleh rakyat. Melantik bukanlah wewenang dari MPR karena jika telah dipilih Presiden dan Wakil Presiden dalam Pemilihan Umum, maka kewajiban dari MPR adalah melantik Presiden dan Wakil Presiden RI. Seharusnya dijelaskan secara tegas mengenai kewajiban ini sehingga tidak menimbulkan beberapa interprestasi yang menyimpang seperti jika Majelis Permusyawaratan Rakyat tidak mau melantik Presiden dan Wakil Presiden yang terpilih dalam pemilihan langsung oleh rakyat maka konsekuensinya bagaimana, apakah sah atau tidak Presiden dan Wakil Presiden. Sedangkan jika tidak ada yang mengesahkan maka Presiden dan Wakil Presiden terpilih akan cacat hukum karena belum dilantik oleh lembaga yang berwenang yang diberi kekuasaan untuk melantik. Dan apakah Majelis Permusyawaratan Rakyat melanggar Undang-Undang Dasar jika tidak mau melantik Presiden dan Wakil Presiden terpilih.
Ad.2. Tugas Majelis melakukan peninjauan materi dan status hukum Ketetapan MPRS dan MPR merupakan tugas sementara yang dibebankan kepada MPR oleh Undang-Undang Dasar. Pasal I Aturan Tambahan menyatakan bahwa MPR harus “melakukan peninjauan terhadap materi dan status hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk diambil putusan pada sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat tahun 2003 ”. Sementara disini terletak pada kalimat akan diambil putusan pada sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat tahun 2003, jika telah diambil putusannya maka tugas ini berakhir dengan sendirinya.
Dalam Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 maka dapat disimpulkan tugas Majelis Permusyawaratan Rakyat tidak dijelaskan secara jelas. Apakah ketentuan tersebut tugas atau bukan tapi secara definitif, tugas adalah kewajiban atau sesuatu yang wajib dikerjakan atau ditentukan untuk dilakukan.
3.2.2. Wewenang MPR Sesudah Perubahan UUD 1945
Sedangkan wewenang Presiden RI dalam UUD 1945 maka bisa disimpulkan sebagai berikut:
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar 1945. (Pasal 3 ayat 1 Perubahan Ke III UUD 1945).
2. Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dapat memberhentikan Presiden dan atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut UUD (Pasal 3 ayat 3 Perubahan ke III UUD 1945).
3. Memilih Presiden atau Wakil Presiden pengganti sampai terpilihnya Presiden dan atau Wakil Presiden sebagaimana mestinya. ( Pasal 8 ayat 3 Perubahan Keempat).
Ad. 1.Wewenang MPR ini merupakan suatu hal yang telah diatur sebelum Perubahan dan sesudah Perubahan UUD 1945. Tetapi sebelum Perubahan UUD 1945 hal ini merupakan tugas dari MPR seperti yang diamanatkan dalam pasal 3 UUD 1945. Dan alasan ini diperkuat oleh pasal 2 Aturan Tambahan UUD 1945. Pasal ini menyatakan jika telah berhasil diadakan Pemilihan Umum dan terbentuk Majelis Permusyawaratan Rakyat, maka MPR harus bersidang untuk membuat Undang-Undang Dasar baru. Setelah perubahan UUD 1945 tugas menetapkan UUD termasuk dalam wewenang MPR. Karena dalam UUD 1945 tidak ada aturan yang mewajibkan Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk melakukan penggantian Undang-Undang Dasar baru. Karena wewenang atau wenang adalah hak dan kekuasaan (untuk melakukan sesuatu) . MPR apabila merasa perlu mengganti Undang-Undang Dasar maka dapat melakukannya. Jika tidak perlu maka tidak ada larangan untuk tidak melakukannya.
Ad.3. Kewenangan ini dilakukan jika telah terpenuhi syarat untuk memberhentikan Presiden dan Wakil Presiden dalam UUD 1945 setelah Perubahan. Wewenang dilakukan melalui proses yang lama dan dilaksanakan oleh beberapa lembaga negara. Untuk memberhentikan Presiden harus melalui pendapat Dewan Perwakilan Rakyat yang telah meminta putusan dari Mahkamah Konstitusi (pasal 7B Perubahan UUD 1945).
Secara kedudukan maka MPR telah sama dengan lembaga negara yang lain. Tidak ada lagi lembaga tertinggi Negara dan lembaga tinggi Negara. Sehingga dalam sistem Ketatanegaraan tidak ada lagi lembaga Negara yang lebih tinggi dari yang lain.
Menurut Dr. Maria Farida, semua lembaga negara yang mengeluarkan produk peraturan perundang-undangan maka kedudukannya lebih tinggi dari yang lain. Dan Majelis Permusyawaratan Rakyat merupakan lembaga Negara yang mengeluarkan peraturan yang lebih tinggi. Sehingga Majelis Permusyawaratan Rakyat adalah lembaga Negara yang lebih tinggi dari lembaga Negara yang lain.
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tetap mengeluarkan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi yaitu Undang-Undang Dasar. Hal ini berarti secara Ilmu Perundang-undangan lembaga Majelis Permusyawaratan Rakyat lebih tinggi dari lembaga Negara yang lain.
3.2.3. Tugas Dan Wewenang MPR Sesudah Undang-Undang Susunan Dan Kedudukan MPR, DPR, DPD Dan DPRD
Tugas Dan Wewenang yang dijelaskan diatas adalah Sesudah Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar 1945. Tugas dan wewenang ini sebelum adanya undang-undang tentang susunan dan kedudukan anggota MPR, DPR, DPD dan DPRD.
Pada tanggal 9 Juli 2003 , telah disetujui undang-undang mengenai susunan dan kedudukan . Dan dalam undang-undang tersebut telah diatur mengenai tugas dan wewenang MPR, sebagai berikut:
a. mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar;
b. melantik Presiden dan Wakil Presiden berdasarkan hasil pemilihan umum, dalam Sidang Paripurna MPR;
c. memutuskan usul DPR berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi untuk memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya setelah Presiden dan/atau Wakil Presiden diberi kesempatan untuk menyampaikan penjelasan di dalam Sidang Paripurna MPR;
d. melantik Wakil Presiden menjadi Presiden apabila Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melaksanakan kewajibannya dalam masa jabatannya;
e. memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diajukan Presiden apabila terjadi kekosongan jabatan Wakil Presiden dalam masa jabatannya selambat-lambatnya dalam waktu enam puluh hari;
f. memilih Presiden dan Wakil Presiden apabila keduanya berhenti secara bersamaan dalam masa jabatannya, dari dua paket calon Presiden dan Wakil Presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang paket calon Presiden dan Wakil Presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan sebelumnya, sampai habis masa jabatannya selambat-lambatnya dalam waktu tiga puluh hari;
g. menetapkan Peraturan Tata Tertib dan kode etik MPR.
Tidak dijelaskan apa dan bagaimana perbedaan antara tugas dan wewenang Majelis Permusyawaratan Rakyat. Hal ini seharusnya dapat dihindari karena perbedaan akibat dari kedua kalimat tersebut sangatlah besar. Karena tugas mengandung kewajiban yang harus dilaksanakan. Sedangkan wewenang mengandung hak dan kekuasaan (lihat definisi operasional), sehingga perlu dipilah kembali mana yang merupakan tugas dan wewenang MPR.
3.2.3.1. Tugas MPR Setelah Undang-Undang Tentang Susunan Dan Kedudukan MPR, DPR Dan DPRD
Jika dipilah maka tugas MPR dalam undang-undang susunan dan kedudukan adalah:
1. melantik Presiden dan Wakil Presiden berdasarkan hasil pemilihan umum, dalam Sidang Paripurna MPR.
Melantik adalah tugas dari MPR. Karena melantik merupakan suatu kewajiban berdasarkan suara rakyat yang ada melalui Pemilihan Umum. Tugas ini sama dengan tugas yang ada dalam pasal 3 ayat 1 UUD 1945. Akan tetapi diperjelas mengenai waktunya yaitu pada Sidang Paripurna MPR.
2. melantik Wakil Presiden menjadi Presiden apabila Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melaksanakan kewajibannya dalam masa jabatannya.
Melantik Wakil Presiden adalah suatu kewajiban yang telah diatur dalam Undang-Undang Dasar, karena hal ini harus dilaksanakan dan tidak ada pilihan yang harus dipilih, sehingga ketentuan termasuk dalam kategori tugas.
Dari 2 tugas yang berada diatas maka dapat dianalisa bahwa tugas pertama sama dengan tugas yang diatur dalam perubahan. Sedangkan tugas kedua merupakan tugas yang ada setelah Sidang MPR terjadi. Jika sudah diputuskan dalam Sidang MPR, maka Majelis Permusyawaratan Rakyat melantik Wakil Presiden menjadi Presiden dan hal inipun bersifat upacara belaka.
3.2.3.2. Wewenang MPR Setelah Undang-Undang Tentang Susunan Dan Kedudukan.
Tugas dan wewenang MPR setelah undang-undang susunan dan kedudukan, hampir sama dengan wewenang yang diatur sebelum adanya undang-undang mengenai susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD. Walaupun ada penambahan mengenai waktu dan kewenangan membuat peraturan tata tertib dan kode etik MPR.
Wewenang yang diatur dalam undang-undang tentang susunan dan kedudukan menyatu dengan tugas sehingga hasil pemilahannya adalah sebagai berikut:
1. mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar.
2. memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diajukan Presiden apabila terjadi kekosongan jabatan Wakil Presiden dalam masa jabatannya selambat-lambatnya dalam waktu enam puluh hari.
Memilih adalah suatu kekuasaan dalam menentukan sesuatu. Sehingga memilih disini menjadi wewenang Majelis Permusyawaratan Rakyat. Walaupun kekuasaan memilih disini dibatasi oleh batasan waktu. Kekuasaan ini diatur untuk menghadapi beberapa keadaan yang tidak diinginkan.
3. memilih Presiden dan Wakil Presiden apabila keduanya berhenti secara bersamaan dalam masa jabatannya, dari dua paket calon Presiden dan Wakil Presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang paket calon Presiden dan Wakil Presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan sebelumnya, sampai habis masa jabatannya selambat-lambatnya dalam waktu tiga puluh hari.
Kewenangan ini terjadi jika Presiden dan Wakil Presiden berhenti bersamaan. Dan untuk mengisi kekosongan tersebut selama 30 hari Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Pertahanan menjalankan tugas kepresidenan. Kemudian MPR harus bersidang untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden pengganti. Karena untuk mengadakan pemilihan umum tidak bisa dilakukan secara cepat. Maka dipilihlah Presiden dan Wakil Presiden dari partai politik yang mendapat suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum sebelumnya. Penyerahan kepada partai politik ini menggambarkan bahwa partai politik merupakan suara pemilih.
4.menetapkan Peraturan Tata Tertib dan kode etik MPR.
Sudah merupakan hal yang wajar jika organisasi membuat peraturan untuk mengatur dirinya. Sehingga hal ini merupakan suatu hak dari Majelis Permusyawaratan Rakyat. Dan hak ini merupakan kewenangan dari MPR.
Dari kewenangan yang ada diatas hal yang sudah pasti menjadi kewenangan adalah poin 1 dan 4. Sedangkan yang poin 2 dan 3 masih menjadi pertanyaan apakah tugas atau wewenang.
3.3. Pengaruh Perubahan Tugas dan Wewenang MPR dalam struktur Ketatanegaraan
Pengaruh Perubahan Tugas Dan Wewenang MPR Dalam Struktur Ketategaraan dapat dilihat pada beberapa skema dibawah ini yang menggambarkan kedudukan MPR dalam sistem Ketatanegaraan RI, didalam skema ini kedudukan lembaga negara digambarkan sebagai lembaga negara yang diam, akan tetapi jika sudah melaksanakan tugas dan wewenangnya maka hal ini berubah, bisa saja lembaga negara ada yang tidak sejajar kedudukannya.
3.3.1.Sesudah Undang-Undang Tentang Susunan Dan Kedudukan MPR, DPR, DPD Dan DPRD.
Dengan adanya UU No 31 tahun 2002 tentang Partai Politik , UU No 12 tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah . Ditambah dengan undang-undang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD maka terlihat jelas struktur ketatanegaraan yang hendak dibangun dalam di Indonesia. Indonesia menuju sistem parlemen trikameral, karena tugas dan wewenang Majelis Permusyawaratan Rakyat yang berdiri sendiri hal ini diungkapkan oleh Prof. Jimly Asshiddiqie . Adanya pimpinan MPR ditambah dengan adanya sekretariat jendral yang tetap dalam MPR menambah kuat sistem tersebut. Walaupun didunia hanya dikenal sistem 1 kamar dan 2 kamar , maka Indonesia dikenal sistem baru yaitu sistem 3 kamar/trikameral.
Dalam tugas dan wewenang MPR yang diatur oleh undang-undang, MPR merupakan suatu lembaga tetap yang mempunyai organ dan strukturnya tersendiri. Dapat diteliti bahwa struktur ketatanegaraan setelah undang-undang tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR dan DPRD disetujui sama dengan setelah Perubahan UUD 1945. Akan tetapi lembaga MPR menjadi suatu lembaga tersendiri berlainan dengan DPR dan DPD, sehingga sistem parlemen yang ada adalah Sistem Trikameral . (Lampiran 1)
1. Undang-Undang Dasar sebagai pengejewantahan dari kemauan rakyat dan merupakan manifestasi kedaulatan rakyat.
2. MPR sebagai lembaga Negara yang terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah merupakan perwujudan dari lembaga perwakilan rakyat atau parlemen. Dan tidak mudah untuk mendudukkan lembaga negara seperti lembaga MPR. Karena selain masih mempunyai tugas utama sebagai pembuat Undang-Undang Dasar. MPR masih mempunyai kewenangan sebagai lembaga yang mempunyai putusan final dalam memberhentikan Presiden. Jika diteliti dari segi tugas dan wewenang maka MPR merupakan lembaga yang tersendiri.
3. Dewan Perwakilan Rakyat sebagai lembaga pemegang kekuasaan legislatif.
4. Dewan Perwakilan Daerah sebagai representasi dari suara masyarakat di daerah.
5. Presiden sebagai pemegang kekuasaan eksekutif dalam Negara.
6. Pemegang kekuasaan yudikatif terdiri atas 2 badan yaitu Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi.
3.3.2 Sebelum Perubahan UUD 1945
Dalam bagan ini maka yang berkuasa dalam menjalankan kedaulatan rakyat adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat dan kemudian Majelis mendistribusikan kekuasaannya kepada lembaga-lembaga negara yang ada dalam Undang-Undang Dasar 1945.
1. MPR sebagai pemegang kedaulatan rakyat dan berperan sebagai pemegang kedaulatan tertinggi.
2. Presiden sebagai penyelenggara pemerintahan tertinggi, pemegang kekuasaan eksekutif sekaligus sebagai pemegang kekuasaan legislatif.
3. DPR memegang sebagai kekuasaan legislatif dan tugas utama DPR sebagai lembaga pengawas pemerintah. Dan DPR mendapat laporan mengenai keuangan dari BPK.
4. Mahkamah Agung sebagai pemegang kekuasaan yudikatif.
5. BPK sebagai badan pemeriksa keuangan dan pengawas
3.3.3 Sesudah Perubahan Ke 3 UUD 1945
Bagan atau skema sesudah Perubahan ke 3 Undang-Undang Dasar 1945 :
1. Kedaulatan ada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar (Perubahan 3 UUD 1945)
2. MPR masih terdiri atas susunan DPR, Utusan Golongan dan Utusan Daerah sehingga secara komposisi MPR masih tetap sama akan tetapi sebagai lembaga negara tertinggi tidak bisa lagi karena dicabut kekuasaan itu sesuai dengan pasal 2 UUD 1945.
3. DPR sebagai lembaga pemegang kekuasaan legislatif.
4. BPK masih tetap sebagai Badan Pemeriksa Keuangan.
5. DPA masih tetap sebagai ada sebagai lembaga tinggi negara.
6. Mahkamah Agung masih tetap sebagai lembaga tinggi negara pemegang fungsi yudikatif.
7. Presiden sebagai pemegang kekuasaan eksekutif.
Tapi ada kejanggalan pada perubahan ketiga UUD 1945 yaitu adanya DPD dimasukkan dalam UUD . Tetapi dalam lembaga MPR belum ada DPD sehingga hal ini menimbulkan kekurangan dari UUD 1945. Dan hal ini mengakibatkan kesulitan dalam merumuskan apa yang dimaksudkan dalam Undang-Undang Dasar. Sehingga menyulitkan secara tekhnis hukum.
Seharusnya hal ini tidak terjadi dalam hal Perubahan Undang-Undang Dasar. Karena Undang-Undang Dasar merupakan pedoman bernegara yang akan dipakai oleh kehidupan berbangsa dan bernegara.
BAB IV
PERBANDINGAN TUGAS DAN WEWENANG MPR DI INDONESIA DENGAN LEMBAGA LAIN DI NEGARA CINA, VENEZUELA DAN AMERIKA SERIKAT
1. Perbandingan Tugas Dan Wewenang Sebelum Perubahan UUD 1945 Dengan Cina dan Venezuela
1.1. Konsep Lembaga Kongres Rakyat Nasional China
Perkembangan tugas dan wewenang MPR di Indonesia sangat dipengaruhi oleh situasi sosial politik yang ada di Indonesia. Dan akan lebih komprehensif jika diperbandingkan dengan negara lain. Sesuai dengan bab-bab sebelumnya maka diperlukan periodesisasi dalam menjelaskan tugas dan wewenang MPR.
Pada masa Sebelum Perubahan UUD 1945 MPR RI berkedudukan sebagai lembaga tertinggi dan pemegang kedaulatan rakyat. Kemudian mendistribusikannya kepada lembaga-lembaga lain terutama kepada Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, Badan Pemeriksa Keuangan, Dewan Pertimbangan Agung dan Mahkamah Agung.
Sebelum terjadi Perubahan UUD 1945 maka Indonesia akan lebih mirip dengan negara Cina. Jika diteliti filosofi bentuk negara maka akan sama ditemukan bahwa Cina dan Indonesia merupakan suatu negara kesatuan yang cenderung totaliter . Pada masa sebelum Perubahan UUD 1945 lembaga Majelis Permusyawaratan Rakyat dapat dipersamakan dengan Kongres Nasional Rakyat Cina. Karena Negara Cina memiliki Kongres Nasional Rakyat Cina yang tugas, fungsi dan wewenangnya hampir sama dengan tugas dan wewenang Majelis Permusyawaratan Rakyat yang ada di Indonesia. Dan persamaan yang ada di Negara Indonesia dengan keadaan yang ada di Negara Cina antara lain:
1. Cina merupakan negara kesatuan
2. Memiliki lembaga tertinggi dalam negaranya dalam menjalankan kedaulatan rakyat.
Hal ini diatur dalam Konstitusi China dibawah ini:
Article 2 [Sovereignty]
(1) All power in the People's Republic of China belongs to the people.
(2) The organs through which the people exercise state power are the National People's Congress and the local people's congresses at different levels.
The people administer state affairs and manage economic, cultural and social affairs through various channels and in various ways in accordance with the law.
Terjemahan bebas: (1)Kedaulatan atau kekuasaan tertinggi dalam Negara Republik cina ada di tangan rakyat. (2) Organ yang melaksanakan kekuasaan rakyat dalam negara adalah Kongres Nasional Rakyat Cina dan Kongres Rakyat Daerah dalam berbagai tingkatan.
Rakyat menjalankan administrasi urusan negara dan mengurus ekonomi, kebudayaan dan urusan sosial dalam berbagai saluran dan berbagai jalan yang berdasarkan hukum.
Hal ini juga diatur oleh oleh Undang-Undang Dasar 1945 sebelum diamandemen yaitu dalam pasal 1 ayat 2 yang berbunyi:
“Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat” .
Dalam Konstitusi China dinyatakan tegas bahwa Kongres Rakyat Nasional China merupakan lembaga negara tertinggi
Chapter Three The Structure of the State
Section I The National People's Congress
Article 57 [Highest Organ of State Power]The National People's Congress of the People's Republic of China is the highest organ of state power. Its permanent body is the Standing Committee of the National People's Congress.
Terjemahan bebas: Kongres Nasional Rakyat Republik rakyat China adalah organ tertinggi kekuasaan negara. Dan Standing Committe adalah badan permanen dari Kongres Rakyat China.
Jika dilihat dari komposisi keanggotaan, Majelis Permusyawaratan Rakyat hampir sama dengan komposisi keanggotaan Kongres Nasional Rakyat Cina, MPR Indonesia terdiri:
1.Seluruh wakil rakyat yang terpilih melalui DPR.
2.Utusan Golongan yang ada dalam masyarakat menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
3.Utusan daerah seluruh Indonesia menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Sedangkan di China Kongres Rakyat China menurut pasal 59 ayat 1, komposisi anggota Kongres terdiri dari:
Kongres Rakyat Nasional China terdiri atas deputi yang dipilih di tingkat propinsi, wilayah yang otonom, dan daerah yang dibawah langsung Pemerintah Pusat, dan Angkatan Bersenjata. Semua warga negara minoritas dibuat suatu perwakilan .
Dapat disimpulkan bahwa Kongres Nasional Rakyat Cina keanggotaannya terdiri dari deputi yang dipilih dari tingkat propinsi, dan wilayah. Hampir sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat di Indonesia yang anggotanya dipilih oleh rakyat dalam tiap Pemilihan Umum baik ditingkat Nasional, Propinsi ataupun kabupaten/kota. Dan ada perwakilan dari golongan minoritas, yang mau tidak mau mewakili suatu unsur golongan, juga golongan Angkatan Bersenjata.
1.3. Perbandingan Tugas dan Wewenang MPR Sebelum Perubahan dengan Kongres Rakyat Nasional Cina.
Di Indonesia yang mempunyai kewenangan legislatif ada ditangan Presiden dan MPR tidak mempunyai kewenangan di bidang legislatif . Dan Dewan Perwakilan Rakyat di Indonesia hanya mempunyai kewenangan untuk mengajukan rancangan Undang-undang sehingga Presiden di Indonesia mempunyai fungsi eksekutif dan legislatif.
Sedangkan Di China kekuasaan legislatif dipegang oleh Konres Rakyat China dan Standing Committe Kongres bertugas untuk melaksanakannya dalam kehidupan ketatanegaraan.
The National People's Congress and its Standing Committee exercise the legislative power of the state.
Tejemahan bebas: Kongres Nasional Rakyat china dan Standing Committeenya melakukan fungsi kekuasaan legislatif dari negara.
Di Indonesia tugas Majelis Permusyawaratan Rakyat adalah diantaranya:1. Menetapkan Undang Undang Dasar 2. Menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara 3. Memilih (dan mengangkat) presiden dan wakil Presiden.
Sedangkan wewenang MPR dijelaskan lebih lanjut dalam Ketetapan MPR No 1 tahun 1983 , yaitu:
1. membuat putusan-putusan yang tidak dapat dibatalkan oleh lembaga negara yang lain, termasuk penetapan Garis-Garis Besar Haluan Negara yang pelaksanaannya ditugaskan kepada Presiden/Mandataris, 2.Memberikan penjelasan yang bersifat penafsiran terhadap putusan-putusan Majelis.3.Menyelesaikan pemilihan dan selanjutnya mengangkat Presiden Wakil Presiden. 4. Meminta pertanggungjawaban dari Presiden/ Mandataris mengenai pelaksanaan Garis-Garis Besar Haluan Negara dan menilai pertanggungjawaban tersebut. 5. Mencabut mandat dan memberhentikan Presiden dan memberhentikan Presiden dalam masa jabatannya apabila Presiden/mandataris sungguh-sungguh melanggar Haluan Negara dan / atau Undang-Undang Dasar.6. Mengubah undang-Undang Dasar.7.Menetapkan Peraturan Tata Tertib Majelis. 8.Menetapkan Pimpinan Majelis yang dipilih dari dan oleh anggota.9.Mengambil /memberi keputusan terhadap anggota yang melanggar sumpah / janji anggota.
Di China, fungsi dan wewenang Kongres Rakyat Nasional Cina adalah tercantum dalam artikel 62 [Fungsi dan Kekuasaan] . Kongres Nasional Rakyat Cina mempraktekkan fungsi dan kekuasaan berikut ini:
1. Mengamandemen konstitusi.
Hal ini merupakan kewenangan yang dipunyai oleh Kongres Rakyat Cina sebagai lembaga tertinggi. Dan dilakukan dengan disetujui lebih dari dua per tiga anggota Kongres Rakyat Nasional Cina.
2. Melaksanakan penegakan konstitusi.
Melaksakan penegakan konstitusi merupakan suatu keharusan untuk menjaga kestabilan dan pedoman bernegara.
3. Menetapkan dan mengamandemen statuta dasar perihal pelanggaran pidana, urusan perdata dan badan negara serta masalah lain.
Kewenangan ini tidak dipunyai oleh Majelis Permusyawaratan di Indonesia, karena telah dilaksanakan oleh lembaga-lembaga negara yang lain.
4. Memilih Presiden dan Wakil Presiden Republik Rakyat Cina.
Tugas ini dilakukan juga oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat di Indonesia. Dan hal ini mengakibatkan adanya pertanggungjawaban kepada Kongres Rakyat Nasional Cina oleh Presiden.
5. Memutuskan siapa yang akan menjadi ketua Dewan Negara atas nominasi dari Presiden Republik Cina, dan memilih wakil ketua, dewan pertimbangan, menteri yang bertanggungjawab atas komisi, oditur jenderal dan sekretaris jenderal atas dewan negara atas nominasi dari ketua (Premier).
Kewenangan ini menandakan kekuasaan yang besar dari Kongres Rakyat Nasional Cina karena berhak memutus siapa yang berhak menjadi pejabat negara.
6. memilih ketua dari komisi militer pusat dan, atas nominasi dari ketua, memutuskan anggota komisi militer pusat.
7. memilih presiden mahkamah agung rakyat;memilih to elect the Procurator General of the Supreme People's Procuratorate.
Kewenangan yang diatur dalam Angka 5, 6, dan merupakan kewenangan untuk mengangkat pemimpin lembaga-lembaga negara yang ada dibawahnya.
8. menguji dan menyetujui rencana perkembangan ekonomi dan sosial nasional serta laporan atas pelaksanaannya.
9. menguji dan menyetujui anggaran negara dan melaporkan implementasinya.
Kewenangan yang diatur dalam angka 8 dan 9 adalah kewenangan yang mengenai masalah perekonomian negara. Dan kewenangan untuk menyetujui anggaran negara. Kewenangan ini tidak terdapat Majelis Permusyawaratan Rakyat.
10. mengubah atau membatalkan keputusan yang tidak pantas dari Standing Committee kongres nasional Cina.
Standing Committee merupakan badan pekerja Kongres Rakyat Nasional Cina dan berada dibawah Kongres Rakyat Nasional Cina. Jika ada keputusan yang dirasa tidak pantas oleh Kongres Rakyat Nasional Cina yang bertemu dalam sidang maka keputusan tersebut batal.
11. menyetujui pendirian propinsi, daerah otonom dan daerah lainnya langsung dibawah pemerintahan pusat.
Di Indonesia kewenangan ini merupakan kewenangan Presiden sebagai kepala pemerintahan karena pemegang kekuasaan legislatif adalah Presiden.
12. memutuskan pendirian daerah administratif khusus dan sistem yang akan dipraktekkan disana.
13. memutuskan persoalan perang dan damai.
Angka 12 dan 13 di Indonesia merupakan kewenangan Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat.
14. dan melaksanakan fungsi dan kekuasaan lain sebagai organ tertinggi yang harus dilaksanakan oleh kekuasaan negara
Tugas dan wewenang ini merupakan suatu aturan yang memberikan dasar bahwa Kongres Rakyat Nasional Cina mempunyai kekuasaan yang tak terbatas.
Dan kewenangannya yang lain seperti yang disebutkan dalam Konstitusinya dalam pasal 63. Pasal ini mengatur tentang kekuasaan Kongres untuk mengganti para pejabat dari jabatannya orang-orang berikut ini:
1. Presiden dan Wakil Presiden RRC China;
2. Ketua dan Wakil Ketua State Councillors, Menteri, Badan Pemeriksa Keuangan and Sekretaris Jendral Dewan Pertimbangan Negara.
3. Ketua Komisi Urusan Militer dan Komisi yang lain;
4. Ketua Mahkamah Agung dan
5. Jaksa Agung dari Kejaksaan Agung .
Dan kewenangan diatas ada yang sama dengan kewenangan yang dimiliki oleh MPR pada Pemecatan atau Penggantian Presiden dan Wakil Presiden. Akan tetapi untuk kewenangan ke 2,3,4 dan 5 di Majelis Permusyawaratan Rakyat hal-hal tersebut tidak dipunyai. Kewenangan tersebut di Indonesia biasanya dipunyai oleh lembaga yang mengangkatnya. Atau orang-orang yang ada dalam lembaga negara tersebut dan diberikan suatu kekuasaan untuk mengangkat ketua atau pemimpinnya. Kekuasaan ini ditentukan oleh peraturan perundang-undangan.
Hal yang sama dengan Indonesia juga Cina mempunyai kewenangan yang sama dalam hal mengubah Undang-Undang Dasarnya. Di Indonesia hal ini diatur dalam pasal 37 sedangkan di China diatur dalam pasal 64
Article 64 [Amandemen Konstitusi]
(1) Amandemen Konstitusi diusulkan oleh Standing Committee dari kongres nasional rakyat oleh lebih dari satu per lima wakil dari National People's Congress dan harus disetujui oleh mayoritas suara dari lebih dari dua pertiga seluruh wakil kongres Congress.
(2) Statuta dan resolusi disetujui oleh mayoritas suara lebih dari setengah wakil kongres rakyat nasional.
Dalam negara Cina, pemegang kekuasaaan tertinggi adalah Kongres Rakyat Cina sehingga hal ini dapat dipersamakan dengan Majelis Permusyawaratan Rakyat di Indonesia. Sistem ketatanegaraan dalam lembaga negara terutama dengan adanya lembaga tertinggi sama dengan Indonesia. Cina memiliki lembaga yang sama fungsinya dengan Indonesia yaitu membuat Undang-Undang Dasar, memilih Presiden dan kemudian menentukan arah kebijakan negara. Apabila diperhatikan hal ini mirip dengan kewenangan MPR karena memiliki tugas dan wewenang sebagai berikut:
1. Membuat Undang-Undang Dasar
2. Memilih dan memberhentikan Presiden dan Wakil Presiden.
3. Membuat Garis Besar daripada Haluan Negara.
1.4.Konsep Majelis Nasional Venezuela
Venezuela setelah UUDnya diganti maka sistem perwakilan rakyatnya berubah dari Bikameral ke bentuk unikameral. Majelis Nasional Venezuela merupakan badan legislatif nasional yang terdiri atas satu kamar (unikameral).
As a result of the 1999 constitution, Venezuela’s bicameral National Congress, which consisted of a Senate and Chamber of Deputies, was replaced by a unicameral, 165-member National Assembly in 2000. Legislators are popularly elected to a five-year term.
The chief executive of Venezuela is a president, who is popularly elected to a six-year term. A council of ministers assists the president. The president has the authority to dissolve the legislature under certain conditions .
Terjemahan bebas: setelah konstitusi tahun 1999, Kongres 2 kamar Venezuela yang terdiri atas Senat dan Dean Perwakilan digantikan oleh sistem 1 kamar (unikameral) yang mempunyai deputi majelis nasional sebanyak 165 orang ditahun 2000. Dan dipilih 5 tahun sekali. Kepala eksekutif Venezuela adalah presiden yang dipih 6 tahun sekali. Kabinet adalah dibentuk oleh Presiden. Presiden mempunyai kewenangan untuk membubarkan lembaga legislatif dalam keadaan tertentu.
Ada satu forum atau majelis yang tugas dan wewenangnya sama dengan Majelis Permusyaratan Rakyat dalam hal membuat Undang-Undang Dasar, yaitu Majelis Konstituen Nasional. Dan institusi ini tidak dijelaskan secara detail oleh Konstitusi. Institusi ini hanya diadakan jika ingin diadakan pergantian konstitusi.
”Kekuasaan rakyat yang tertinggi berada ditangan rakyat Venezuela. Kekuasaan ini dilaksanakan oleh Majelis Konstituen Nasional untuk dan diadakan untuk tujuan perubahan negara,
membuat peraturan perundang-undangan dan membuat Undang-Undang Dasar”.
Jika diteliti lebih seksama maka Majelis Konstituen Nasional dilihat dari sudut pandang tugas dan wewenang maka hampir sama dengan MPR terkecuali dalam melantik Presiden dan Wakil Presiden. Sehingga ada 2 lembaga yang mempunyai beberapa persamaan dalam tugas dan wewenang dengan Majelis Permusyawaratan Rakyat. Lembaga itu yaitu: Majelis Nasional dan Majelis Konstituen Nasional. Apabila dilihat dalam artikel 348 maka Majelis Konstituen Nasional adalah suatu forum dan bukan merupakan lembaga yang harus ada mempunyai sekretariat dan bertugas secara berkesinambungan.
1.5. Perbandingan Tugas dan Wewenang MPR Dengan Majelis Nasional Dan Majelis Konstituen Nasional
Venezuela setelah Undang-Undang Dasar baru tahun 1999 memberikan kewenangan kepada lima lembaga yang menjalankan lima fungsi yaitu:
1. Majelis Nasional sebagai fungsi legislatif
2. Presiden sebagai pemegang fungsi eksekutif
3. Mahkamah Agung sebagai pemegang fungsi yudikatif.
4. Presiden dan lembaga lainnya sebagai pemegang fungsi kewarganegaraan
5. Badan Pemilihan Umum Nasional sebagai pemegang fungsi Pemilihan Umum.
Dalam menjalankan fungsinya tersebut Majelis Nasional bertindak sebagai badan parlemen yang memegang kekuasaan legislatif dan pengawasan badan eksekutif.
Tugas dan Wewenang yang diatur oleh Konstitusi Venezuela tidak dinyatakan dengan jelas. Apabila diteliti secara seksama maka kewenangannya dan tugasnya dinyatakan oleh kata function. Walaupun secara arti kata function adalah special activity or purpose of a person or thing, or public ceremony or event, social gahtering of an important and formal kind . Tetapi hal-hal yang diatur didalamnya diatur hal-hal yang menyangkut kewenangan seperti yang disebutkan dalam ayat 1.Untuk mengesahkan kompetensi nasional dan mengfungsikan beberapa cabang kekuasaan nasional. Hal ini jika dilihat secara seksama adalah wewenang yang diatur dalam satu ayat. Kemudian yang kedua adalah ayat 2 yang berbunyi untuk mengajukan perubahan dan revisi Undang-Undang Dasar dalam jangka waktu yang diatur dalam konstitusi ini.
Setelah melihat beberapa fungsi maka dapat disimpulkan bahwa ada tugas dan wewenang yang diatur dalam fungsi. Seperti kewenangan yang untuk mengubah Undang-Undang Dasar yang terletak dalam pasal 341 . Ada perbedaan tentang konsep amandemen dengan reformasi konstitusi yang ada dalam Konstitusi Venezuela seperti yang disebutkan dalam artikel 340:
” Tujuan dari amandemen adalah untuk menambah atau untuk modifikasi satu atau beberapa artikel dari Konstitusi, tanpa mengubah struktur dasar dari yang diubag oleh proses tersebut”.
Sedangkan reformasi Konstitusi dalam Konstitusi Venezuela diatur dalam artikel 342, adalah:
“Tujuan dari Reformasi Konstitusi adalah untuk mengubah dan memperbaiki beberapa bagian dari Konstitusi dan mengganti satu atau beberapa dari bagian tersebut tanpa mengubah Prinsip dasar dan Struktur teks dari Konstitusi”.
Inisiatif untuk mengadakan reformasi dan amandemnen Kontitusi berasal dari Majelis Nasional dan Presiden bersama Kabinetnya, dan permintaan dari pemilih yang telah terdaftar sebagai peserta pemilihan Umum.
1.6. Persamaan dan Perbedaan MPR dengan Kongres Rakyat Nasional Cina dan Majelis Nasional Venezuela dan Majelis Konstituen Nasional Venezuela.
Tugas Dan Wewenang Indonesia Cina Venezuela
1. Membuat dan menetapkan UUD ada ada Hanya mengajukan rancangan UUD, dan merubah UUD
2. Memilih Presiden dan Wakil Presiden ada ada Tidak ada
3. Membuat Undang-Undang Tidak ada ada ada
4. Mengawasi Pemerintah dalam bentuk persetujuan terhadap tindakan yang akan dilakukan oleh pemerintah Tidak ada, akan tetapi dilaksanakan oleh Dewan Perwakilan Rakyat ada ada
5. Mengganti Undang-Undang Dasar ada ada Dilaksanakan oleh Majelis Konstituen Nasional
Setelah diperbandingkan dengan Republik Rakyat China dan Venezuela setelah amandemen. Maka tugas dan wewenang MPR dengan Kongres Rakyat Nasional China dan Majelis Nasional Venezuela juga Majelis Konstituen Venezuela, diambil persamaan sebagai berikut:
a.Merupakan lembaga negara tertinggi yang mempunyai tugas dan wewenang tertentu, terkecuali Venezuela.
b. Merupakan lembaga yang bertugas membuat, mengubah UUD, dan mengganti UUD walaupun ada beberapa cara tertentu yang berbeda.
Perbedaan yang ada di MPR dengan Kongres Rakyat Nasional China dan Majelis Nasional Venezuela adalah:
1.Majelis Permusyawaratan Rakyat tidak mempunyai kekuasaan dalam hal membuat undang-undang.
2. Perbandingan Tugas Dan Wewenang Sebelum Perubahan UUD 1945 Dengan Amerika Serikat
2.1. Amerika Serikat
Amerika Serikat merupakan negara yang berbentuk federal (walaupun pada awalnya berbentuk konfederasi). Dan mempunyai lembaga pemegang kekuasaan legislatif yang bernama kongres. Kongres terdiri atas 2 kamar yaitu: Senat dan Dewan Perwakilan Rakyat. Amerika mempunyai sistem pengawasan yang baik antar lembaga negara yang dikenal dengan Checks And Balances. Amerika mengawal pendirian negaranya yang dipenuhi berbagai gejolak semenjak negara itu terbentuk . Tetapi semenjak selesai Perang Saudara, Kondisi negara Amerika Serikat mulai stabil, kemudian Amerika Serikat terkenal dengan salah satu penyebar demokrasi dari negara barat, sangat anti komunis. Dalam beberapa kurun waktu pemerintahannya banyak melakukan propaganda anti komunis dan melakukan penyebarannya ke negara lain.
2.2 Konsep Lembaga Kongres Amerika Serikat
Kongres dan lembaga-lembaga negara yang lain di Amerika Serikat dalam mengambil keputusan menekankan pada kekuatan suara mayoritas seperti yang dikatakan oleh Alexis de Tocqueville bahwa:
the very essence of democratic government consist in the absolute sovereignty of the majority; for there is nothing in the democratic states which is capable of resisting it. Most of the American constitutions have sought to increase this natural strength of the majority by artificial means.
Terjemahan bebas: Hal yang sangat penting dalam pemerintahan yang demokratis terkandung dalam kedaulatan absolut dari mayoritas;tidak ada dalam negara demokratis yang bisa menolak itu. Telah mencari cara untuk meningkatkan kekuatan alam dari mayoritas dengan cara yang konstitusional.
Kongres di Amerika mempunyai 2 lembaga yang jika mereka bertemu dalam suatu tugas dan wewenang tertentu disebut Kongres, Kongres terdiri atas 2 lembaga yaitu:
1. House Of Representative.
2. Senate.
Hal ini tidak sama dengan di Indonesia setelah Perubahan UUD 1945. Karena MPR di Indonesia terdiri atas anggota 2 badan yaitu Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah. MPR bukan merupakan 2 badan yang bertemu seperti Kongres Amerika Serikat. Dan ini merupakan perbedaan yang mendasar antara lembaga MPR dengan Kongres Amerika Serikat. Sehingga tidak bisa diperbandingkan antara komposisi dan struktur lembaga Kongres dan MPR.
Karena struktur dan sistem parlemen yang berbeda, maka yang dibandingkan adalah tugas dan wewenang yang dipunyai Kongres. Karena tidak ada negara lain sepanjang sepengetahuan penulis yang menerapkan sistem parlemen trikameral kecuali Negara Cina Taiwan sebelum berubah . Dan yang akan diperbandingkan disini adalah sistem parlemen yang dalam konstitusi masih berlaku. Sehingga yang sering dijadikan contoh adalah Amerika Serikat maka MPR diperbandingkan dengan Kongres di Amerika Serikat. Karena mekanisme lembaga parlemen yang baik, walaupun Amerika menganut sistem bikameral yang jelas berbeda dengan Indonesia.
Di Amerika Serikat jelas dinyatakan bahwa fungsi negara terdiri atas 3 yaitu :
1. Fungsi Legislatif.
2. Fungsi Eksekutif.
3. Fungsi Yudikatif.
Sedangkan di Indonesia tidak menganut pemisahan kekuasaan tersebut secara mutlak .
Semua fungsi yang ada di Amerika Serikat dalam pelaksanaannya dibuatlah mekanisme Checks And Balances yang bertujuan untuk menghindari kekuasaan terpusat pada satu lembaga.
Di Indonesia setelah di Perubahan UUD 1945 maka kekuasaan legislatif ada pada Dewan Perwakilan Rakyat. Kekuasaan eksekutif ada di tangan Presiden. Dan kekuasaan yudikatif ada ditangan Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi.
Dalam menjalankan tugasnya maka Kongres dan MPR mempunyai persamaan dan perbedaan. Yang memegang kekuasaan legislatif ada ditangan kongres, sedangkan di Indonesia ada ditangan DPR.
2.3 Perbandingan Tugas dan Wewenang
Setelah Perubahan UUD 1945 maka MPR RI diatur sebagai lembaga negara yang sama dengan negara lain. Sehingga kedudukannya sama dengan lembaga-lembaga negara yang lain. Pada masa sesudah Perubahan UUD 1945 tugas utama MPR adalah:
“ Melantik Presiden dan Wakil Presiden”
Ada tugas yang dilaksanakan secara temporer dan akan berakhir pada tahun 2003. Tugas ini ada dalam Aturan Tambahan UUD 1945 pasal I, yaitu:“ Majelis Permusyawaratan Rakyat ditugasi untuk melakukan peninjauan terhadap materi dan status hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk diambil putusan pada Sidang Majelis Permusywaratan Rakyat tahun 2003.
Sedangkan wewenang MPR adalah sebagai berikut:
1. Majelis permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar.
2. Majelis Permusyawaratan hanya dapat memberhentikan Presiden dan atau/Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut Undang-Undang Dasar.
3. Menetapkan Presiden dan Wakil Presiden pengganti sampai terpilihnya Presiden dan/atau Wakil Presiden pengganti sampai terpilihnya dan/atau Wakil Presiden sebagaimana mestinya.
Kongres di Amerika Serikat mempunyai kekuasaan legislatif dan hal ini jelas tercantum dalam konstitusinya bahwa :
Section 1. All legislative Powers herein granted shall be vested in a Congress of the United States, which shall consist of a Senate and House of Representatives.
Terjemahan bebas: Seluruh kekuasaan ada di Kongres Amerika Serikat dan terdiri atas Senate dan House Of Representatif.
Sedangkan Kewenangan yang lain adalah yang diberikan oleh Undang-Undang Dasarnya adalah :
1.Passes federal laws. (Menyetujui Undang-Undang federal)
2.Passes federal budget, levies taxes and funds executive functions (Menyetujui anggaran federal, pajak dan fungsi keuangan eksekutif)
3.Establishes lower federal courts, judicial positions (untuk membuat peradilan rendah federal, menentukan posisinya)
4.Approves treaties and federal appointments (menyetujui perjanjian internasional dan pengangkatan pejabat federal)
5.Declares war (menyatakan perang).
Kewenangan-kewenangan diatas merupakan kewenangan garis besar yang dinyatakan dalam Konstitusi Amerika Serikat. Dan kewenangan-kewenangan lain secara jelas dinyatakan dalam Konstitusinya pada pasal 8.
Dari kewenangan-kewenangan diatas maka dapat disimpulkan persamaan kewenangan Kongres di Amerika Serikat dengan Majelis Permusyawaratan Rakyat adalah:
1. Mengubah Undang-Undang Dasar
2. Memberhentikan Presiden dan Wakil Presiden.
Sedangkan tugas tidak dinyatakan secara jelas dalam Konstitusinya sehingga tugas dari Kongres Amerika Serikat adalah:
Section 2. The Congress shall assemble at least once in every year, and such meeting shall begin at noon on the third day of January, unless they shall by law appoint a different day.
Terjemahan bebas: Kongres bertugas mengadakan sidang sekurang-kuangnya setiap tahun, dan mengadakan pertemuannya dimulai siang hari pada hari ketiga januari, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang.
Jika dibandingkan dengan tugas yang dilakukan oleh MPR maka dalam hal ini berbeda. Tugas MPR adalah melantik presiden dan wakil presiden, sedangkan dalam kongres adanya tugas atau keharusan untuk mengadakan sidang setiap tahunnya.
Kesamaannya adalah tugas yang dilakukan adalah tugas yang dilakukan setiap kali dan dilakukan untuk memenuhi ketentuan dalam Undang-Undang Dasar.
2.4.Perbandingan Tugas dan Wewenang MPR Indonesia dan Kongres di Amerika Serikat
Tugas Dan Wewenang Indonesia Amerika Serikat
1. Mengubah dan menetapkan UUD ada ada
2.melantik Presiden dan Wakil Presiden berdasarkan hasil pemilihan umum, dalam Sidang Paripurna MPR ada Tidak ada
3.Membuat Undang-Undang Tidak ada ada
4.Mengawasi Pemerintah dalam bentuk persetujuan terhadap tindakan yang akan dilakukan oleh pemerintah Tidak ada ada
5. memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya ada ada
6.melantik Wakil Presiden menjadi Presiden apabila Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melaksanakan kewajibannya dalam masa jabatannya ada Tidak ada
7.memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diajukan Presiden apabila terjadi kekosongan jabatan Wakil Presiden ada ada
8. memilih Presiden dan Wakil Presiden apabila keduanya berhenti secara bersamaan dalam masa jabatannya ada ada
9.menetapkan Peraturan Tata Tertib dan kode etik MPR ada ada
Ada beberapa kesamaan secara tugas dan wewenang antara Kongres Amerika Serikat dengan Majelis Permusyawaratan Rakyat Indonesia. Kesamaan dan perbedaan dapat dilihat pada tabel diatas. Akan tetapi tetap secara komposisi dan kedudukan lembaga MPR tidak bisa dipersamakan dengan Kongres Amerika Serikat.
BAB V
PENUTUP
1. Kesimpulan
Majelis Permusayawaratan Rakyat Republik Indonesia merupakan lembaga perwakilan rakyat yang terdiri atas: anggota 2 lembaga negara yaitu Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah. Perubahan UUD 1945 telah memberikan perubahan besar bagi Majelis Permusyawaratan Rakyat. Karena dasar yuridis untuk menjalankan kedaulatan rakyat telah dicabut oleh amandemen UUD 1945. Tugas dan wewenang MPR kemudian dijelaskan dalam UUD 1945 dan undang-undang tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD.
Pertama Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia akhirnya hanya mempunyai 2 tugas yaitu “Melantik Presiden dan Wakil Presiden (pasal 3 ayat UUD 1945)”. Tugas yang merupakan akibat dari ditetapkannya aturan tentang Pemilihan Presiden dan secara langsung. Apabila telah terpilih Presiden dan Wakil Presiden dalam Pemilihan Umum maka MPR mempunyai suatu kewajiban untuk melantik Presiden dan Wakil Presiden. MPR setelah adanya undang-undang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD mempunyai tugas untuk melantik Wakil Presiden menjadi Presiden apabila Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melaksanakan kewajibannya dalam masa jabatannya. Tugas ini merupakan suatu tugas yang dilaksanakan dalam keadaan tertentu.
Kedua adanya tugas sementara MPR tentang Peninjauan Kembali Materi dan status hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat pada Sidang Tahunan 2003. Tugas ini merupakan tugas sementara dari MPR. Karena jika telah dilaksanakan maka tugas berakhir.
Ketiga Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia mempunyai kewenangan mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar. Kewenangan ini berdasarkan pasal 3 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 dan pasal 11 huruf a undang-undang tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD. Persyaratan kewenangan tersebut diatur oleh pasal 37 Undang-Undang Dasar 1945. Hal ini menjelaskan bahwa Majelis Permusyawaratan Rakyat mempunyai kewenangan yang hanya dijalankan dalam keadaan dan waktu tertentu.
Keempat Majelis Permusyawaratan hanya dapat memberhentikan Presiden dan atau/Wakil Presiden dalam masa jabatannya. Kewenangan ini didasarkan menurut Undang-Undang Dasar Pasal 3 ayat 1 dan pasal 8 UUD 1945 Perubahan Undang-Undang Dasar 1945. Kemudian diperjelas dengan pasal 11 huruf c undang-undang tentang susunan dan kedudukan yang berbunyi “memutuskan usul DPR berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi untuk memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya setelah Presiden dan/atau Wakil Presiden diberi kesempatan untuk menyampaikan penjelasan di dalam Sidang Paripurna MPR”. Hal ini mereduksi juga kewenangan Majelis Permusyawaratan Rakyat. Pada waktu dahulu sebelum Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 MPR mempunyai kewenangan untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden. Dalam pasal 6A UUD 1945 telah diatur tentang pemilihan langsung Presiden oleh rakyat, berarti Presiden dan Wakil Presiden terpilih harus bertanggung jawab kepada pemilihnya. Konsekuensi dari tugas tersebut jika tidak berhasil maka dalam Pemilihan berikutnya tentu tidak akan dipilih lagi oleh pemilihnya. Karena dipilih oleh rakyat secara langsung mengakibatkan kewenangan memberhentikan Presiden mempunyai persyaratan yang sulit. Walaupun akhirnya Majelis Permusyawaratan Rakyat yang mempunyai kewenangan untuk memutuskan mengenai perkara tapi dengan dasar putusan Mahkamah Konstitusi (pasal 11 huruf c UU tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD). Sehingga akhirnya proses politik ini berdasarkan hukum.
Kelima Menetapkan Presiden dan Wakil Presiden pengganti sesuai dengan pasal 8 ayat 3 UUD 1945. Kewenangan ini diperjelas menjadi tugas dan wewenang dengan pasal 11 huruf f UU Susunan dan Kedudukan. Pasal 11 huruf f berbunyi “memilih Presiden dan Wakil Presiden apabila keduanya berhenti secara bersamaan dalam masa jabatannya, dari dua paket calon Presiden dan Wakil Presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang paket calon Presiden dan Wakil Presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan sebelumnya, sampai habis masa jabatannya selambat-lambatnya dalam waktu tiga puluh hari”. Kewenangan ini merupakan kewenangan yang dipegang dalam keadaan tertentu, keadaan yang mungkin hanya terjadi dalam beberapa tahun sekali. Sehingga kewenangan inipun akhirnya tetap menjadi kewenangan yang tergantung dengan situasi dan kondisi proses politik kenegaraan.
Keenam memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diajukan Presiden apabila terjadi kekosongan jabatan Wakil Presiden dalam masa jabatannya. Dan dilakukan selambat-lambatnya dalam waktu enam puluh hari. Kewenangan ini merupakan pengulangan dari pasal 8 ayat 2 UUD 1945.
Keenam Dalam menentukan struktur Ketatanegaraan Republik Indonesia. Majelis Permusyaratan Rakyat akhirnya didudukkan sebagai lembaga yang mempunyai kedudukan yang sama dengan lembaga negara yang lain. Majelis Permusyawaratn Rakyat tetap menjalankan fungsi keseharian. Hal ini diperkuat dengan adanya Pimpinan MPR, Sekretaris Jendral MPR dan tugas dan wewenang yang berbeda dari lembaga perwakilan yang lain. Maka sistem parlemen Indonesia menjadi tricameral system, teori ini merupakan teori dari Profesor Jimly Asshiddiqie .
Perbandingan dengan negara lain yang mempunyai tugas dan wewenang yang mempunyai kemiripan dengan MPR. Maka MPR tetap menjadi suatu lembaga negara, yang tidak mempunyai satu kewenangan yang dimiliki oleh lembaga negara di negara lain. Karena Majelis Permusyawaratan Rakyat menjadi lembaga perwakilan rakyat yang bukan lembaga legislatif pembuat undang-undang.
Kedelapan tugas dan wewenang lembaga Majelis Permusyawaratan Rakyat sebelum diadakan Perubahan UUD 1945 hampir sama dengan lembaga negara di negara lain. Seperti Cina. MPR setelah perubahan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan lembaga pertemuan anggota DPR dan DPD yang mempunyai tugas dan wewenang tersendiri. Akan tetapi kewenangan yang hampir sama dengan negara lain adalah, bahwa MPR tetap menjadi lembaga pembuat Undang-Undang Dasar.
2. Saran
Kesatu perlu dirumuskan kembali apa yang dimaksud dengan tugas dan wewenang yang diatur dalam Undang-Undang Dasar dan undang-undang tentang susunan dan kedudukan secara jelas. Sehingga tidak terjadi interprestasi yang dibuat oleh lembaga negara yang lain walaupun hal itu bisa diselesaikan oleh Mahkamah Konstitusi. Seharusnya Undang-Undang Dasar dan undang-undang mengaturnya dengan jelas.
Kedua benar pendapat para ahli hukum tata negara tentang tidak perlunya Majelis Permusyawaratan Rakyat menjadi lembaga yang tetap. Karena tugas dan wewenangnya telah direduksi menjadi tugas yang formal belaka. Dan wewenang digunakan dalam beberapa kondisi tertentu yang kemungkinan terjadinya hanya akibat beberapa hal tak terduga. Hal ini bisa jadi pertimbangan untuk Perubahan UUD 1945 kedepan. Anggaran yang dikeluarkan oleh negara untuk kesekretariatan Majelis Permusyawaratan Rakyat, seperti banyaknya pegawai yang diperlukan untuk melaksanakan tugas keseharian Majelis Permusyawaratan Rakyat, tidak diperlukan lagi. Karena lembaga ini berubah menjadi forum yang hanya bersidang dan melaksanakan tugas dan wewenangnya yang dilakukan pada saat tertentu. Indonesia telah mengalami bertahun-tahun defisit anggaran. Dengan bentuk forum maka anggaran yang dikeluarkan akan menurun, seperti tidak perlu membayar gaji dan mengangkat pegawai negeri untuk mengurus kesekretariatan Majelis Permusyawaratan Rakyat. Dengan catatan bahwa tugas dan wewenang yang seremonial seperti pelantikan Presiden dan Wakil Presiden tidak dilakukan secara mewah dan besar-besaran. Alangkah lebih bijaknya para wakil rakyat yang terhormat dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat menggunakan fasilitas negara yang telah tersedia seperti: ruang rapat Majelis Permusyawaratan Rakyat yang telah tersedia.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Al Rasyid, Harun, Pengisian Jabatan Presiden, Grafiti, Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti, 1993
__________, Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945, Jakarta: UI Press, 2002
__________, Himpunan Peraturan Hukum Tata Negara, UI Press, Jakarta:UI Press, 1996.
Al-Qardhawy, Fiqih Daulah Dalam Perspektif Al Quran Dan Sunnah, Jakarta: Pustaka AlQautsar,1997
Arinanto, Satya, Hukum Dan Demokrasi, Jakarta: Ind Hill-Co, 1991
Asshiddiqie, Jimly, Pergumulan Peran Pemerintah Dan Parlemen Dalam Sejarah, Jakarta:UI Press, 1996
____________, Gagasan Gagasan Kedaulatan Rakyat Dalam Konstitusi dan Pelaksanaannya di Indonesia, Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994
____________, Konsolidasi Naskah UUD 1945 Setelah Perubahan Keempat,Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara FHUI, 2002
____________, Teori Dan Aliran Penafsiran Hukum Tata Negara, Jakarta:Ind.Hill-Co, 1998
Budiarjo, Miriam, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1998
_________________, Demokrasi di Indonesia Demokrasi Parlementer dan Demokrasi Pancasila, Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama,1998
Busroh, Abubakar, Abudaud, Hukum Tata Negara, Jakarta:Ghalia Indonesia, 1984
Burns, James; Peltason, J.W.; Cronin, Thomas, Government By The People, New Jersey: Prentice Hall, 1989.
Carter, April, Otoritas Dan Demokrasi, Jakarta: CV Rajawali,1985
De Tocqueville, Alexis, Democracy In America, New York: Washington Square Press, 1965
Diamond, Larry, Revolusi Demokrasi Perjuangan Untuk Kebebasan Dan Pluralisme Di Negara Sedang Berkembang, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1994
Dicey,AV, Introduction To The Study Of The Law Of The Constitution, London:Mc. Millan Education LTD, 1959
Djokosutono . Ilmu Negara, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985
Dood, Lawrence, Coalitions in Parliamentary Government, New Jersey: Princeton University Press, 1976
Echols, John, Shadily, Kamus Inggris Indonesia, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1997
Eidelberg, Paul, The Philosopy Of The American Constitution, Toronto: Collier-Macmillan Canada, 1968
Garner, Bryan, Black’s Law Dictionary , sevent edition, St Paul, Minn:West Group, 1999
Hasan, Ismail, Pemilihan Umum 1987, Jakarta:PT Pradnya Paramita, 1986
Hariadi, Didit, Estiko, Amandemen UUD 1945 Dan Implikasinya Terhadap Pembangunan Sistem Hukum, Jakarta: Tim Hukum Pusat Pengkajian Dan Pelayanan Informasi Sekretaris Jendral, 2001
Hermawan, Eman, Politik Membela Yang Benar Teori Kritik Dan Nalar, Yogyakarta: KLIK dan DKN GARDA BANGSA, 2003,
Hornby, AS, Oxford Advanced Learner’s Dictionary Of Current English, London: Oxford University Press, 1987
Huntington, Samuel, Benturan Antara Peradaban Dan Masa Depan Politik Dunia, Yogyakarta: CV Qalam Yogyakarta, 2003
Ibrahim, Harmaily, Majelis Permjusyawaratan Rakyat Suatu Tinjauan Dari Sudut Hukum Tata Negara, Jakarta: Sinar Bakti, 1979
Joeniarto, Sejarah Ketatanegaraan Republik Indonesia, Jakarta: PT. Bina Aksara , 1984
Khaldun, Ibnu, Mukaddimah, Jakarta: Pustaka Firdaus,2000
Kusnardi, Mohammad, Ibrahim, Harmaily, Pengantar Hukum Tata Negara, Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara FHUI, 1988
Kusumaatmaja, Mochtar, Pengantar Hukum Internasional, Bandung: Bina Cipta, 1990
Laski, Harold. A Grammmar Of Politics, London: George Allen & Unwin LTD, 1938.
Manan, Bagir, Konvensi Ketatanegaraan, Bandung:Armico, 1987
__________________, Teori Dan Politik Konstitusi, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, 2000, h. 15
Geoffrey Marshal, Parliamentary Sovereignty And The Commonwealth,Oxford: Oxford University Press, 1957
Meny, Yves; Knap, Andrew, Government And Politics In Western Europe, third edition, New York:Oxford University Press,1998
Mulyono, Doto, Kekuasaan MPR Tidak Mutlak, Erlangga, Jakarta, 1985
Naning, Ramdlon, Lembaga Legislatif Sebagai Pilar Demokrasi Dan Mekanisme Lembaga Lembaga Negara Menurut UUD 1945, Yogyakarta: Liberty 1982
Nurtjahjo, Hendra, Perwakilan Golongan Di Indonesia, Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara UI2002.
O’Donnel, Schmitter, Whitehead, Transisi Menuju Demokrasi Kasus Eropa Selatan, Jakarta: LP3S, tanpa tahun
Plato, Republik, Jakarta:Bentang, 2002
Poerwadarminta, WJS, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: PN Balai Pustaka, 1976
Puspa, Pramadya, Yan, Kamus Hukum, Semarang:CV. Aneka Ilmu, 1977
Purbopranoto, Kuntjoro, Beberapa Catatan Hukum Tata Pemerintahan Dan Peradilan Administrasi, Bandung: Alumni, 1981
Thaib, Dahlan. Implementasi Sistem Ketatanegaraan Menurut UUD 1945, Yogyakarta: Liberty, 1989
Thaib, Dahlan; Hamidi, Jazim; Huda, Ni’matul , Teori Hukum Dan Konstitusi, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999
Ranawijaya, Usep, Hukum Tata Negara Indonesia Dasar-Dasarnya, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983
Rapar, J.H, Filsafat Politik Aristoteles, Jakarta: Rajawali Grafindo Persada, 1988.
Redaksi Sinar Grafika, Tiga Undang-Undang Dasar: Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Serikat 1950, Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia 1950, Jakarta: Sinar Grafika, 2000
Renan, Ernest, Apakah Bangsa Itu?, Jakarta:Bandung, 1994
Bertrand Russel, Sejarah Filsafat Barat, Dan Kaitannya Dengan Kondisi Sosio Politik Dari Zaman Kuno Hingga Sekarang, Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2002
Samsul Wahidin, MPR Dari Masa Kemasa, Jakarta: Bina Aksara, 1986
Sekretariat Jendral MPR RI, Proses Reformasi Konstitusional : Sidang Istimewa MPR 1998, Jakarta: Sekretariat Jendral MPR RI, Cetakan 2, Jakarta, 2001
Shklar, Judith, Montesqieu Penggagas Trias Politica, Jakarta : Pustaka Utama Grafiti,1996
Sekretariat Jendral MPR RI, Himpunan Ketetapan MPRS Dan MPR Tahun 1960 S/D 2002, Jakarta:Sekretariat Jendral MPR RI, 2002
Sjadzali, Munawir, Islam Dan Tata Negara Ajaran Sejarah Dan Pemikiran, Jakarta: UI Press, 1993
Simorangkir, J.C.T, Hukum Dan Konstitusi Indonesia, Jakarta:CV. Masagung, 1988
Simanjuntak, Marsilam, Pandangan Negara Integralistik: Sumber, Unsur Dan Riwayatnya, Jakarta:Pustaka Utama Grafiti, 1994
Soehino, Ilmu Negara, Yogyakarta: Liberty,1980
Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta:
1986.
Soekanto, Soerjono, Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta:Raja Grafindo Persada, 1995
Soeprapto, Maria Farida Indrati, Ilmu Perundang-Undangan: Dasar-Dasar Dan Pembentukannya. Jakarta: Kanisius, 1998
Soemantri, Sri, Tentang Lembaga-Lembaga Negara Menurut UUD 1945. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1989
_____________, Pengantar Perbandingan Antar Hukum Tata Negara, CV. Rajawali, Jakarta, 1981
_____________,Prosedur Dan Sistem Perubahan Konstitusi, Cet.4, Alumni, Bandung, 1987, h.133-134
Soetiksno, Filsafat Hukum Bagian 2, Jakarta:PT Pradnya Paramita, 2003
_________, Filsafat Hukum Bagian 1, PT Pradnya Paramita, Jakarta, 2002, h.16
Solly, Lubis. Ilmu Negara, Bandung:Mandar Maju, 1989
Sunny, Ismail, Pergeseran Kekuasaan Eksekutif, Jakarta: Aksara Baru, 1986
____________, Pembagian Kekuasaan Negara, Jakarta: Aksara Baru, 1985
Taimiyah, Ibnu, Pedoman Islam Bernegara, Jakarta: PT Bulan Bintang, 1989
Tambunan, ASS, MPR Perkembangan Dan Pertumbuhannya Suatu Pengamatan Dan Analisis, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1991
Tim IFES, Sistem Pemilu, Jakarta: IFES,UN, IDEA, 2001
Tim PSHK, Semua Harus Terwakili Studi Mengenai Reposisi MPR, DPR, dan Lembaga Kepresidenan di Indonesia, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia, Jakarta: Pusat Studi Hukum Dan Kebijakan Indonesia, 2000
Tim Sekretariat Negara, Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1995
Varma, SP, Teori Politik Modern, Jakarta:CV Rajawali, 1990
Wahjono, Padmo, Ilmu Negara, Jakarta: Ind Hill-Co, 1996
Yamin, Muhammad, Proklamasi Dan Konstitusi Republik Indonesia, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982
Yara, Muchyar, Pengisian Jabatan Presiden Dan Wakil Presiden Di Indonesia Suatu Tinjauan Sejarah Hukum Tata Negara, Jakarta: PT.Nadhillah Ceria Indonesia, 1995
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945
Indonesia, Perubahan Pertama Undang-Undang Dasar 1945
Indonesia, Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar 1945
Indonesia, Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945
Indonesia, Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar 1945
Indonesia, Konstitusi RIS 1949
Indonesia, Undang-Undang Dasar Sementara 1950
Cina, Constitution Of China
Amerika Serikat, Constitution Of The United States Of America
Venezuela, Constitution Of Venezuela 1961
Venezuela, Constitution Of The Bolivaarian Republic Of Venezuela 1999
MPR, Ketetapan MPR No 1 tahun 1983 tentang Peraturan Tata Tertib Majelis Permusyawaratan Rakyat
MPR, Ketetapan MPR No V/MPR/1973 tentang Peninjauan Produk-Produk Yang Berupa Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara
MAKALAH
Ashhidiqie, Jimly, Refleksi Tentang Arah Sistem Hukum Dan Kenegaraan Indonesia Pasca Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar 1945, Jakarta, 28 Maret 2003
_________________,Demokratisasi Pemilihan Presiden dan Peran MPR Di Masa Depan, www.theceli.com diakses pada tanggal 29 Maret 2003
________________, Reformasi Menuju Indonesia Baru: Agenda Restrukturisasi Organisasi Negara,Dan Keberdayaan Masyarakat Madani, Disampaikan dalam forum Kongres Mahasiswa Indonesia Sedunia I, di Chicago, Amerika Serikat, 28 Oktober 2000.
_______________________, Struktur Ketatanegaraan Indonesia Setelah Perubahan Keempat UUD Tahun 1945, disampaikan dalam Simposium Nasional yang diadakan oleh BPHN dan DEPKEH HAM , Bali, Juli 2003
Suny, Ismail, Implikasi Amandemen UUD 1945 Terhadap Sistem Hukum Nasional, disampaikan pada Seminar Pembangunan Hukum Nasional VIII, BPHN dan DEPKEH HAM RI, Bali, Juli, 2003, h.4
SUMBER INTERNET
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia ,http://www.mpr.go.id/h/tentang/index.php, diakses pada tanggal 10 Januari 2003.
ChinaConstitutionhttp://www.oefre.unibe.ch/law/icl/ch00000.html diakses tgl 30 Juli 2003, jam 13.26
National People’s Congres Data as of July 1987http://www.1upinfo.com/country-guide-study/china/china294.html diakses pada tanggal 30 Juli 2003.
Governmental System, Data as of December 1990 http://www.1upinfo.com/country-guide-study/venezuela/venezuela66.html diakses pada tanggal 1 Juni 2003
Venezuela Constitutional Development, http://www.1upinfo.com/country-guide-study/venezuela/venezuela67.html, diakses pada tanggal 1 Juli 2003.
Venezuela Legislature, http://www.1upinfo.com/country-guide-study/venezuela/venezuela69.html, diakses pada tanggal 1 Juli 2003.
Constitution Of Venezuela, www.embavenez-us.org/politica/constitu.html - 101k, diakses pada tanggal Juni 2003
Untuk dapat merequest file lengkap yang dilampirkan pada setiap judul, anda harus menjadi special member, klik Register untuk menjadi free member di Indoskripsi.
Semua Special Member dapat mendownload data yang ada di download area.
NB: Ada kemungkinan beberapa data belum ada filenya, karena dikirim oleh member biasa dan masih menunggu konfirmasi dari member yang bersangkutan. Untuk memastikan data ada atau tidak silahkan login di download area.
CARI CONTENT WEB :
FREE JOURNAL UNTUK MELENGKAPI REFERENSI KARYA ILMIAH ANDA, FREE? KLIK DISINI
HOT DOWNLOAD MAKALAH, FULL PAPER? KLIK DISINI
PELUANG KERJA UNTUK FRESH GRADUATE, MAHASISWA TINGKAT AKHIR, BARU LULUS KULIAH? KLIK DISINI
BUTUH BEASISWA STUDY, BEASISWA PENELITIAN, INFO BEASISWA TERBARU? KLIK DISINI
INGIN MENGELOLA ASET DAN KEUANGAN ANDA? KLIK DISINI
INGIN KULIAH S2 JARAK JAUH? KLIK DISINI



Jika tertarik untuk memasang iklan di website ini, silahkan klik menu contact
Silahkan baca syarat dan ketentuannya

Main Menu

Data Menu

User login

Username: *
Password: *

Statistics User

Out of 241922 registered users there are currently 26 users and 783 guests online.

Online users

  • sriarum
  • afhaneztha
  • philandermassie
  • taqiydin
  • dennyrhamadani
  • heru yogaswara
  • masqom
  • codoc_cantik
  • marlon Ompusunggu
  • rezamirzasyafaat
  • AQ_aja
  • ayu siska
  • sanjaya99
  • nurmihayati
  • amankbio
  • didi sartika
  • asjulia
  • amelia_andhini
  • tonos
  • jauhary321

Posting Rules

Member indoskripsi tidak boleh mengirim / mengupload skripsi milik orang lain tanpa izin.
Laporkan pada kami! Jika karya anda dipublikasikan/dikirim tanpa izin di sini.

New Member

  • dennyrhamadani
  • afhaneztha
  • masqom
  • rezamirzasyafaat
  • heru yogaswara

New Upgrade Member

  • enzo_99
  • yeftanevy
  • Rimbalis
  • rickysetiawan
  • Rini_irma
- Check user status
- Login Download Area

Special Info

Posting dan update terbaru




web counter
Copyright @ indoskripsi.com 2009. Website hosting by IdeBagus.
If you do not agree to terms and conditions from Indoskripsi, please do not use this service or you will face consequences
Design by xactive -


0 Komentar: